MALANG POSCO MEDIA – Dalam membangun proses pembelajaran yang lebih baik, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tak pernah berhenti meningkatkan kualitas pendidikannya. Salah satunya dengan penambahan tiga guru besar. Acara pengukuhan dilakukan secara bersamaan pada Sidang Senat Terbuka yang digelar secara luring dan daring, Rabu (16/02).
Ketiga Profesor dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tersebut adalah Prof. Dwi Poedjiastutie, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Baiduri, M.Si., dan Prof. Dr. Ribut Wahyu Eriyanti, M.Si., M.Pd. Pada proses pengukuhan yang digelar di Dome Teater UMM itu, ketiga profesor tersebut memberikan orasi ilmiah sesuai kepakaran masing-masing.
Prof. Dwi Poedjiastutie, M.A., Ph.D memaparkan mengenai pengembangan institusi profesi guru dan kebutuhan guru bahasa Inggris untuk memenuhi tantangan revolusi industri 4.0.
“Guru bahasa Inggris memiliki peran yang sangat penting dalam penguasaan kompetensi berbahasa Inggris siswa. Namun jika dilihat dari indeks kecakapan bahasa Inggris tahun 2020 menunjukkan sebuah gambaran buruk. Kecakapan bahasa Inggris guru-guru di Indonesia cenderung rendah dan menempati rangking 74 dari 100 negara. Bagaimana guru bahasa Inggris dapat mengajar dengan baik kalau keterampilan bahasa Inggris gurunya sendiri tidak memadai,” ujar Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris itu.
Meskipun ada beberapa program yang telah dijalankan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut, namun seringkali hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karenanya Poedjiastutie menawarkan dua hal dalam pengembangan profesi pengajar.
Pertama adalah strategi kolaboratif dengan native speakers atau pun foreign teachers. Perekrutan Network Switching Education & Training (NSET) ini sangat efektif karena dapat mengembangkan kelancaran berbahasa Inggris sekaligus mengasah kemampuan pemecahan masalah.
“Selanjutnya adalah perbaikan sistem Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dari hulu sampai hilir. Penataan tersebut bisa dimulai dari sistem perekrutan calon mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, proses pendidikan, hingga bagaimana profesi guru dari sudut ekonomi dan sosiocultural seperti yang diterapkan di Singapura dan Finlandia,” terang dosen peraih gelar Ph.D. di Curtin University, Australia ini.
Dalam Orasi Ilmiah yang sama, Prof. Dr. Baiduri, M.Si membahas mengenai penyelesaian masalah untuk menghadapi volatilitas (volatility), ketidakpastian (uncertainty), kompleksitas (complexity), dan ambiguitas (ambiguity) yang biasa disingkat VUCA.
Keberadaan VUCA di masyarakat memicu timbulnya permasalahan dengan sangat cepat dan berkembang semakin kompleks. Hal ini menuntut kecakapan dalam menyelesaikan masalah. Karena itu, membekali diri dan anak didik dengan kecakapan tersebut perlu dilakukan sedini mungkin, dan salah satunya melalui pembelajaran matematika.
“Pentingnya pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika bermula dari keyakinan bahwa matematika bukan tentang menghapal, tetapi tentang penalaran. Pemecahan masalah memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman dan menjelaskan proses yang digunakan dalam menemukan solusi, daripada mengingat dan menerapkan serangkaian prosedur,” ungkap dosen Jurusan Pendidikan Matematika itu.
Dalam menyelesaikan persoalan, Prof. Dr. Baiduri, M.Si mengatakan bahwa cara berpikir yang dapat diterapkan adalah berpikir relasional. Jika berpikir relasional diaplikasikan dalam pemecahan masalah, maka seseorang tidak hanya melihat apa yang tampak tetapi juga memahaminya secara kontekstual dan sosio-historis.
“Pemahaman masalah secara kontekstual terkait dengan apa yang terjadi saat ini, sedangkan pemahaman sosio historis akan mendorong pemecahan masalah untuk memahami sumber atau akar permasalahan, dan penyebab munculnya masalah,” kata dosen asal Sumatera Selatan tersebut.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Baiduri, M.Si menjabarkan bahwa dalam berpikir relasional ada lima langkah yang bisa dilakukan. Pertama, pemahaman masalah secara komprehensif. Kedua, menyusun rencana penyelesaian dengan menggunakan berbagai pendekatan, baik konseptual, prosedural, maupun humanis. Ketiga, pengambilan keputusan.
“Tahap terakhir dalam penyelesaian masalah adalah memeriksa kembali apa yang sudah dilakukan, tidak hanya apakah yang sudah dilakukan sudah menjawab permasalahan yang dihadapi, akan tetapi memeriksa juga dampak jawaban yang diberikan, apakah jawaban yang diberikan tidak akan menimbulkan masalah baru yang mungkin lebih kompleks,” tutup Baiduri.
Senada dengan Prof. Dr. Baiduri, M.Si, Prof. Ribut Wahyu Eriyanti, M.Si., M.Pd, menyoroti berbagai tantangan pembelajaran abad 21 yang menuntut dikuasainya berbagai keterampilan oleh siswa. Salah satunya yaitu keterampilan literasi, tidak hanya literasi dasar, tetapi literasi baru seperti, literasi data, teknologi, dan manusia.
“Fokus utama yang perlu mendapatkan perhatian agar mampu bersaing menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 menyongsong masyarakat 5.0 dengan menggunakan literasi humanistik,” tutur dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia tersebut.
Lebih lanjut, Ribut juga menawarkan Model Pembelajaran Interaktif Digital Integratif Multimodal (PIDIM). Model ini dikembangkan berdasarkan hasil-hasil penelitiannya tentang pembelajaran sampai dengan 2021. Desain model PIDIM tersebut terdiri atas empat tahapan pembelajaran, yaitu orientasi, eksplorasi, konstruksi, komunikasi dan refleksi.
“Penerapan model PDIM mempersyaratkan kemampuan dosen untuk memfasilitasi mahasiswa belajar secara konstruktif. Kemampuan yang diperlukan meliputi penguasaan substansi, struktur, dan pengetahuan kebahasaan teks multimodal, kemampuan memfasilitasi pengembangan berpikir kritis dan kreatif, dan penguasaan teknologi digital untuk pembelajaran,” tutup dosen yang juga menjabat sebagai Kaprodi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia UMM itu.
Tak hanya mengukuhkan tiga guru besar, UMM juga me-launching Center of Excellence (CoE) Anggrek. Kelas Unggulan yang diinisiasi Program Studi Pendidikan Biologi ini juga merupakan wujud komitmen UMM dalam menghadirkan solusi dari permasalahan abad 21. Khususnya, melalui program kewirausahaan.
Dekan FKIP UMM Trisakti Handayani, dalam sambutannnya mengatakan, Sekolah Unggulan Anggrek terdukung oleh kemitraan strategis dengan dunia industri dan dunia kerja (IDUKA), kususnya Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) baik DPP, DPD maupun DPC.
“Sekolah Unggulan Anggrek ini merupakan skema MBKM yang didedikasikan untuk mempercepat kelulusan mahasiswa dan mempercepat mendapatkan pekerjaan atau berwirausaha. Saya menyampaikan terima kasih atas kemitraan strategis yang telah terbangun dan sangat prospektif dalam menguatkan kemandirian mahasiswa dengan menangkap peluang bisnis anggrek yang menjanjikan,” terang Trisakti.(adv/lim)