Malang Posco Media – Dinamika pembelajaran daring dan luring telah dilaksanakan dua tahun belakangan ini berdasarkan keputusan Pemerintah Pusat dan Daerah atas pertimbangan penyebaran angka Covid-19 di setiap daerah dan pertimbangan kesehatan serta keselamatan seluruh warga masyarakat terutama keselamatan pendidik dan peserta didik yang berinteraksi di sekolah-sekolah.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makariem mengambil kebijakan agar pemulihan pembelajaran segera dilakukan agar Indonesia terhindar dari learning loss, dimana akan terjadi satu generasi yang tidak belajar secara efektif sebagaimana seharusnya karena kendala konektivitas yang tidak bisa diandalkan, masalah tidak punya gawai, menjadi masalah fundamental sehingga pelaksanaan daring sulit dilakukan (gtkdikdas.kemdikbud.go.id).
Di samping faktor ketersedian infrastruktur pendukung untuk kegiatan pembelajaran daring ada dampak psikososial yang dihadapi peserta didik. Seperti kebosanan, kejenuhan, waktu berinteraksi dengan teman-teman seumurnya hilang, kondisi belajar yang menjenuhkan kadang menyebabkan peserta didik mengalami depresi karena keceriaan dalam belajar purna diganti dengan google meet, zoom atau video conference.
Bahkan untuk daerah tertentu, pembelajaran daring dimaknai sebagai libur sehingga pemerataan pembelajaran menjadi sebuah utopia di tengah pandemi. Persoalan lainnya adalah tanggung jawab orang tua dalam membimbing peserta didik di rumah terkendala dengan kesibukan orang tua dalam mencari nafkah dan kesibukan lainnya.
Fenomena ini menjadi sebuah gunung es untuk masa depan bangsa jika tidak ditangani secara serius. Fenomena learning loss sudah dirasakan dan dampaknya terhadap bangsa Indonesia akan dicermati di waktu mendatang.
Fenomena Learning Loss
Edy Suandi Hamid (Guru Besar Universitas Islam Indonesia) menegaskan bahwa learning loss adalah hilangnya kemampuan akademik pengetahuan atau keterampilan peserta didik. Artinya selama masa pandemi Covid-19 banyak anak kehilangan kesempatan untuk menginternalisasi pengetahuan hingga keterampilan hidup untuk masa depannya.
Menurut Ukfiet (https://app.cnnindonesia.com/), learning loss adalah keadaan dimana seseorang atau siswa kehilangan minat belajar, yang sangat berdampak pada pengetahuan dan keterampilan anak secara spesifik akan menurun.
Sejak penutupan sekolah, sudah ada dua pertiga atau 68 persen pelajar di seluruh dunia, yang mengalami learning loss. Menurutnya, learning loss ini disebabkan oleh waktu belajar berkurang, kesenjangan akses pendidikan dan banyak anak putus sekolah.
Mencermati situasi dan kondisi pembelajaran di masa pandemi Covid-19 saat ini, pemerintah telah mengambil kebijakan pemulihan sebagai langkah antisipasi keberlanjutan fenomena learning loss dengan mengizinkan pelaksanaan tatap muka terbatas hingga tatap muka penuh.
Kebijakan ini mendapat respon positif dari semua lapisan masyarakat agar pembelajaran di sekolah-sekolah dikembalikan kepada hakikat dasarnya sebagai tanam belajar dimana peserta didik dibentuk secara holistik dalam seluruh dimensi kemanusiaannya.
Ini artinya bahwa hakikat pendidikan adalah proses hominisasi dimana seorang individu berkembang untuk mencapai kedewasaan sebagai manusia seutuhnya lahir dan batin. Melalui pendidikan, peserta didik mampu memiliki kemerdekaan berpikir, merasa, berbicara dan bertindak, serta percaya diri dengan rasa tanggung jawab dalam setiap tindakan dan perilaku sehari-hari, serta membantu peserta didik untuk menemukan hakikat kemanusiaannya; dihargai, diterima, dan diakui. Inilah hakikat pendidikan dalam konteks yang amat luas. Jadi bukan sebatas pada penanaman pengetahuan atau dimensi kognitif semata.
