Pasien Asal Kabupaten Malang Berangsur Sembuh
MALANG POSCO MEDIA- 90 persen pasien anak Ganguan Ginjal Progresif Atipikal (GgGAPA) yang dirujuk di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang menjalani cuci darah atau Hemodialisa (Hd). Namun salah satu pasien anak asal kawasan Malang Barat Kabupten Malang sudah membaik kondisinya. (baca grafis)
Pasien anak GgPAPA yang juga disebut gagal ginjal anak akut sebagian besar berusa antara 2 tahun sampai 5 tahun.
Dokter spesialis anak RSSA yang menangani kasus GgGAPA, dr Astrid Kristina Kardanai SpA (K) menjelaskan dari kasus yang masuk, sekitar 90 persen pasien memang menjalani Hemodialisa (Hd).
“90 persen menjalani Hemodialisa. Alhamdulilah banyak yang survive. Bahkan sudah lepas dari Hd,” jelas Astrid.
Dijelaskan sejak ditemukan kasus ini sekitar tiga bulan terakhir, sebanyak 60 persen di antaranya dinyatakan sembuh. Dimana awalnya sudah menjalani Hd, dan sudah lepas dari perawatan. Artinya tidak lagi menjalani cuci darah.

Astrid mengatakan saat datang dengan kondisi akut pasien langsung menjalani perawatan cuci darah. “Sekitar dua sampai tiga kali seminggu hemodialisa. Setelah 1-2 bulan dilakukan treatment Hd, sebagian besar sudah membaik dan lepas Hd,” ungkapnya ditemui di RSSA.
Setelah lepas dari perawatan Hd atau cuci darah, sebagian pasien anak juga ada yang diperbolehkan menjalani rawat jalan. Dengan perawatan tersebut, tingkat kesembuhan pasien GgGAPA yang dirujuk di RSSA memiliki tingkat kesembuhan hingga 60 persen. Seperti diketahui, pasien GgGAPA yang pernah dan sedang dirawat rata-rata merupakan balita. “Semuanya datang kondisinya penurunan urin dan tidak kencing sama sekali. Lalu demam dan diare,” jelas Astrid.
Sementara itu terkait biaya perawatan, Astrid menjelaskan seluruh kasus pasien GgGAPA yang ditangani RSSA memiliki BPJS Kesehatan. Karena itulah seluruh biaya ditanggung dengan biaya pemerintah melalui BPJS Kesehatan.
“Untuk sementara ini semua pasien yang ditangani punya BPJS. Belum ada yang tidak pakai BPJS,” jelas Astrid.
Update kasus GgGAPA per Jumat (21/10) kemarin, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Malang dr Husnul Muarif menjelaskan masih sama seperti sebelumnya. Yakni tiga berasal dari Malang. Dan belum ada laporan spesifik jumlah kasus yang berasal dari Kota Malang.
Di sisi lain pihaknya sudah sosialisasi instruksi Kemenkes dan BPOM terkait penarikan sementara obat sirup.
“Sudah disosialisasikan ke faskes-faskes hari ini (kemarin,red). Dua sampai tiga hari kedepan akan kita pantau di lapangan dan dilakukan evaluasi,” jelas Husnul kemarin.
Sementara itu menurut pantauan Malang Posco Media, salah satu apotek yang berada di kawasan Jalan Ki Ageng Gribig masih menjual produk obat sirup. Pengelola apotek yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan belum mendapatkan surat resmi dari pemerintah daerah.
Ia mengaku sudah mengetahui informasi terkait GgGAPA. Dan memilih untuk membatasi penjualan obat sirup. “Iya tahu, tapi surat resmi pelarangannya belum diterima. Tapi ini kita juga hati-hati, kalau tidak ada resep dokter tak berani jual,” tegas pengelola apotek tersebut.
Sementara itu apotek di kawasan Jalan A Yani Blimbing memasang informasi mengenai penggunaan dan batasan obat sirup. Juga memasang informasi pengumuman tidak menjual obat sirup. Hingga mengarahkan penggunaan obat anak dalam bentuk obat sediaan lain selain obat sirup.
Sementara itu satu anak di Kabupaten Malang terindikasi atau diduga mengalami gagal ginjal akut. Anak tersebut berusia 5 tahun 7 bulan. Dia menjadi pasien RSSA Malang sejak awal dirawat 28 September 2022 lalu. “Kami mendapat data ini dari Kementerian Kesehatan. Sudah kami lakukan pengecekan. Kondisi anaknya sudah membaik,’’ kata Kepala Dinkes Kabupaten Malang drg Wiyanto Wijoyo, MM.Kes.
Wiyanto mengatakan begitu data dari Kemenkes turun, pihaknya langsung mencari identitas pasien tersebut. Bahkan bersama tim melakukan pemeriksaan intensif terhadap pasien yang diketahui berdomisili di wilayah Malang Barat tersebut.
