Malang Posco Media – Berjempalitan penolakan UU pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menjadi topik hangat di ruang publik salah satunya didasari oleh hasil kajian aktivis Forest Watch Indonesia. Menurut hasil kajian tersebut, lebih dari 16.000 hektar ekosistem mangrove terancam hilang akibat rencana pembangunan IKN dan rencana pembangunan akibat RTRWP. 10.000 atau bahkan lebih dari nelayan juga akan menjadi korban. Alasan lain tentu juga bermunculan, hingga tagar #BapakPerusakAlam sebagai bentuk penolakan UU IKN sempat beberapa hari trending di media.
Berbagai perspektif tidak hanya soal ekologi dan kehutanan, Islam sebagai ajaran komprehensif yang mengatur tatanan hidup manusia sejagad raya tentu mempunyai posisi tertentu dalam melihat permasalahan ini. Terang bahwa, Islam bukan ajaran yang semata turun tanpa alasan. Masing-masing utusan punya misi dan tekanan atau implikasi iman yang berbeda. Bahkan, manusia saja diciptakan dengan alasan tersendiri dalam pandangan Islam. Mengatur bumi sebagai fasilitas kurang lebih adalah tugas manusia. Ini juga menjadi alasan manusia dibekali aspek-aspek biologis, sosiologis, dan psikologis.
Tugas Manusia
Alam dalam arti spesifik boleh jadi hanya diartikan sebagai benda atau makhluk selain manusia. Namun alam dalam pandangan Islam berarti alam semesta beserta isinya. Pemahaman mengenai alam menurut Islam dapat kita raih lewat sumber ajaran yaitu Alquran. Sedikitnya, rabbul ‘alamin dan rahmatan lil ‘alamin adalah dua kata yang mencerminkan arti alam yaitu alam beserta isinya yang semuanya adalah milik Tuhan atau Allah SWT.
Manusia mempunyai kedudukan tertinggi di alam. Maksimal dan kurangnya kedudukan manusia di alam adalah sebagai pemimpin, wakil tuhan, atau pengelola alam. Oleh karena itu, kedudukan yang istimewa ini membebani manusia untuk bertanggungjawab lebih. Sebagai puncak dari semua ciptaan manusia harus menjaga dan mengelola ciptaan lain dengan sebaik mungkin, khususnya menjaga alam.
Perusak Alam
Berlandaskan pada tugas manusia yang diutarakan dengan begitu singkat padat dan mudahan-mudahan berarti. Perusak alam bisa kita beri pengertian sebagai orang yang salah menjalankan tanggungjawabnya. Manusia menurut penjelasan singkatnya harus menjaga alam. Tapi, mengapa “#Bapakperusakalam” malah melakukan sebaliknya, padahal tugasnya bukan merusak.
Manusia yang dilabeli perusak alam melalui tagar #Bapakperusakalam adalah orang-orang atau kelompok yang berkompromi membuat alam ini tidak sehat. Tentu bukan bapak-bapak itu yang secara langsung melakukan tindakan perusakan itu. Tapi, masyarakat memandang pemindahan Ibu Kota itu akan banyak merusak alam, bahkan manusia diduga akan menjadi korban yang dirugikan pula. Di suatu wilayah hutan belantara dan pesisir Provinsi Kalimantan Timur paling tidak yang akan merasakan dampak itu.
Kita orang Indonesia yang termasuk pengguna media internet dengan rata-rata yang cukup tinggi di depan layar, tentu tahu yang dimaksud tagar #Bapakperusakalam di trending itu. Anggapan-anggapan liar masyarakat dari kalangan tertentu juga bermunculan untuk merespon UU IKN itu. Saya rada-rada takut mengungkapkan anggapan mereka. Misalnya, proyek IKN dirasa, dianggap atau dipikir tentu di pikiran liar masyarakat yang mungkin saja pernah merasa kecewa dengan kebijakan Pemerintah Indonesia.
Untuk itu, kembali kepada apa yang ingin dibahas pada tulisan ini, bagaimana pandangan Islam mengenai perusak alam. Apa hukuman yang layak diterima oleh perusak alam menurut Islam? Jawabannya, tidak ada. Mengapa tidak ada? Iya, tidak ada karena Islam adalah ajaran ketundukan dan kepasaran kepada Allah SWT. Selain itu yang namanya ajaran tentu tidak bisa melaksanakan suatu hukuman. Pemeluk ajarannya lah yang menghukumi.
Namun, ada salah satu hukuman yang dirasa pantas oleh pemeluk ajaran Islam dan bisa kita lihat bersama. Ini tentu sangat terbatas, maksud saya tidak mengatakan semua penganut ajaran Islam, tapi karena Indonesia mayoritas muslim paling tidak ini mewakilkan, yaitu dengan membuat tagar #Bapakperusakalam.
Boleh jadi hukuman seperti ini pantas. Tapi, apakah hanya itu? Kalau dalam kehidupan temporal mungkin hanya itu. Walaupun kalau ingin membahas hukum Islam, sebenarnya selaras dengan aturan-aturan di negara. Akan tetapi, juga bukan membahas hukum Islam terhadap perusak alam yang menjadi inti pembahasan tulisan ini.
Baiklah, kita kembali lagi kepada tujuan tulisan ini. Manusia yang bertugas mengelola dan menjaga alam tetapi malah melakukan sebaliknya, di dalam kehidupan temporal bisa saja hanya mendapat hukuman seperti yang dikatakan di atas, atau bahkan tidak akan mendapat hukuman apa-apa. Namun, dalam kehidupan eternal, perusak alam itu harus mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya kepada penciptanya. Secara eskatologi atau ilmu tentang kehidupan setelah kematian manusia di dunia, manusia secara individu berjalan menuju ke hadapan Penciptanya untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah ia lakukan di kehidupan temporal. Apabila ia merusak alam, maka ia akan dirusak pula di sana. Begitulah kurang lebih. Kendati tidak detail, tapi itulah yang barangkali menjadi gambaran. Belum lagi siksa kubur dan sebagainya. Biarlah ahli agama atau alim ulama’ yang spesifik membahas ini.
Pemahaman tentang tanggung jawab manusia sebagaimana dijelaskan di atas membuat saya berkesimpulan, bukan tugas manusia menghakimi manusia lain. Tugas itu adalah tugas pencipta yang mempunyai sifat hakim yang Maha Bijaksana. Bukan berarti manusia tidak dapat sepenuhnya melakukan hal itu. Manusia dapat melakukan tapi bukan untuk memberi nilai baik-buruk dengan memviralkan tagar trending topik #BapakPerusakAlam. Tugas manusia adalah mengingatkan manusia yang lain agar kembali kepada tujuan dan tanggung jawab hidupnya yakni merawat alam.
Hubungan manusia dengan manusia lain ibarat alarm yang mengingatkan untuk bangun dari ketidak sadaran terhadap tujuan dan tanggung jawabnya sebagai manusia. Maka, kita sebagai alarm harus mengingatkan manusia lain yang berada di bawah ketidak sadaran tersebut. Dengan memposisikan diri sebagai alarm, kita dapat bermanfaat untuk manusia lain. Itulah manusia, khairunnaas anfa’uhum linnaas (sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia banyak). Sedikit dan singkat, tapi saya harap bisa menjadi pengingat dan bermanfaat.(*)