MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU -Sutra menjadi salah satu jenis kain yang berharga mahal. Secara logika, beternak ulat sutra pun menjanjikan keuntungan yang besar. Eko Hariyanto adalah salah satu warga Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu yang mampu membaca peluang tersebut.
Eko menceritakan bahwa dirinya tertarik mengembangkan ternak ulat sutra setelah melihat tetangganya yang juga merupakan peternak ulat sutra. Kini budidayanya sudah bejalan kurang lebih 2 tahun.
“Awal pandemi memang belum bisa maksimal, terlebih juga masih fokus mengembangkan telur. Begitu juga untuk mengembangkan pakannya ulat sutra berupa daun jarak kepyar,” jelas Eko.
Namun kini budidayanya telah berjalan dengan lancar hingga menyuplay ke pabrik pengolahan sutra di Lawang, Kabupaten Malang. Di pabrik itu, bahan dasar sutra bisa diolah menjadi nilai lebih seperti kain, syal, baju hingga sepatu.
Ia menerangkan dalam 1 periode masa panen menghasilkan sutra. Dengan masa panen tidak sampai satu bulan bisa menghasilkan 2 kilogram sutra. Dan setiap satu kilogramnya bisa dijual bekisar Rp 250 – 300 ribu, tergantung kualitas yang dihasilkan.
“Yang penting cuaca tidak buruk dan tidak bising ulat bisa cepat bermetamorfosis jadi kepompong. Kalau sekarang cuaca sering hujan kan, trus juga kalau hujan bising, itu memperlambat proses ulat karena tidak bisa nyaman dalam bermetamorfosis,” bebernya.
Dirinya juga mengaku, terkadang terkendala pada pakan ulat sutra. Sehingga perlu adanya jarak dalam perkembang biakan ulat sutra, dengan cara memyimpan beberapa telur di lemari es untuk menyesuaikan stok pakan yang tersedia.
“Kami mulai melakukan penambahan penanaman daun jarak ke daerah Pujon dan Punten. Agar bisa memperbanyak stok pakan ulat sutra dan bisa lebih mempercepat proses penetasan telur-telur ulatnya,” jelasnya.
Agar mentahan sutra menjadi benang, dirinya harus memintal dengan cara dimasak kurang lebih 4 jam tanpa diaduk. Yang kemudian dilanjut dengan menjemur hasil masak.
“Kedepannya saya ingin bisa membuat produk olahan dari sutra saya sendiri, seperti syal, baju, bahkan sepatu. Karena saat ini saya belum memiliki alat yang memadai untuk melakukan produksi itu,” pungkasnya. (ran/eri)