Temuan di Kabupaten Malang, Keberhasilan Pengobatan Masih 83,82 Persen
MALANG POSCO MEDIA -Kasus Tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Malang masih mengganas. Selama tahun 2023 ini, kasusnya lebih dari target deteksi sistem pelayanan minimal (SPM).
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang mencatat, ada 28.073 terduga dari SPM selama Januari hingga November. Sebanyak 456 terduga di antaranya merupakan anak-anak.
Untuk diketahui, TBC disebabkan bakteri mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular secara langsung melalui udara. Sumber penularan tuberkulosis berasal dari droplet (percikan dahak) dari orang yang terinfeksi kuman TBC dan ditularkan saat batuk, bersin, ataupun saat berbicara. Infeksi akan terjadi ketika seseorang menghirup udara yang telah terkontaminasi droplet TBC tersebut.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Malang Tri Awignami Astuti memaparkan, target SPM di tahun 2023 sebanyak 19.040 terduga. Sehingga dari temuan yang ada disimpulkan telah mencapai 140 persen dari target. Namun indikasi penularan TBC belum selaras dengan keberhasilan pengobatan selama hampir setahun.
Dikatakan Awignami, Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten prioritas dalam program penanggulangan tuberkulosis di Provinsi Jawa Timur. Diduga banyak kasus yang tidak terlaporkan karena beberapa faktor.
“Kondisi penemuan kasus penderita TBC di Kabupaten Malang saat ini ibarat menghadapi fenomena gunung es, begitu sedikit yang terlihat di permukaan. Namun di bawah permukaan masih banyak kasus yang belum berhasil terlaporkan,” jelasnya kemarin.
Ia menyebut hingga akhir November 2023 tercatat
sebanyak 3.108 (79,33 persen) kasus TBC yang telah ditemukan dan diobati. Kasus tersebut berasal dari 28.073 orang terduga TBC yang telah melakukan pemeriksaan dahak. Akan tetapi jumlah penemuan kasus tersebut masih kurang dari target estimasi yakni 3.918 kasus.
“Persentase penemuan kasus TBC didapat 44,59 persen dari puskesmas, 9,4 persen dari rumah sakit pemerintah, 39,68 persen dari RS swasta, dan sisanya klinik,” rinci Awig, sapaan akrab Tri Awignami Astuti.
Ditetapkannya Kabupaten Malang sebagai prioritas tak lepas dari kondisi Provinsi Jawa Timur yang menyumbang beban tuberkulosis terbesar di Indonesia. Estimasi insidennya sebesar 95.925 kasus atau 239 per 100 ribu penduduk di tahun 2021. Target dalam rangka eliminasi TBC di tahun 2023 adalah penurunan angka kejadian TBC menjadi 65 per 100 ribu penduduk, dan penurunan angka kematian akibat TBC menjadi 6 per 100 ribu penduduk.
TBC juga masih menjadi masalah global hingga sekarang. Sebagai penyakit menular, TBC menjadi pembunuh yang paling mematikan di dunia. Menurut WHO dalam Global Report tahun 2021, saat ini Indonesia berada di peringkat kedua negara dengan kasus tuberkulosis terbesar setelah India dengan estimasi insiden sebesar 824.000 kasus atau 391 per 100 ribu penduduk.
“Tingkat keberhasilan pengobatan TBC di Kabupaten Malang sampai saat ini untuk penderita tahun 2022 masih mencapai 83,82 persen, dimana target nasional 90 persen,” katanya.
Masih kurangnya jumlah temuan kasus yang diobati ini dikarenakan beberapa faktor. Disampaikan Awig, di antaranya masih ada penderita TBC yang belum mengakses layanan untuk berobat. Selain itu masih banyak terduga yang sudah mengakses layanan belum mampu mengeluarkan dahak untuk pemeriksaan.
Tak hanya itu, masih kurangnya pencatatan dan pelaporan yang tercatat Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang menyebabkan under-reporting akibat jejaring internal fasilitas kesehatan yang belum optimal. Beberapa upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Strategi akselerasi dan optimalisasi penemuan kasus dimulai dari melakukan surveilans penemuan kasus baik secara aktif masif maupun pasif intensif. Penemuan kasus secara aktif masif melalui kegiatan penemuan pasien TBC di luar faskes, melakukan investigasi kontak pada orang dengan kontak erat pasien TBC, penemuan kasus di tempat khusus seperti pesantren, tempat kerja, lapas dan populasi berisiko. Dilakukan skrining massal dan kolaborasi lintas program.
Penemuan kasus pasif intensif dilakukan melalui penguatan jejaring layanan antar faskes satu dengan lainnya. Ditekankan kolaborasi layanan antar faskes, serta penjaringan kasus melalui skrining batuk oleh petugas.
“Kegiatan surveilans aktif penemuan kasus ini senantiasa dipantau Dinas Kesehatan melalui SITB (Sistem Informasi Tuberkulosis),” tambahnya.
Upaya lain yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yaitu membentuk DPPM (District-Based Public-Private Mix). Yakni sebuah pendekatan komprehensif untuk melibatkan secara sistematis semua fasyankes, baik pemerintah maupun swasta dalam penanggulangan TB.
“DPPM terdiri dari pemegang kebijakan multisektor seperti Dinas Pendidikan, Kementerian Agama wilayah Malang, Dinas Ketenagakerjaan, BPJS, serta komunitas kader Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (YABHYSA) guna merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan kebijakan program TBC khususnya penemuan dan pelaporan kasus,” tuturnya.
Semua upaya tersebut, sambung Awig, dilakukan untuk meningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektor lainnya. Itu dalam rangka percepatan penemuan dan pelaporan kasus tuberkulosis. “Diharapkan target Indonesia mencapai eliminasi tuberkulosis tahun 2030 dapat terwujud,” imbuhnya. (tyo/van)