spot_img
Friday, October 18, 2024
spot_img

Porno Siber

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Pornografi memang tak ada matinya. Tak hanya terjadi di kehidupan nyata, di alam maya, pornografi juga marak terjadi. Semenjak kelahiran internet dan dunia siber, pornografi turut mengisi ruang-ruang online. Muncullah fenomena porno siber (cyber porn) yang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia yang terkoneksi internet. Tak terkecuali, praktik porno siber juga berlangsung di Indonesia.

          Seperti diberitakan sejumlah media, Polda Metro Jaya menangkap salah seorang kreator konten situs Onlyfans pada Kamis, (24/3) malam di Malang Jawa Timur. Gusti Ayu Dewanti alias Dea ‘Onlyfans’ menjadi tersangka kasus pornografi karena membuat dan menyebarkan foto syur dirinya. Dari kegiatannya itu, Dea diketahui meraup puluhan juta rupiah per bulan. Penangkapan Dea ini setelah polisi menggelar patroli siber.

- Advertisement -

         Dea bukanlah orang pertama yang diduga melakukan praktik pornografi siber. Selama ini sudah banyak aktivitas pornografi siber yang telah ditangkap dan dihukum maupun yang masih bergentayangan lewat ruang siber. Tak jarang produsen konten pornografi melakukan aksinya lewat beragam platform media sosial (medsos). Tak sedikit pula pornografi siber mampu menghasilkan perputaran uang yang besar nilainya.

Konten Porno di Medsos

         Era medsos saat ini memicu lahirnya perang konten. Siapa orangnya yang mampu membuat konten menarik akan dilihat banyak orang. Ujung-ujungnya, para kreator konten tersebut mendapatkan uang dari proses monetisasi medsos. Situasi inilah yang menjadikan banyak orang berlomba membuat konten. Tak sedikit yang menempuh segala cara dalam membuat konten demi laku.

         Dalam rangka berburu berebut penonton (viewer), pengikut (follower), pemberi Like, dan subscriber, sejumlah orang membuat konten yang ekstrim. Maraknya video prank, tipu-tipu, sensasi, termasuk konten pornografi sering diniatkan demi viral dan diakses banyak orang. Viralitas dan tingginya orang yang mengases sebuah konten menjadi target para kreator konten demi mendulang pundi-pundi rupiah.

         Seperti dugaan pada apa yang dilakukan Dea ‘Onlyfans’ yang mengunggah video syur dirinya di situs Onlyfans harapannya tentu agar banyak orang mengakses. Seperti hanya kasus penyebaran konten-konten syur sebelumnya, konten video Dea ini pun akhirnyan viral dan menyebar luas. Melalui aksi ini, Dea dapat uang puluhan juta rupiah. Aksi Dea ini akhirnya terendus tim patroli siber kepolisian.

         Melalui beragam platform medsos dan aplikasi siber lainnya praktik pornografi terus terjadi. Misalnya beberapa waktu lalu para pengguna Facebook dihebohkan dengan aksi phising dan tag pada akun asusila. Melalui kejahatan siber ini tiba-tiba para pengguna mendapat mention dan di tag dalam unggahan yang berisi konten pornografi. Dari aksi ini dikabarkan ada puluhan ribu pengguna akun Facebook di Indonesia yang jadi korban.

         Penyebaran konten porno di medsos masih terus berlangsung tak sekadar gegara para pembuat konten yang terus mengunggah konten-konten pornonya, tetapi karena permintaan akan aneka konten porno yang juga tinggi. Seperti hukum suplay and demand, di mana ada permintaan, di situ ada penawaran. Maraknya konten porno siber tak lepas dari permintaan penikmat pornografi siber yang juga tinggi.

Berdagang Konten Porno

         Melalui beragam platform medsos dan aneka aplikasi digital, pornografi dijadikan barang dagangan. Aneka konten porno sengaja diciptakan dan diperdagangkan. Pornografi dari zaman dahulu memang telah menjadi industri. Super besar sirkulasi uang yang ada dalam industri ini. Materi pornografi telah lama diperjualbelikan layaknya barang dagangan lain. Ada motif ekonomi yang kuat di balik perdagangan pornografi siber.

         Karena pornografi adalah industri, maka tak ayal bila pornografi senantiasa dijajakan dengan beragam cara, termasuk lewat ruang siber. Seperti diketahui bahwa semenjak munculnya internet, ternyata Indonesia pernah menduduki negara peringkat kedua terbesar dunia pengakses situs porno. Peringkat ini tentu memalukan, apalagi Indonesia terkenal sebagai negara yang agamis.

         Internet dan beragam platform medsos bukanlah produk anak negeri. Beragam konten yang tersaji di internet tentu bukan berangkat sesuai ideologi dan beragam norma yang berlaku di Indonesia. Di beberapa negara lain, materi pornografi itu bisa legal. Sementara di Indonesia, apapun bentuknya, konten yang bernilai porno jelas dilarang keras oleh agama dan negara. Masalahnya, yang membuat dan mengendalikan aneka platform siber bukan orang Indonesia, sehingga ukuran kepatutan atas suatu konten tergantung pada pemilik teknologi itu.

         Banyak negara mengembangkan pornografi sebagai industri. Sebuah situs hipwee.com pernah mempublis bahwa Jepang misalnya, mampu memproduksi film porno sebanyak 4 ribu film per bulan dan dalam setahun bisa mencapai 48 ribu blue film. Industri pornografi mencatut lebih dari ratusan ribu aktris dan aktor yang terlibat di dalamnya.

         Masih menurut hipwee.com, pada tahun 2014, perusahaan pornografi yang skalanya terkecil di Amerika rata-rata mengantongi sekitar Rp 550 juta per bulan. Sementara beberapa perusahaan besar memiliki omset sekitar Rp 3,7 milliar per bulan hanya dalam penjualan DVD. Sedangkan film porno yang dipublis secara online gratis justru menghasilkan lebih banyak uang dari iklan dan kunjungan yang nilainya bisa triliunan rupiah.

         Saat ini kehidupan kita sudah dikepung oleh pornografi dari beragam penjuru. Lewat televisi, film, internet, gadget, medsos dan beragam bentuk media canggih era siber ini. Sebenarnya negeri ini sudah dalam darurat pornografi. Untuk itu semua pihak harus mengambil peran. Pemerintah, dunia pendidikan, tokoh agama, dan masyarakat harus berperang melawan konten pornografi di media apapun.

         Iming-iming monetisasi dari pembuatan konten digital memang menggiurkan banyak orang. Namun niat para pembuat konten mestinya pada hal-hal yang positif dan membangun. Bukan yang merusak dan melanggar hukum. Dalam situasi seperti ini kepolisian perlu terus menggencarkan patroli siber guna memantau, menemukan, dan memproses segala bentuk kejahatan siber termasuk praktik pornografi siber.

         Peran orang tua memang tak gampang di era serba canggih saat ini. Para orang tua dituntut melek teknologi, tak boleh kalah dengan putra-putrinya. Anak-anak dan remaja pada era digital ini mengakses Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, TikTok, dan WhatsApp untuk menunjukkan eksistensinya. Sementara beragam media tersebut sangat rentan dengan beragam konten negatif yang merusak. Mari melek media digital. (*)

- Advertisement -
spot_img
spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img