Mereka Tak Lebaran di Rumah Demi Kepentingan Publik
MALANG POSCO MEDIA- Bertahun-tahun tak lebaran bersama keluarga. Itu karena tugas, demi publik. Begitu yang dialami Edi Susianto, petugas Pemadam Kebakaran (PMK) Kota Malang.
Sudah 18 tahun Edi tidak pernah tenang saat merayakan lebaran. Betapa tidak kebakaran nyata ada saja yang terjadi saat lebaran.
“Sejak saya dipindah ke PMK sekitar 18 tahun lalu itu tidak pernah merasakan cuti bersama atau libur. Jadi PMK memang dituntut siap siaga 24 jam penuh,” katanya.
“Yang sering terjadi memang kebakaran habis Salat Id, saat silaturahmi mungkin membuat apa di dapur akhirnya ditinggal dan terbakar,” sambung Edi tentang fenomena kebakaran yang terjadi saat tugas piket lebaran.
Berdasarkan catatan Malang Posco Media, sejak Idul Fitri, Senin (2/5) hingga Rabu (4/5) kemarin, ada dua kejadian kebakaran di Kota Malang. Yakni kebakaran di Jalan Nusakambangan Kelurahan Kasin dan kebakaran di Jalan Bendungan Sutami Kelurahan Sumbersari. Praktis di dua hari itu para petugas PMK masih harus bekerja keras meski saat lebaran.
Sebagai Komandan Regu (Danru) di PMK Kota Malang, Edi yang merupakan warga asli Malang praktis tak bisa kumpul keluarga walau hanya sebentar saat lebaran. Mau tidak mau dia harus siaga kapanpun juga. Terlebih ketika lonceng tanda adanya kebakaran berbunyi.
“Di sini istilahnya ‘tungguk tutuk’, dimana lonceng dibunyikan, kita harus langsung kerja. Beberapa tahun ini ada tugas penyelamatan juga jadi tanpa lonceng dibunyikan kalau ada warga butuh bantuan evakuasi seperti evakuasi kucing, ular harus siaga juga,” tambah pria kelahiran 26 Mei 1965 itu.
Bagi Edi, lonceng yang banyak disebut petugas PMK sebagai ‘Lonceng Panggilan Jiwa dan Lonceng Kematian’ itu diakuinya memang kadang membuatnya panik. “Otomatis di hati itu langsung ‘deg’ begitu, kebetulan di rumah itu ada sepatu dan fire jacket, jadi langsung lari ambil sepatu, jaket dan helm langsung menuju ke unit (dan kemudian berangkat ke TKP),” ceritanya.
Sejatinya Edi sebelumnya pernah bertugas di kantor pemerintahan dengan jam kerja yang lebih teratur. Begitu ia dipindah ke PMK, tidak dapat dipungkiri keluarganya kerap komplain karena seringkali tidak bersama keluarga di saat-saat yang penting.
“Contoh suatu saat saya menunggu mertua mau ke sini. Setelah datang, lonceng tiba-tiba bunyi, mertua saya tinggal. Kebetulan (beliau) anggota TNI jadi sebenarnya paham betul. Kalau anak, ya pasti protes begitu ke saya. Sudah janjian mau main ke mall, sudah siap baju dan sebagainya tinggal berangkat, tapi tidak jadi karena lonceng bunyi,” tutur ayah dua anak tersebut.
“Pernah satu hari empat kali kejadian beruntun. Baru melepas jaket, lonceng bunyi lagi. Pernah juga ada tujuh kejadian (kebakaran) di waktu yang bersamaan. Kalau teman-teman berangkat lalu saya tidak ikut, ya tidak enak, jiwa korsanya kurang,” sambung Edi.
Bagi Edi, hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Terpenting, ia selalu memberi pemahaman kepada keluarga bahwa kerja di PMK memang menuntut kesiagaan. Waktumnya fleksibel karena pelayanan kepada masyarakat. Sudah banyak sekali kejadian kebakaran yang diatasi olehnya.
“Yang paling berkesan tugas pemadaman itu waktu memadamkan api yang tidak padam-padam. Seperti di Pasar Besar tahun 2016, tiga hari tidak padam. Saya sangat ingat karena bertepatan pas tanggal lahir saya, jadi kado istimewa yang saya tidak bisa lupakan,” kata dia.
“Lalu kebakaran di TPA Supit Urang yang tidak padam selama sebulan lebih dan luasnya kurang lebih 10 hektare,” sambung pria penghobi bulutangkis itu.
Di usianya yang ke 57 tahun, Edi masih tetap semangat menjalankan tugasnya. Meski kurang setahun lagi purna tugas, ia selalu termotivasi membantu penanganan kebakaran di Kota Malang. Dia selalu terjun langsung di lapangan dan menjadi yang terdepan melakukan penanganan kebakaran.
“Kala menangani kebakaran, ucapan terima kasih dari warga itu merupakan motivasi. Apalagi ada korban yang bisa diselamatkan, itu membuat kami bangga. Kalau sering lihat di media, di luar Jawa ada yang dipukuli, ya untung di Kota Malang tidak ada, masyarakat sudah dewasa,” tuturnya.
Di tempatnya bekerja, Edi juga selalu menjunjung filosofi ‘Semut Ireng’ yang juga menjadi filosofi tim rescue PMK Kota Malang. Dengan gotong royong dan bahu membahu selayaknya dilakukan semut, setiap masalah bisa diselesaikan bersama.
“Yang penting pesan untuk teman-teman yang baru masuk, paling utama adalah cintai pekerjaan. Kita bekerja di PMK bukan Superman, tapi supertim. PMK bekerja sendiri tidak bisa, kalau secara tim bisa segera terselesaikan. Jadi cintailah pekerjaan seperti mencintai diri sendiri maka ketika bekerja akan menjadi enjoy,” pungkasnya. (ian nurmajidi/van)