MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kota Malang disebut sebagai miniatur nusantara. Bukan tanpa sebab, di Kota Malang terdapat berbagai macam ragam suku, bahasa, adat, budaya hingga agama. Menariknya, dari dulu Kota Malang sangat jarang terdengar adanya konflik sosial.
Strategi yang dilakukan, salah satunya dengan kolaborasi hexahelix yang melibatkan berbagai pihak. Termasuk juga dengan tokoh-tokoh agama. Tujuannya untuk menghindari adanya gesekan antar umat beragama maupun menghindari terjadinya tindakan intoleran dan radikalisme. Tak heran, Kota Malang pun kemudian disebut sebagai Kota Toleran.
“Malang ini kerukunan antar umat beragama, menjaga kondusifitas ini, kita nomor satu se-Jawa Timur. Kita dapat reward oleh FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Provinsi Jawa Timur bahwa Malang itu kondusifitasnya luar biasa. FKUB-nya luar biasa, tidak pernah ada masalah singgungan-singgungan kepentingan agama satu dengan lain,” ujar Wali Kota Malang, Drs. H. Sutiaji.
Karena banyak ragam unsur yang ada di Kota Malang, maka juga menjadi daya tarik tersendiri bagi ratusan ribu pendatang. Situasi yang begitu kondusif inilah yang menjadi alasan Kota Malang menjadi barometer toleransi nasional
Sutiaji menyebutkan, potret demografi di Kota Malang yang beragama Islam ada sebanyak 843.231 jiwa dengan total 1.528 masjid atau musala. Kemudian untuk yang beragama Konghucu sebanyak 148 jiwa dan satu Klenteng, lalu untuk agama Kristen Protestan 52.284 jiwa, disusul agama Kristen Katolik sebanyak 34.439 jiwa dengan 106 gereja. Sementara untuk agama Hindu ada sebanyak 1.527 jiwa dengan lima Pura dan yang beragama Budha total 4.585 jiwa dengan sembilan Vihara.
“Kondisi Kota Malang kondusif, umat Islam yang mayoritas menghargai yang minoritas dan sebaliknya, itulah Kota Malang. Sehingga jika ada intrik-intrik Kota Malang akan dijadikan kota syariah dan lainnya itu hoaks. Itu akan bertentangan dengan makna Malangkucecwara,” tegasnya.
Untuk menjaga kondusifitas umat beragama di Kota Malang, Pemerintah Kota Malang pun berupaya terus menjalin kolaborasi berbagai pihak utamnya dengan tokoh-tokoh agama. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan menggelar sosialisasi ke setiap kecamatan yang ada di Kota Malang. Ini juga untuk mencegah tindakan intoleran dan juga radikalisme.
“(Salah satunya) dengan dikumpulkan tokoh-tokoh masyarakat, tentang literasi masyarakat berkaitan dengan ini. Sehingga tidak ada mengklaim mengatasnamakan masyarakat melakukan hal yang tidak dibenarkan,” tegasnya.
Meski begitu, radikalisme dan terorisme tetap menjadi tantangan tersendiri. Ancaman nyata itu juga dipengaruhi dampak dari kemajuan teknologi hingga memberi peluang penyebaran berita hoax. Akibatnya muncul potensi terjadinya konfilk. Hal inilah yang terus menjadi kewaspadaan pemerintah.
“Untuk itu, seperti arahan Presiden Joko Widodo kepada organisasi keagamaan, kita harus mempunyai komitmen yang kuat. Menjunjung tinggi sikap toleran dan memiliki prinsip antikekerasan,” sambungnya.
Senada, Ketua FKUB Kota Malang, H. Ahmad Taufik berharap situasi dan kondisi di Kota Malang dapat terus terjaga. Namun ia juga mengajak kepada semuanya untuk aktif dalam peran serta menjaga kondusifitas tersebut.
“Kami juga mengajak kepada seluruh lapisan masayarakat, tokoh-tokoh agama serta pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga Kota Malang agar tetap kondusif, aman dan tetap menjaga kehidupan beragama yang harmonis sebagaimana yang sudah terjalin selama ini,” harap Taufik. (ian/aim)