“Setelah kami melakukan pemeriksaan hasilnya baik,’’ kata Dokter Wie, sapaan akrabnya. Ia mengatakan saat ini pasien itu sudah berada di rumahnya. Kondisinya sangat baik.
Dijelaskan oleh dokter Wie, pasien tersebut pertama kali merasakan gejala pada 28 September 2022. Gejala yang dirasakan batuk pilek, mual, merasa nyeri sekujur tubuh, menghilangnya napsu malam dan penurunan kesadaran. “Selain itu juga pasien tidak bisa kencing,’’ ungkap Dokter Wie.
Lantaran itu orang tua pasien membawanya ke rumah sakit, selanjutnya dirujuk ke RSSA Malang. Disinggung apakah pasien sampai melakukan cuci darah? Dokter Wie mengatakan tidak. Dia hanya mendapatkan pengobatan saja.
“Ini yang kami ragukan. Sekalipun Kemenkes menyebutkan pasien ini gagal ginjal, tapi dia saat ini sembuh. Aktivitasnya normal, dia juga tidak merasa mual lagi, dan tidak cuci darah,’’ tambahnya.
Karena itulah kepada Malang Posco Media, Dokter Wie mengklaim pasien itu mengalami gangguan fungsi ginjal. “Bukan gagal ginjal, tapi indikasinya lebih pada ganguan fungsi ginjal,’’ katanya.
Ia meminta rumah saki di Kabupaten Malang lebih proaktif melakukan pendataan. Mereka juga diminta segera melapor ke Dinkes jika pasien mengalami gejala dugaan gangguan ginjal. Tujuannya untuk penanganan selanjutnya.
“Kalau rumah sakit besar mungkin mereka langsung melapor ke Kementerian Kesehatan. Tapi rumah sakit kecil, wajib melapor ke kami (Dinas Kesehatan) untuk memudahkan pendataan,’’ tambah mantan Kepala Puskesmas Pakis ini.
Selain itu pihaknya konsentrasi terkait imbauan Kemenkes tentang tidak menggunakan obat sirup untuk anak. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya cek ke apotek.
“Kami sudah beri surat edaran. Dari laporan yang masuk apotek sudah tidak mau melayani pembelian obat sirup untuk sementara ini,’’ tambahnya.
Tak melayani obat sirup itu dibenarkan Lila Lailatul Setyowati karyawan Apotek Musla Farma Jalan Raya Hamid Rusdi Pagak. Kepada Malang Posco media, ia memastikan sementara ini tidak menjual obat sirup anak setelah pihaknya mendapatkan pengumuman dari Dinkes.
Ia tak menampik banyak warga yang datang setelah ada pengumuman itu. Bahkan bebarapa di antaranya ngeyel ingin membeli.
“Kami tetap tolak. Ya karena memang imbauannya demikian,’’ katanya.
Di Jakarta, Kemenkes memberi penjelasan resmi. Di antaranya mengungkapkan parameter kesembuhan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal yang banyak menyasar usia anak-anak.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan anak-anak itu bisa dinyatakan sembuh apabila frekuensi dan volume buang air kecil tidak lagi mengalami penurunan.
“Jadi kriteria sembuh yaitu secara klinis frekuensi buang air kecil dan volume buang air kecil sudah normal kembali,” kata Syahril dalam konferensi pers di Gedung Adhyatma Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat (21/10).
Selain itu, gejala lain seperti demam hingga batuk pilek tidak lagi dirasakan oleh anak tersebut. Ia menyatakan bahwa anak dengan penyakit gagal ginjal akut tak perlu lagi melakukan cuci darah apabila sudah dinyatakan sembuh.
“Gejala-gejala lain seperti demam, diare, batuk pilek sudah tidak ada lagi dan secara umum anak ini kondisinya baik. Dan tidak perlu lagi cuci darah,” ujarnya.
Terbaru, total kumulatif kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia mencapai 241 orang per Selasa (18/10). Dari ratusan kasus itu, 133 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan mayoritas pasien penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya ini berasal dari golongan anak-anak, dengan pasien paling banyak bayi di bawah lima tahun (balita).
Kemenkes, kata Budi, mencatat gejala paling banyak dialami adalah oliguria (air kencing sedikit) atau anuria (tidak ada air kencing sama sekali).
Ia mengatakan hingga saat ini penyebab penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal masih belum dapat diidentifikasi. Namun ia memastikan, penyakit misterius ini tidak terkait dengan pemberian vaksin Covid-19.
Kemenkes menurutnya sudah mewanti-wanti agar orang tua lebih waspada dengan cara terus memantau jumlah dan warna urine yang pekat atau kecoklatan pada anak. (ica/ira/van)