Peristiwa yang menimpa Emmeril Kahn Mumtadz di Sungai Aare di Bern mengingatkan saya kala di Swiss. Kami sempat berlibur di sungai itu.
Innalillahi wa innalillahi rojiun. Warga Indonesia turut berduka. Termasuk saya dan suami pun ikut sedih. Turut berduka cita atas meninggalnya Emmeril Kahn Mumtadz, putra Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat.
Setelah sepekan pencarian belum membuahkan hasil, keluarga Ridwan Kamil menyatakan bahwa Eril (Emmeril Kahn Mumtadz) putra kesayangan Ridwan Kamil telah meninggal dunia. Semoga amal ibadah Eril diterima di sisi Allah. Amin.
Teringat tahun lalu tepatnya Oktober 2021, kami pergi ke Sungai Aare, sungai terpanjang di Swiss. Panjangnya 292 kilometer, membelah Bern. Namun kami tidak berkunjung ke Kawasan Marzili, tempat dimana Eril terakhir terlihat. Kami berada di pusat kota dekat Taman Beruang atau Baren Park. Cerita kami tentang liburan ke Bern dalam rangka ulang tahun saya dan Zirco tahun lalu telah dimuat di Koran New Malang Pos yang sekarang telah berganti nama menjadi Malang Posco Media, edisi 7 November 2021 dan CowasJP.com Laporan dari Swiss Edisi 17.
Sungai Aare memang sangat indah. Airnya jernih sehingga dasarnya pun terlihat. Warna turquoise atau hijau tosca yang menawan. Sungai Aare yang berada di Kawasan Marzili merupakan tempat olahraga air, antara lain berenang, rafting dan surfing. Warga lokal Bern, ibu kota Swiss sering rekreasi di sini saat musim panas. Sebenarnya bukan hanya di Sungai Aare, namun kebanyakan danau dan sungai saat musim panas akan digunakan untuk berenang. Kota Lausanne, tempat saya tinggal saat masih di Swiss juga memiliki Lac Leman atau Lake Geneva di daerah Ouchy yang sudah disediakan tempat untuk berjemur dan berenang.
Kami datang ke Sungai Aare (Aare River, Bern) pada saat awal mula musim gugur. Suhu sudah relatif dingin mencapai belasan derajat celcius. Sehingga kami tidak menemukan warga lokal sedang berenang. Saya dan Zirco hanya foto di pinggir sungai dan kebetulan juga ada pagar pembatas sehingga aman bagi para pengunjung.
Saat itu suami saya, papi Fariz dan Zygmund tidak ikut turun ke bawah (pinggir sungai) karena medannya penuh dengan anak tangga.
Sungai Aare di Kawasan Marzili merupakan sungai bebas dan lebar. Lebarnya sekitar dua kali Sungai Kalimas yang ada di dekat Mall Surabaya Plaza/Delta atau Monumen Monkasel Surabaya.
Meskipun dari atas terlihat arus airnya tenang, sejatinya air mengalir begitu deras. Sehingga kalau orang berenang pun langsung cepat terbawa arus. Di sana pun telah diimbau bahwa perenang harus berpengalaman. Warga lokal yang berenang pun tidak memakai pelampung karena merasa sudah bisa.
Di beberapa pinggir sungai sudah tersedia tangga. Wisatawan bebas mulai berenang dari mana dan keluar dari dalam air (mentas). Banyak sekali tanda yang menunjukkan rekomendasi untuk mentas. Berdasarkan video YouTube dari Syarif Zapata – Swiss dijelaskan bahwa tempat yang biasa dibuat berenang ini sejauh 2 kilometer. Ada perbatasan dimana semua perenang dan perahu karet wajib segera naik ke atas. Terdapat juga penjaga sungai di penghujung perbatasan. Saking lebarnya Sungai Aare maka apabila dilihat dari atas jembatan perenang pun nampak sangat kecil.