Gerakan kembali ke hakikat pendidikan sebagai “taman belajar” ini akan berhasil jika semua stakeholder pendidikan, terutama pendidik memiliki HATI (heart) untuk menyentuh kedalaman esensi setiap indivudu peserta didik sebagai makhluk rohani. Sapaan ini harus menyentuh “ruah” atau roh peserta didik agar tercipta ekosistem damai untuk menata pembelajaran setelah masa pandemi.
Hati Pendidik untuk Siswa
Pemulihan learning loss menuntut seorang pendidik hadir sebagai sosok yang memiliki hati memahami agar mampu menghidupi, memberikan semangat dan memengaruhi peserta didik dalam menumbuhkan kembali semangat belajar yang hilang selama masa pandemi.
Perhatian dan sentuhan hati seorang guru ini akan menumbuhkan semangat optimisme kepada peserta didik dalam belajar. Ekosistem sekolah seperti ini akan menciptakan lingkungan belajar dimana peserta didik akan cepat ber-readaptasi dengan suasana sebelum pandemi.
Inilah tanggung jawab dari seorang pendidik untuk mengembangkan panggilan perutusannya secara nyata dalam mendampingi peserta didik di sekolah. Sikap dan cara penerimaan pendidik terhadap keragaman kemampuan peserta didik setelah menjalani pembelajaran daring akan dalam strategi pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik.
Pendidik harus mampu menumbuhkan keyakinan peserta didik agar tercipta motivasi yang besar dari dalam diri peserta didik untuk mau berubah. Sebab mengajar pada prinsipnya adalah membagikan dari kedalaman hati apa pun yang menjadi pengalaman dan nilai-nilai keutamaan hidup yang dihayati (A. M. Sufiyanta).
Dalam situasi pemulihan ini seorang pendidik hadir sebagai figur penyala obor kehidupan dan penumbuh kekuatan dalam diri setiap peserta didik.
Pendidik Pulihkan Pendidikan
Carut marutnya situasi pembelajaran selama masa pandemi dapat dipulihkan jika pendidik sungguh menghayati spiritualitasnya sebagai seorang sosok yang patut digugu dan diteladani melalui pemberian diri secara total dan utuh kepada pendidikan generasi emas Indonesia.
Roh kehadiran seorang guru harus membangun energi positif kepada peserta didik dengan langkah yang sederhana. Seperti banyak memberikan senyum dengan ekspresi kegembiraan sehingga peserta termotivasi untuk bergerak dan berubah ke arah yang lebih baik. Boekaerts (2002:8) dalam motivasional belief, menjelaskan bahwa persepsi siswa terhadap gurunya sangat menentukan motivasinya untuk belajar. Jika guru mengembangkan model interaksi yang berakar pada kedalaman batin seseorang maka ia akan dengan mudah mengarahkan anak didikannya.
Untuk mencapai ini dibutuhkan sikap keterbukaan antara pendidik dan anak didiknya agar tercipta interaksi belajar yang kondusif
Pandemi telah menciptakan ketidakstabilan proses pembelajaran di lembaga pendidik formal dengan konsekuensi adanya learning loss atau kehilangan kesempatan untuk belajar secara optimal. Proses pemulihan pendidikan ini menuntut agar setiap komponen pendidikan bergerak bersama agar tercipta ekosistem pendidikan yang kondusif untuk pembelajaran.
Figur penting dalam proses pemulihan pendidikan ini adalah pendidik yang memiliki komitmen akan panggilannya sebagai seorang guru dalam menumbuhkan energi positif di dalam diri peserta didik melalui interaksi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan tapi bermakna. Dengan pendekatan interpersonal ini diharapkan pemulihan pendidikan cepat tercapai.(*)