MALANG POSCO MEDIA- Penguatan ketahanan pangan Kabupaten Malang masih menjadi pekerjaan rumah. Sebanyak 30 desa saat ini tergolong rentan pangan tingkat sedang. (baca grafis)
Faktor yang mempengaruhi beragam. Di antaranya dari rasio luas lahan tanaman pangan dan kemampuan produksi. Meski tak ada yang tergolong rentan tinggi, Pemkab Malang berupaya menekan angka kerentanan tersebut melalui berbagai cara.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Malang Agung Purwanto mengutarakan, Kabupaten Malang yang merupakan daerah terluas kedua di Jawa Timur. Merupakan salah satu daerah penghasil padi tak serta merta memiliki tingkat produksi yang merata. Mengingat beberapa kawasan memiliki produktivitas berbeda dan tak jarang bukan didominasi tanaman pangan pokok. Namun pada sektor lain.
Dikatakan, ada beberapa indikator yang menjadi sebuah desa masuk kategori rentan. Salah satunya kemampuan desa tersebut dalam memproduksi bahan pangan utama. Kemampuan itu dipengaruhi kondisi topografi masing-masing daerah, yang sebagian besar merupakan pegunungan.
Kabupaten Malang memiliki 378 desa dan 12 kelurahan. Tersebar di 33 kecamatan.
“Kita punya tiga kelas, rentan sangat tinggi, rentan sedang, rentan rendah. Lalu ada tahan rendah, tahan sedang, tahan tinggi. Sementara 30 desa itu tidak ada yang rentan tinggi, relatif aman di rentan sedang,” papar Agung saat dikonfirmasi Malang Posco Media, Selasa (17/10) kemarin.
Data tersebut, kata Agung, terakhir dicatat sejak akhir 2022. Sementara di tahun 2023, pihaknya masih proses pemetaan hasil.
Menurut dia, setidaknya November nanti akan diketahui hasilnya. “Kalau tersebar di mana saja saya tidak hafal. Hasil itu (pemetaan) akan mempengaruhi apa saja kebutuhan dan kegiatan ketahanan pangan 2024,” katanya.
Untuk diketahui masing-masing indikator ketahanan pangan dikategorisasikan ke dalam tiga kelas. Yakni tinggi, sedang dan rendah.
Sedangkan skor total indikator ketahanan pangan dikategorisasi ke dalam tiga kelas. Yaitu tahan (tinggi), cukup tahan (sedang), dan rentan (rendah).
Agung menyampaikan di beberapa desa yang masuk kategori rentan, bukan berarti warganya tidak bisa makan. Namun kemungkinan ada produk komoditas yang lain lebih bagus dibanding padi dan palawija.
Ia menyebut, daerah dimana sebelumnya memiliki lahan sawah sudah mengalami perubahan. Faktor yang mempengaruhinya antara lain pengalihfungsian lahan dengan industri. Sebab, pengembangan industri atau pabrik di sebuah wilayah tertentu dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan persawahan. Meski begitu, keberadaan luasan lahan pangan tetap menjadi pertimbangan.
“Memang rasio luas lahan pangan ini bergeser. Karena memang ada daerah-daerah tertentu yang berbatasan kabupaten dan kota dirasa lebih untungkan untuk pabrik atau yang lain. Tetapi ada catatan sudah diganti lahan di daerah lain sesuai kebijakan yang ditekankan pemkab,” ungkapnya.
Agung mengungkapkan air juga berpengaruh pada produktivitas lahan yang merupakan penghasil tanaman pangan. Daerah yang mengalami kekeringan relatif mengakami kerentanan, meski tak signifikan. Beberapa di antaranya yang saat ini mengalami kekeringan di Malang Selatan dan Singosari.
Sementara itu, program penunjang ketahanan pangan lainnya juga turut digenjot Pemkab Malang melalui kerja sama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Program lain sesuai surat edaran bupati bahwa seluruh pekarangan di kantor atau perumahan digerakkan untuk tanaman pangan di sekitar rumah. Ini termasuk kebijakan dari program DTPHP (Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan),” tuturnya.
Mengenai target penurunan, Agung mengatakan diupayakan berkurang setiap tahun. Menurut dia indikator yang ada juga dipengaruhi dari kebijakan lintas sektor. Termasuk OPD terkait di luar ketahanan pangan.
Upaya yang dimaksud yakni Pekarangan Pangan Lestari (P2L) diharapkan menunjang bagi masyarakat lahannya sempit dengan memanfaatkan sistem tanam polybag. Hal tersebut ditujukan agar menciptakan kemandirian pangan di masing-masing keluarga.
Ditanya seperti apa progressnya saat ini? Agung menyebut baru dua desa yang menjadi percontohan. Dua desa tersebut adalah Desa Argosari Kecamatan Jabung, dan Desa Ngajum Kecamatan Ngajum. Sebagai pelopor, inovasi ketahanan pangan dipacu ke desa lain di sekitarnya.
“Jadi setiap tahun ada program pioner ke memanfaatkan pekarangan agar ada nilai ekonomisnya. Kesadaran itu harus ditularkan kades ke lingkungan desanya,” kata Agung.
Meski ada desa dengan kategori rentan sedang, Agung menjamin ketersediaan pangan masih surplus hingga beberapa bulan kedepan. Yakni 140 ribu ton sejak Januari-September 2023 mampu dihasilkan. Belum termasuk ketersediaan beras sebesar 323.110 ton yang terhitung surplus.
Sedangkan kebutuhan beras di Kabupaten Malang dalam satu tahun jika dirincikan sebesar 241 ribu ton. Angka tersebut didapat dari kebutuhan setiap orang dalam mengonsumsi beras sebesar 7,49 kilogram.
“Jika pertahun setiap orang membutuhkan sebesar 89,85 kilogram. Tinggal dihitung saja, jumlah penduduk Kabupaten Malang sekitar 2.703.175 dikalikan 89,85 kilogram,” rincinya. (tyo/van)