MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Angka stunting di Kota Batu terbilang cukup tinggi. Dari data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu mencatat bahwa jumlah stunting mencapai 1.507 Balita dan 16.371 keluarga beresiko stunting dari hasil bulan timbang Februari 2022.
Wakil Wali Kota Batu, Ir. Punjul Santoso M.M menyampaikan bahwa tingginya angka stunting di Kota Batu menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemda melalui program yang telah disusun. Diungkapnya untuk bisa memaksimalkan program tersebut harus dilakukan oleh beberapa SKPD.
“Memang angka stunting di Kota Batu cukup tinggi. Dari hasil bulan timbang Februari lalu tercatat sekitar 1.500 balita stunting dan 16 ribu keluarga beresiko stunting di Kota Batu,” ujar Punjul kepada Malang Posco Media, Minggu (14/8) kemarin.
Untuk menangani hal tersebut, beberapa dinas telah menyusun progam-programnya. Beberapa dinas yang berkaitan dengan penanganan stunting meliputi DP3AP2KB, Dinkes, Dinas Pendidikan, DPUPR, DLH hingga Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Punjul mencontohkan, melalui Dinkes terdapat program pemberian tablet tambah darah bagi remaja. Kemudian ada kelas catin atau calon pengantin yang kerjasama dengan Kemenag dan pembinaan kelas ibu hamil yang memberikan informasi tentang stunting.
“Kemudian ada pendampingan bumil dan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa susu dan biskuit. Juga ada kelas ibu menyusui, pengawasan ibu menyusui sampai nifas, serta PMT berupa susu dan biskuit dan pemberian vitamin A pada ibu nifas,” bebernya.
Terpenting lagi adalah intervensi sensitif di sektor sanitasi. Yakni dengan pemeriksaan kualitas air, pemeriksaan kolinesterase dan penggunaan jamban sehat. Serta pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) dengan stop BAB sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum, pengelolaan sampah rumahtangga dan pengamanan limbah cair rumah tangga.
“Intervensi sensitif harus benar-benar dijalankan, pasalnya berkontribusi 70 persen terhadap penanganan stunting. Khusus program ini harus dikerjakan bersama oleh lintas SKPD seperti Dinas Pendidikan melalui PAUD holistik integratif, DP3A2KB melalui pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan,” ungkapnya.
Ada juga dari DPUPR yang menyediakan sarana prasarana air bersih dan sanitasi DLH dengan peningkatan kualitas lingkungan, Dinas Pertanian dengan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani, Dinas sosial melalui intervensi program keluarga harapan dan Bina Marga dengan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
“Serta dari Bappeda yang utama karena berfungsi sebagai koordinasi antar SKPD. Kami juga sampaikan jika program ini bisa maksimal dengan adanya dukungan dan peran serta masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya disampaikan oleh Satgas Stunting BKKBN Jawa Timur, Technical Asssitant (TA) Kota Batu mencatat angka prevelensi stunting Kota Batu hasil bulan timbang Februari 2022 sebesar 14,6 persen. Angka ini meningkat 0,8 persen dibanding hasil bulan timbang Agustus 2021 sebesar 13,8 persen.
Disampaikan oleh Fifi Salma Safitri, selaku Satgas Stunting BKKBN Jatim yang ditempatkan sebagai Technical Assistant (TA) Kota Batu di DP3AP2KB bahwa meningkatnya angka prevelensi stunting Kota Batu karena beberapa faktor.
“Salah satu faktor meningkatnya prevelensi Stunting Kota Batu adalah adanya kenaikan jumlah balita yang datang ke Posyandu. Pada Agustus 2021 sejumlah 8.559 balita, sementara pada Februari 2022 terdapat 10. 350 balita yang datang ke Posyandu, meningkat 1.791 orang balita,” ujar Salma.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa pada Juni 2021, Pemerintah melakukan pendataan keluarga yang beresiko stunting berdasarkan delapan kategori skrining. Diantaranya akses terhadap air bersih, akses terhadap jamban sehat, akses terhadap sumber pangan termasuk ibu dengan resiko tinggi melahirkan.
Untuk ibu melahirkan terbagi terbagi menjadi : terlalu muda, terlalu tua usia melahirkan, terlalu banyak melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran anaknya.
“Berdasarkan pendataan keluarga (PK) 2021, di Kota Batu terdapat sejumlah 16.771 keluarga beresiko stunting, dari total 58.508 keluarga. Ini berarti 25 persen keluarga di Kota Batu beresiko stunting,” bebernya.
Dari catatan prevelensi stunting hasil bulan Februari 2022. Pihaknya mencatat ada tiga desa dengan prevelensi stunting cukup tinggi. Yakni Desa Tulungrejo dengan jumlah balita stunting sebanyak 92 balita dari tota 446 balita atau prevelensi stunting 20,6 persen.
“Kemudian Desa Giripurno sebanyak 152 balita dari total 725 balita atau prevelensi stunting 21 persen. Serta Sumberbrantas dengan 73 balita mengalami stunting dari total 264 balita atau prevalensi stunting 27,7 persen,” paparnya. (eri)