.
Friday, November 22, 2024

Nyepi, Umat Non Hindu Padamkan Lampu

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Umat Hindu di Malang Raya menjalani Hari Raya Nyepi, Kamis (3/3) kemarin dengan lancar. Sekaligus tampak kentalnya toleransi antarumat beragama. Penganut agama lain turut menjaga situasi demi kelancaran Nyepi di sejumlah wilayah.

Di Kabupaten Malang contohnya. Warga Desa Glanggang Kecamatan Pakisaji ikut menjaga ketenangan wilayah. Tujuannya agar warga yang sedang Nyepi bisa menjalankan hari raya dalam suasana tenang dan damai.

Bahkan pada malam hari, warga Desa Glanggang yang bukan beragama Hindu ikut memadamkan lampu. “Memang saat malam hari lampu dimatikan. Sebagian besar masyarakat termasuk yang bukan beragama Hindu juga turut melakukannya. Meski tidak semua secara keseluruhan tetapi ini bentuk toleransi warga,” kata Camat Pakisaji Anang Toyib. “Tetapi tergantung yang bersangkutan (warga)  sampai jam berapa,” sambungnya.

Untuk diketahui pada malam hari, masyarakat Desa Glanggang yang beragama Hindu memadamkan listrik. Itu salah satu dari Catur Brata penyepian.  

Lebih lanjut  Anang Toyib mengatakan umat Hindu sangat mematuhi anjuran prokes. Di antaranya tidak melakukan arak-arakan Ogoh-ogoh berlebihan di tengah pemukiman. Meski tanpa banyak pengamanan, rangkaian ibadah berlangsung secara tertib sesuai prokes.

“Sudah menyesuaikan aturan dan situasi di masa PPKM. Tidak ada keramaian selama perayaan,” papar Anang. Dalam catatan PHDI ada sekitar 2.500-3.000 umat Hindu di Kecamatan Pakisaji. Mereka tersebar di 11 desa.

“Umat yang bukan beragama Hindu juga toleransinya tinggi. Mereka sudah hafal, jadi tidak berkunjung. Sementara yang ibadah Nyepi tidak beraktivitas kecuali krusial seperti ke rumah sakit,” jelasnya.

Sehari sebelumnya jelang Nyepi, Rabu (2/3) lalu sejumlah pemuda di Dusun Karangtengah Desa Glanggang Kecamatan Pakisaji mengarak Ogoh-ogoh. Perarakan dilakukan dengan mengutamakan prokes.  

Tidak seperti sebelum pandemi  Covid-19, tahun ini ada lima karakter Ogoh-ogoh. Jika dalam kondisi normal sebelum pandemi, umat Hindu di Glanggang bisa membuat 40 hingga 60 Ogoh-ogoh.  

Suasana toleransi juga tampak di Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Apalagi Tulungrejo merupakan Desa Sadar Kerukunan Umat Beragama. 

Di Desa Tulungrejo terdapat tempat ibadah tiga umat beragama. Yakni Islam, Kristen dan Hindu. Warga berbeda agama tapi hidup rukun dalam satu dusun. Seperti saat Nyepi. Kepala Desa Tulungrejo  Suliono mengungkapkan masyarakat Desa Tulungrejo juga ikut melakukan penjagaan untuk membantu kelancaran perayaan Hari Raya Nyepi.

“Tidak hanya pecalang saja yang melakukan penjagaan di pura, biasanya anggota Banser dan hansip juga ikut membantu. Masyarakat non Hindu pun tidak akan mengganggu penyepian yang dilakukan umat Hindu,” ucapnya.

Ia menjelaskan, masyarakat non Hindu sebelum Hari Raya Nyepi pun turut membantu membersihkan lingkungan sekitar pura dan tempat upacara atau ibadah. Namun tetap dengan menjaga kesucian tiap tempat peribadatan.

“Seperti saat membersihkan pura, kami tidak akan masuk pura bagian atas karena itu tempat berdoa yang suci. Kami di Desa Tulungrejo ini tetap menjadi saudara, ya satu desa satu saudara,” imbuhnya

Dijelaskan, di desa tersebut terdapat sekitar 100 penduduk yang memeluk Agama Hindu. Sehingga saat Hari Raya Nyepi, suasana Desa Tulungrejo terasa lebih sunyi dibanding hari biasa.  

Suasana serupa juga terasa di Kota Malang. Salah satunya di sekitar Pura Luhur Dwijawarsa di Kelurahan Lesanpuro Kecamatan Kedungkandang. “Setiap tahunnya kita sudah paham. Jadi menghormati, sama seperti dengan Kristen, Budha atau yang lainnya,” kata Eko, salah seorang warga di sekitar Pura Luhur Dwijawarsa.

Untuk diketahui  pada ibadah Nyepi,  umat Hindu melakukan ibadah Catur Brata. Yakni umat Hindu tak  melakukan beberapa aktivitas  khususnya di luar rumah. “Ada empat hal yang harus dihentikan aktivitasnya pada Hari Raya Nyepi yang kami kenal sebagai Catur Brata Penyepian. Yaitu Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan dan Amati Lelanguan,” terang Pemimpin Peribadatan Pura Luhur Dwijawarsa, Made Sunanda.

Ia menjelaskan, Amati Geni  berarti memadamkan api. Maknanya manusia harus bisa menaklukkan hawa napsu.  Sementara Amati Karya memiliki arti bahwa semua hal tentang pekerjaan juga tidak dilakukan. Sedangkan Amati Lelungan artinya tidak boleh bepergian dan Amati Lelanguan yang berarti tidak boleh mendengarkan hiburan.

Setelah Catur Brata, umat Hindu kemudian akan melakukan Ngembak Geni. Saat itu umat Hindu akan melakukan Dharma Shanti yang memiliki makna sebagai ucapan syukur.

Untuk diketahui umat Hindu di Kota Malang tidak merjalankan rangkaian ibadah Nyepi secara besar-besaran karena pandemi. Sebelum pandemi, biasanya pada hari sebelum Nyepi, umat Hindu mengarak dan membakar Ogoh-Ogoh di Lapangan Rampal. Namun karena pandemi belum usai, maka hal itu urung dilaksanakan dan rangkaian upacara Nyepi dilakukan terbatas. (tyo/ran/ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img