Fasilitas di sekitar area tersebut juga sudah sangat lengkap. Terdapat ruang ganti pakaian, loker penyimpanan, shower di pinggir sungai untuk membilas badan, papan yang berisikan suhu dan laju alir air sungai pada saat itu. Minggu kemarin suhu air rata-rata sekitar 15 derajat celcius. Kalau dipegang rasanya seperti air dingin di kulkas. Sebagai orang Asia yang terbiasa dengan suhu tropis rasanya masih sangat terlalu dingin. Berenang di Malang dan Batu tanpa adanya kolam air hangat saja sudah menggigil kedinginan.
Selain berenang di sungai juga tersedia kolam renang outdoor di kawasan tersebut. Suhu airnya lebih hangat, sekitar 23 derajat celcius. Saat musim panas seluruh area ini penuh dengan pengunjung. Dari mulai hanya berjemur saja, melompat dari atas jembatan untuk njembur ke sungai, hingga nongkrong di kafe. Dilansir dari Instagram Travel Blogger Syifa in Switzerland terlihat pascakejadian juga masih ada yang berenang di sungai dan keadaan sekitar pun juga masih ramai.
Apabila sedikit dirangkum maka berikut adalah beberapa tips untuk bisa berenang di Sungai Aare yang merupakan salah satu tradisi warga lokal Bern. Pertama, mengetahui titik-titik masuk dan keluar Sungai Aare. Kedua, memakai jaket pelampung supaya lebih aman meskipun perenang berpengalaman. Untuk perahu karet juga tetap hati-hati karena banyak bebatuan. Ketiga, berenang saat musim panas dimana suhu air mulai hangat serta menghindari arus deras tiba-tiba karena hujan. Keempat, sesuaikan tubuh dengan suhu air. Hindari tiba-tiba langsung melompat dari atas jembatan. Kelima, jangan berenang sendirian, alangkah baiknya ditemani warga lokal yang sudah mahir dan terbiasa.
Musim semi sekarang ini masih sering turun hujan dan cuaca cenderung mendung. Baik di Portugal maupun di Swiss. Sepertinya hal ini juga membuat Sungai Aare sedikit keruh. Hujan deras mengakibatkan arus sungai kencang dan debit air pun pasang. Meskipun Sungai Aare merupakan tempat biasa berenang, namun di beberapa rute pejalan kaki sudah terpasang tulisan yang bunyinya AARE, YOU SAFE??? Hal ini bermaksud untuk menyakinkan setiap langkah perenang bahwa harus siap dengan bahaya yang bisa saja terjadi di Sungai Aare.
Beberapa hari lalu suami bertanya, “kira-kira kalau terbawa arus begitu, langkah apa ya yang harus dilakukan supaya tidak tenggelam?” Dengan sok ide, saya yang mantan atlet renang menjawab, “harusnya badan tetap santai, tidak boleh panik, berusaha mengikuti arus sambil bergerak ke tepian. Badan terlentang supaya mengambang, kalau berdiri bisa kecapekan karena kaki terus bergerak untuk mempertahankan supaya tidak tenggelam.” Namun itu hanya teori semata. Meskipun bisa berenang namun jiwa bak petualang tidak ada. Hehe.
Jangankan mau berenang di sungai, danau atau laut. Kolam renang dengan kedalaman lebih dari 4 meter dengan dasar tak terlihat ditambah lagi penerangan tidak mumpuni saja tidak berani saya moms. Haha. Masih teringat pernah berenang di kolam arus Hawaii Water Park Malang. Saya dan adik tercinta Nugky Dyah Prastuti yang sudah memakai ban karet pun merasa was-was karena tidak sampai-sampai di tempat pemberhentian. Apalagi tiba-tiba ada ombak datang di kolam arus, rasanya ketakutan, takut nanti tenggelam dibawa ombak. Padahal ini cuma kolam arus buatan. Kalau di sungai, danau atau laut jelas sudah overthinking takut akan adanya buaya, ular, hiu, paus dan semua hewan-hewan air lainnya. Stay safe semua ya kawan pembaca apabila singgah di tempat baru. (opp/van)