.
Saturday, December 14, 2024

MENEMBUS BATAS LANGIT DENGAN KECANGGIHAN TEKNOLOGI DAN KESALEHAN RELIGI

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Sejak kecil, banyak lagu anak-anak yang menginspirasi akan kecanggihan teknologi, misalnya lagu yang berjudul Ambilkan Bulan Bu, Bintang Kecil, lagu Awan dan masih banyak lagi. Belum lagi film-film kartun yang ditonton anak-anak misalnya: Doraemon, BoBoiBoy Movie 2, Mars Needs Moms, Over The Moon dan lain-lain juga turut andil menginspirasi akan pentingnya kecanggihan teknologi.

Film film itu banyak menceritakan tentang kondisi langit yang berwarna biru dan luar angkasa yang hampa udara yang digambarkan dengan warna hitam. Terlepas itu masih hanya berupa imajinasi, khayalan atau memang berdasarkan benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan dan penelitian.

Khayalan dan semacamnya tentang benda langit dan benda-benda luar angkasa tentu merupakan sesuatu yang menarik dan WOW kata anak zaman sekarang. Jika mau jujur, siapapun akan mengakui bahwa jauh sebelum diciptakannya lagu-lagu dan film-film tersebut telah ada satu peristiwa yang terjadi lebih dari 14 abad silam. Para ilmuwan, baik yang pro maupun kontra sampai saat ini masih disibukkan dengan penelitian-penelitian untuk mempertahankan argumennya.

Terlepas peristiwa ini masih menjadi sebuah kontroversi, semua kaum muslimin meyakini bahwa peristiwa itu riil terjadi ketika nabi mengalami ‘ammul khuzni atau tahun duka cita. Bukti keyakinan kaum muslimin terhadap kebenaran isra’ mi’raj, setiap tanggal 27 Rajab, kita memperingati dan merayakannya dengan penuh kekhidmatan.

Isra’ adalah perjalanan spektakuler nabi dari masjid Al-Haram di Makkah menuju masjid Al-Aqsha di Palestina. Perjalanan yang sangat jauh sekitar 1.500 kilometer, di mana kala itu perjalanannya bisa ditempuh sekitar satu bulan dengan menggunakan kuda atau unta. Dengan mengendarai kendaraan Buraq yang diartikan dengan kilat,  nabi menempuhnya kurang dari satu malam.

Ketika itu nabi menunggang Buraq bersama malaikat yang  melesat dengan melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik. Jika seandainya kecepatan Buraq diambil sekurang-kurangnya setara dengan perbandingan kecepatan elektris 300.000 kilometer per detik, maka jarak antara Masjid Al-Haram di Makkah dengan Masjid Al-Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer tersebut, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya bisa melebihi kecepatan elektris tadi.

Mi’raj sebagai kelanjutan perjalanan spektakuler nabi tersebut. Mi’raj diartikan sebagai naiknya nabi ke langit ketujuh dan Sidratul Muntaha.  Mi’raj ini telah merangsang sikap kritis dalam berpikir, apa benar bahwa langit itu berlapis tujuh? Langit berarti segala yang ada di atas kita. Langit adalah angkasa luar yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas bertebaran.

Bilangan tujuh tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem desimal, namun lebih mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Tujuh langit maknanya, dalam konteks ini, bila dipahami sebagai tatanan benda langit yang tak terhitung jumlahnya lebih mengena, bukan dimaknai sebagai lapisan langit. Adapun Sidratul Muntaha adalah alam gaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan ilmu manusia yang memang sangat terbatas. Mampu menembus tempat itu merupakan mu’jizat nabi yang tidak bisa dipelajari.

Peristiwa yang super spektakuler isra’ mi’raj terjadi pada malam hari. Secara logika ilmu sains alasan sebuah perjalanan dilakukan malam hari adalah lebih karena pada siang hari radiasi sinar matahari demikian kuatnya, sehingga akan sangat membahayakan badan nabi yang berupa materi. Kalaupun saat itu nabi diubah  menjadi badan cahaya tentulah hanya bersifat sementara, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan saja.

Dengan diperjalankan pada malam hari, tentunya Allah telah menghindarkan nabi dari interferensi gelombang yang bakal membahayakannya. Waktu malam hari adalah waktu yang paling kondusif untuk kelancaran perjalanan super spektakuler.

Oleh-oleh dari perjalanan isra’ dan mi’raj nabi adalah perintah salat lima waktu. Salat lima waktu sebagai ibadah wajib bagi setiap kaum muslimin (fardhu ‘ain). Demi kepentingan ibadah salat ini, kaum muslimin telah mengembangkan ilmu astronomi atau ilmu falak untuk penentuan arah kiblat dan waktu salatnya. Tuntutan ibadah mendorong kecanggihan alat bantu utama dalam penentuan arah kiblat dan waktu salat.

Konsepsi astronomi bola digunakan untuk penentuan arah kiblat. Perhitungan posisi matahari digunakan untuk mencari waktu istimewa dalam penentuan arah kiblat dan jadwal salat harian. Kita cukup melihat jadwal salat, tidak lagi direpotkan harus melihat langsung fenonema cahaya matahari atau bayangannya setiap akan salat. Kini semua ummat Islam khususnya di Indonesia bersepakat dengan kriteria astronomis dalam penyusunan jadwal salat.

Salat sebagai ibadah fardhu ain memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Semua orang telah mengakui dan merasakan manfaat dari gerakan dan bacaan salat bagi kesehatannya.  Gerakan fisik yang kompleks dalam salat terbukti dapat mengurangi nyeri punggung bagian bawah, tentu jika salat dilakukan secara teratur dan benar. Gerakan salat mirip dengan yoga atau latihan intervensi terapi fisik yang digunakan untuk mengobati nyeri punggung. Doa dan bacaan dalam salat dapat menghilangkan stres fisik dan kecemasan. Bacaan-bacaan tertentu dalam salat juga bisa digunakan sebagai pengobatan klinis efektif disfungsi neuro-muskuloskeletal.

Dengan demikian isra’ mi’raj telah menjadi inspirasi akan kecanggihan teknologi. Kecanggihan teknologi diharapkan terjadi di semua lini kehidupan, baik di bidang transportasi, astronomi, kesehatan, dan lainnya. Dengan mengingat dan merenungkan kembali isra’ mi’raj, setiap generasi muslim dituntut untuk mampu mengintegrasikan kecanggihan sains dan teknologi dalam memperkuat aqidah dan senantiasa menyempurnakan ibadah dalam agamanya.

Sudah seharusnya kita kuatkan kembali keimanan, lalu kita jadikan salat lima waktu utamanya berjamaah sebagai kebiasaan mulia. Kemudian kita jadikan cinta sains dan teknologi untuk membangun negeri yang kita cintai ini, demi kenyamanan kita beribadah sebagi bakti kita kepada Sang Penguasa Allah Yang Maha Segalanya. Dengan kecanggihan teknologi dan kesalehan religi kita akan mampu menembus batas langit demi meraih kebahagiaan yang hakiki.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img