MALANG POSCO MEDIA- Pemkot Malang diminta mengembalikan uang pungutan Retribusi Jasa Usaha selama lima tahun dari objek lahan yang kini didirikan bangunan supermarket. Lokasinya di Jalan Raya Langsep No 3. Jumlah retribusi yang harus dikembalikan Pemkot Malang sebesar Rp 56 juta.
Itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Yakni menolak kasasi Pemkot Malang setelah digugat Handoko.
Masalah ini bermula ketika Handoko, pemilik bangunan diberi surat teguran oleh Pemkot Malang tahun 2019. Isi surat Pemkot Malang menyatakan ada kerugian negara sebesar Rp 2,6 miliar atas aktivitas usaha di bangunan yang menjadi usaha supermarket.
Pemkot Malang awalnya menganggap Handoko melanggar. Sebab mengalihkan izin pemakaian lahan menjadi tempat usaha dan disewakan ke pihak ketiga.
Namun pemilik bangunan merasa tidak melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian negara. Ditempuhlah jalur hukum. Apalagi Handoko merasa Pemkot Malang tidak memiliki hak kepemilikan lahan tersebut.
Tim Kuasa Hukum Handoko, A Wahab Adhinegoro SH MH dan Benny Ruston SH MH menjelaskan dalam serangkaian proses hukum Pemkot Malang dinyatakan kalah atau melakukan tindakan melanggar hukum.
“Awalnya tahun 2019 awal kami gugat Pemkot Malang tapi kami kalah di Pengadilan Negeri Malang. Lalu kami banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, kami menang. Setelah itu Pemkot Malang mengajukan kasasi. Kasasinya ditolak,” jelas Benny Ruston kepada Malang Posco Media, Senin (11/7) kemarin.
Atas putusan Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Pemkot Malang, lanjut Benny, maka Pemkot Malang harus mengabulkan apa yang digugat Handoko sesegera mungkin.
Yakni mengembalikan uang pungutan Retribusi Jasa Usaha yang dilakukan Pemkot Malang. Jumlahnya Rp 56.175.000,00. Pasalnya dalam putusan PT Surabaya, objek sengketa merupakan tanah negara yang belum dibebani hak. Artinya Pemkot Malang tidak berhak memungut retribusi apapun.
“Yang berhak mengambil pungutan adalah negara. Karena status objek lahan bangunan dikuasai negara. Jadi pungutanya adalah PBB (Pajak Bumi Bangunan) saja dan negara yang ambil,” tegas Benny.
Pihaknya menyayangkan sikap Pemkot Malang yang dianggap cacat hukum. Karena menganggap lahan bangunan milik Handoko adalah aset milik Pemkot Malang. Dan secara resmi mengirimkan surat teguran kepada pemilik lahan untuk membayar retribusi sewa.
Apa yang dilakukan Pemkot Malang ini, kata dia bisa saja terjadi pada lahan atau bangunan lain. Bertindak tanpa mengetahui asal-usul status lahan yang dimaksud.
“Klien kami memiliki bukti akta jual beli tanah itu. Ia membeli di tahun 2017-an, mulai bayar retribusi karena bangun gedung usaha sejak tahun 2012 sampai 2017 karena ada hak guna bangunan. Tahun 2017 habis hak itu dan mau diperpanjang tidak boleh. Alasannya klien kami menyewakan gedung ke pihak ketiga tanpa izin Pemkot Malang. Lalu disurati itu isinya ada kerugian negara sampai Rp 2,6 miliar,” jelas Benny.
Beruntung proses hukum yang dilalui berakhir kemenangan dari pihak Handoko. Meski begitu hingga saat ini Pemkot Malang belum memberikan apa yang menjadi tuntutan Handoko usai memenangkan proses hukum.
Karena itulah Benny meminta Pemkot Malang segera melaksanakan keputusan pengadilan yang sudah ditetapkan. “Kami segera mengajukan permohonan eksekusi. Meminta agar Pemkot Malang melaksanakan hasil keputusan dari PT Surabaya. Kan kasasi Pemkot Malang sudah ditolak,” jelas Benny.
Menanggapi putusan pengadilan, Pemkot Malang belum bersikap. “Tidak, belum ada,” singkat Kabag Hukum Pemkot Malang Suparno SH MHum saat dikonfirmasi, kemarin.
Saat ditanya mengenai duduk permasalahannya, Suparno tidak menjelaskan lebih jelas. Alasannya belum mengetahui lebih detail mengenai kasus yang bermula tahun 2019 lalu tersebut. (ica/van)