MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Belasan aktivis Suara Perempuan Desa (SPD) dan peserta Sekolah Srikandi Desa (SSD) melakukan Audiensi dengan Komisi C DPRD Kota Batu Selasa (26/9) kemarin. Para aktifis berasal dari Desa Gunungsari, Bulukerto, Sumberejo, Giripurno membahasa tingginya angka pernikahan dini di Kota Batu yang sangat tinggi.
Pendiri SPD dan SSD, Salma Safitri mengatakan, tujuan SPD datang adalah untuk berdialog terkait pornografi anak dan kehamilan remaja. Sehingga perlu adanya edukasi kepada orang tua maupun anak remaja agar mereka mampu mencegah dan menghindari kasus kehamilan remaja dan pornografi yang melibatkan remaja.
“Dari data Kemenag Kota Batu, diketahui terdapat 170 remaja putri dan 43 putra mendapat dispensasi pernikahan sebelum usia 18 tahun dalam kurun 2020-2022. Sementara Januari-Juni 2023, 3 remaja putra, 24 remaja putri dan 7 pasangan (putra dan putri) mendapat dispensasi menikah dibawah umur,” ujar Salma.
Dengan adanya permasalahan tersebut, menurutnya sangat penting dilakukan edukasi kesehatan reproduksi dan sexualitas kepada remaja dan orang tua. Tujuannya untuk menghindari dari kekerasan sexual atau pornografi yang melibatkan remaja.
Lebih lanjut, Salma menerangkan, bahwa dengan kasus pernikahan pada anak di Kota Batu terjadi karena beberapa faktor. Mulai dari relasi ekonomi, budaya, kekerasan seksual, pergaulan bebas dan pendidikan.
Ia menerangkan bahwa pernikahan dini karena budaya masyarakat di yang masih percaya bahwa anak perempuan pada khususnya setelah lulus sekolah harus menikah. Sehingga hal tersebut berdampak pada SDM yang rendah. Permasalahan ini juga dikarenakan pendidikan rendah.
Masalah selanjutnya adalah kekerasan seksual juga kerap terjadi pada perempuan. Itu terjadi karena perempuan dinggap lemah sehingga menjadi objek kekerasan seksual yang bisa berakhir pada kehamilan dan pernikahan di bawah umur.
“Selain itu juga karena pergaulan bebas. Ini bisa terjadi karena banyak faktor. Mulai dari tidak adanya perhatian orang tua dan salah lingkungan. Sehingga anak-anak dibawah umur yang belum berpikir matang bebas melakukan apa yang mereka inginkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Salma menerangkan bahwa semua faktor tersebut saling terkait terhadap kasus pernikahan dini. Apalagi mayoritas kasus pernikahan dini di Kota Batu karena faktor-faktor tersebut.
“Pernikahan dini banyak terjadi karena mereka terpaksa. Berawal dari kekerasan seksual, pergaulan bebas dan pendidikan yang rendah. Bahkan pernikahan dengan latar belakang tersebut banyak yang tidak bertahan lama,” terangnya.
Lebih parahnya lagi, perempuan yang masih di bawah umur menikah dan tidak bertahan lama akan semakin terpuruk. Dari hasil survey 80 persen pernikahan dini akan akan bercerai tidak lebih dari dua tahun. Pasalnya mereka (pendidikan, red.) hanya lulusan SMP atau SMA dan tidak punya ketrampilan kerja.
“Janda usia belasan dipastikan tidak memiliki ketrampilan karena pendidikan. Belum lagi mereka haris menanggung anak bagi yang bercerai. Dengan begitu mereka akan terjerumus dalam dunia prostitusi atau bekerja kasar untuk bisa bertahan hidup dan menghidupi anak-anaknya,” ungkap Salma.
Oleh karena itu, Ia berpesan agar para orang tua menyekolahkan anak mereka, khususnya perempuan hingga perguruan tinggi. Serta memberikan arahan dan perhatian. Sehingga mereka bisa mandiri secara ekonomi dan mampu berpikir panjang.
Terlebih pernikahan dini yang berakhir dengan perceraian akan jadi lingkaran kemiskinan. Pasalnya ibu, selain akan kesulitan mencari sekolah karena dikucilkan, juga harus mencari nafkah tanpa memiliki ketrampilan.
Hal seperti ini tidak boleh terjadi. Harusnya korban tetap mendapatkan hak untuk bersekolah setinggi mungkin agar korban tidak masuk dalam lingkaran yang sama seperti ibunya karena tidak memiliki ketrampilan.
“Bukan hanya itu, pernikahan diri juga menjadi penyebab kasus stunting. Secara usia, kesehatan reproduksi perempuan masih belum cukup umur. Sehingga berdampak pada kesehatan ibu dan anak. Khususnya bagi anak yang tidak mendapat asupan gizi secara maksimal dan berdampak stunting,” imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Komisi C Kota Batu, Didik Machmud menyampaikan bahwa perlu kolaborasi berbagai pihak untuk mencegah dan menangani kehamilan remaja dan pornografi yang melibatkan remaja.
“Serta sangat penting untuk didiskusikan dengan OPD terkait, yakni DP3AP2KB, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan maupun Diskominfo. OPD-OPD tersebut bisa memberikan dukungan untuk mengedukasi remaja dan orang tua mengenai kesehatan reproduksi dengan dibantu para aktifis perempuan,” ungkapnya.
“Sehingga ke depan kami meminta OPD tersebut memiliki program dan anggaran tentang pencegahan dan menangani kehamilan remaja akibat pornografi atau faktor lainnya. Sehingga tidak ada lagi kasus pernikahan di bawah umur di Kota Batu,” imbuhnya.
DPRD Kota Batu menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas kehadiran aktifis SPD dan Peserta Sekolah Srikandi Desa. Komunikasi dan kolaborasi masyarakat dengan anggota DPRD Batu sangat penting untuk membangun Kota Batu. (eri/udi)