spot_img
Saturday, October 19, 2024
spot_img

SK Pencabutan Diniai Salah Prosedur

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Sengketa lahan di Kedungkandang masih berlajut. Lahan ini direncanakan bakal menjadi Alun-Alun. Kabar ini didapat perwakilan 45 Mantan Anggota DPRD tahun 1998, yang dinilai kurang mengenakkan.

Pihaknya menyampaikan tiga kali somasi untuk ganti rugi ke Pemkot Malang. Tetapi ternyata Pemkot Malang telah mengeluarkan SK Pencabutan Keputusan Wali Kota Madya Malang tentang pelepasan lahan yang disengketakan tersebut tertanggal 6 Agustus 2021. Artinya SK Pelepasan yang dikeluarkan oleh Wali Kota Malang Soesamto pada 1998 sudah tidak berlaku dengan adanya SK pencabutan tersebut.

- Advertisement -

Ketua Tim Perwakilan 45 Mantan Anggota DPRD periode 1992-1997 Agus Sukamto mengatakan dirinya sangat terkejut dengan adanya surat tersebut. Sebab menurutnya hal itu tidak bisa dilakukan sebab saat ini  berlangsung proses hukum sengketa lahan dan belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Bisa saja lho ini masuk ke ranah pidana. Sekarang kita mengkaji ke ranah pidana pemalsuan. Bayangkan, kita terima 22 Juni 2022, suratnya (SK Pencabutan) kok tahun 2021. Begitu sidang resmi mengeluarkan SK itu,” kata Agus.

Tidak hanya itu, dalam lampiran SK Pencabutan itu ternyata juga ada yang aneh. Sebab dari 45 mantan anggota DPRD yang telah menerima surat pelepasan lahan, ternyata di lampiran berjumlah 46 orang. Satu orang tidak dikenal atas nama Wahyuningsih.

Lebih dari itu menurut Agus, secara prinsip SK pencabutan ini juga tidak logis. “Kedua dari segi prosedur, tidak ada dasar. Masa dasarnya surat penjelasan sama surat keputusan Ombudsman yang dimana dia sendiri lho tidak melaksanakan (memberi ganti rugi). Kalau sudah melaksanakan kan masih logis,” tukasnya.

Adanya temuan ini, Agus pun mengaku sudah tidak menaruh kepercayaan pada Pemkot Malang. Sebab langkah ini jelas-jelas tidak mencerminkan slogan Kota Malang yang bermartabat.

“Sebetulnya mediasi kemarin itu bagian dari kami untuk memahami karena selama ini pemkot itu stigmanya bermartabat. Tapi kok tidak ada respon dan ternyata kesannya senang ‘geger’. Harusnya duduk bareng, ‘wong’ mereka kenal akrab kok dengan saya,” lanjut Agus.

Wakil Ketua Tim Perwakilan 45 mantan anggota DPRD 1998 Miftah Arifien mengatakan langkah hukum ini terpaksa ditempuh sebab tidak ada respon baik dari Pemkot Malang untuk mengganti rugi sesuai dengan arahan keputusan Depdagri dan Ombudsman.

“Kami tidak akan menghambat program pembangunan di Alun Alun Kedungkandang. Lahan kan totalnya 4,6 hektar, yang sedang diproses hukum kan 2,54 hektar, kalau 2,1 hektar yang mau dibangun ya silahkan dijadikan program Alun-Alun Kedungkandang. Kalau mau seluruhnya, ya selesaikan dong dengan kami. Kami tidak menuntut harus SHM, tapi ganti dengan biaya yang sudah kami keluarkan,” papar Miftah.

Saat ini pihaknya berharap pengadilan nantinya bisa memberikan keputusan yang seadil adilnya. Ia pun yakin pengadilan bisa memberikan keputusan yang adil tersebut. Dijadwalkan persidangan bakal dilanjutkan lagi pada Kamis besok.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Malang Suparno enggan berkomentar lebih jauh. Ia memilih untuk menjalani terlebih dahulu proses persidangan di Pengadilan Negeri Malang, Kamis (30/6) hari ini. “Saat ini proses masih di PN, kami ikuti saja dulu alurnya,” kata dia. (ian/imm)

- Advertisement -
spot_img
spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img