MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Tanah dan bangunan seluas hampir satu hektar di Desa Sidodadi Kecamatan Lawang Kabupaten Malang dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Kepanjen Kabupaten Malang, Jumat (1/4) pagi. Eksekusi terhadap aset tidak bergerak milik ahli waris dari (alm) Ladim itu berdasarkan putusan PN Kepanjen Senin, 11 Februari 2021 lalu.
Panitera PN Kelas IB Kepanjen Meilyna Dwijanti mengatakan, eksekusi ini sudah berdasarkan keputusan hukum tetap dari PN Kepanjen. Perkara ini disidangkan di PN Kelas IA Malang sebelum dilimpahkan ke PN Kelas IB Kepanjen Kabupaten Malang.
“Jadi memang sudah keputusan hukum tetap dan kami di sini bersama dengan para pihak, melaksanakan eksekusi sesuai keputusan tersebut. Sementara itu, untuk jangka waktu yang panjang dari awal putusan dikarenakan dari pihak tergugat sempat melakukan perlawanan hukum,” jelasnya.
Sebelumnya tanah dan bangunan yang berada di lokasi tersebut merupakan objek sengketa antara Siono melawan Samiati. Gugatan tersebut berlangsung cukup panjang sejak 2001 hingga 2005 lalu. Dan prosesnya sampai di tingkat Mahkamah Agung. Tepat pada Februari 2021, putusan terhadap eksekusi objek tersebut diputuskan oleh PN Kepanjen.
Sayangnya, usai cerita panjang gugatan tersebut. Pihak Samiati yang kalah, menjual sebagian dari tanah tersebut ke pihak lain.
Kuasa hukum dari pihak Siono, Iwan Kuswardi mengatakan, sempat ada polemik usai tanah tersebut dijual oleh Samiati. Di area tanah tersebut berdiri sebuah rumah yang ditinggali oleh seseorang yang telah membeli ke Samiati.
“Jadi kami sempat diminta untuk tidak melakukan eksekusi. Tetapi saat itu kami sudah mencoba membuat keputusan, bahwa korban juga melaporkan penjual ke polisi. Tetapi dirinya mengaku akan melaporkan ketika sudah dilakukan eksekusi,” terangnya.
Iwan mengaku sempat menawarkan ganti rugi atas bangunan tersebut senilai Rp 200 juta. Karena belum ada kata sepakat, ia menaikka tawaran ke angka Rp 300 juta.
“Tetapi tetap belum ada titik temunya. Dan hari ini (kemarin, red), akhirnya kami melaksanakan eksekusi bersama dengan PN Kepanjen. Serta dibantu pengamanannya dari unsur TNI-Polri,” tandasnya.
Di sisi lain, pemilik bangunan yang berdiri di tanah sengketa itu Elis Setyowati dan Imban Listoro mengaku kecewa. Pasalnya dirinya saat itu membeli tanah seluas 16×14 meter persegi, serta mendirikan bangunan itu dengan uangnya sendiri.
Dirinya mengatakan untuk penggantian nilai bangunan miliknya tidak sebanding dengan apa yang seharusnya. Selain itu dirinya akan tetap bertahan, sambil mengikuti alur hukum yang bisa ditegakkan.
“Sebetulnya bukan soal materinya, tapi proses dari awal beli hingga berdiri rumah ini dari uang kami sendiri. Kenapa saya yang harus membayarkan ganti rugi tanahnya, dan harus dilakukan eksekusi,” ujar Elis.
Tanah yang dibelinya pada tahun 2018 lalu itu, memang diakuinya telah bersertifikat. Saat itu Samiati memberikan berkas foto kopi sertifikat tersebut, dengan dalih sertifikat asli masih di Kantor BPN sehingga belum bisa menujukkan yang asli.
Dan dirinya bersama sang suami juga tidak mengetahui, bahwa tanah itu adalah objek sengketa. Karena yakin dengan tawaran Sumiati, dirinya lantas berani melepaskan sejumlah uang untuk menebus tanah itu.
“Sejak rumah itu saya bangun di 2019 dan saya tinggali di tahun 2020 lalu. Saya sering didatangi oleh pengacara penggugat. Saat itulah saya dan suami, memegang teguh dengan keadilan. Dan saya juga tidak tahu, kalau akan dieksekusi hingga seperti ini,” jelasnya.
Untuk saat ini, rumah dari Elis dan Imbang akan ditutup sebagian besar aksesnya. Bahkan untuk lewat satu motor dirasa akan sulit. Pasalnya area tanah dan bangunan rumah miliknya itu, masuk dalam bagian objek sengketa dan telah diputuskan untuk dilakukan eksekusi.
Selanjutnya dirinya hanya akan menunggu langkah hukum apa yang bisa diambil. Demi menegakkan keadilan terhadap diri dan keluarganya. (rex/ggs)