Malang Posco Media – AGUSTUSadalah sejarah dan perlawanan bagi Indonesia dalam merebut martabat dan harga diri sebagai bangsa. Bulan yang sama pula, Agustus adalah sejarah tertulis dan tonggak per-lawanan Arema dalam merebut dan harga diri melalui sepak bola.
Sepak bola adalah pesona kemanusiaan. Ragam pesona itu mementaskan berbagai hasrat dan harapan. Hasrat kemenangan. Hingga, gagalnya harapan berupa kekalahan. Kekalahan dan kesedihan adalah hasil dari harapan yang sedang dikecewakan.
Sepak bola dari dulu hingga kini, ditasbihkan dan menjadi panggung hasrat dan kemanusiaan yang mempertontonkan berbagai pesona kemanusiaan. Di dalamnya, selalu memperagakan strategi dan taktik seolah perang untuk merebut kuasa dan pengaruh; krisis; bencana; dan, berbagai skandal pengkhianatan terhadap fair play.
Meski selalu diwarnai drama menyedihkan. Sepak bola tidak pernah usang, lapuk bahkan mati. Justru makin mengundang daya tarik dan pesona. Bahkan hiburan bagi seluruh umat manusia di berbagai belahan dunia. Tanpa mengenal perbedaan status dan kelas sosial.
Sepak bola mampu menghipnotis saluran kehidupan. Sepak bola mampu menyatukan perbedaan atas nama fanatisme. Itulah fragmentasi bola. Meminjam istilah Franklin Foer (2004), dalam bukunya yang menarik bertajuk Memahami Kehidupan Lewat Sepak Bola.
Sepak bola bukan sekadar permainan dan tontonan. Sepak bola adalah kehidupan. Sepak bola bukan sekadar permainan dan tontonan. Namun, sepak bola adalah cermin kehidupan sekaligus pengetahuan. Sepak bola adalah dunia para hero yang mempertontonkan sekaligus daya pamer atas segala bakat, kemampuan di atas lapangan hijau.
Para hero di lapangan hijau memamerkan segala kemampuan dan bakatnya bukan sekadar untuk permainan namun untuk merebut kuasa dan pengaruh berupa kemenangan.
Ragam dan unjuk kebolehan yang dipamerkan para hero seolah seperti panggung opera sabun. Di sinilah, wajah sepak bola yang seakan terus hidup tanpa ada keinginan untuk mati. Panggung seperti inilah, sepak bola seolah terus mampu menghibur dan menghipnotis para penonton.
Akan tetapi, sepak bola bukanlah panggung opera sabun yang dangkal. Sebab sepak bola, para hero-nya harus selalu siap terlibat dalam pergulatan yang keras, penuh intrik dan lainnya untuk tujuan akhir yang diharapkan.
Pergulatan yang dilakukan para hero tidak selalu berakhir dengan hasil akhir gemilang berupa kemenangan.
Karena itu, Arema lahir bukan semata soal olah raga, dalam hal ini sepak bola. Arema ada dan terlahir untuk meletakkan dasar kehidupan yang sangat filosofis dan mampu menyemai benih sikap keberanian, tanggung jawab dan charity dalam menyelamatkan martabat dan harga diri. Dalam bentuk prestasi dan kebanggaan kolektif bagi siapapun.
Bisa dipahami, apabila kemudian, Arema yang terlahir dari jejak perlawanan atas peta sepak bola negeri ini. Semula bukan pelaku besar dalam sepak bola nasional dalam waktu singkat mampu merebut dan menjadi salah satu kekuatan sepak bola di negeri ini. Kekuatan yang direbut dan diperoleh melalui prestasi.
Dalam lapangan hijau, Arema memberikan pelajaran dan cermin kehidupan bagi publik. Tidak hanya sebatas menjadi pusaran kebanggaan kolektif. Tetapi, sepak bola dan kehidupan harus dijalani dengan hati dan jiwanya. Pertautan hati dan jiwa-jiwa yang hidup akan terlahir patriot kehidupan yang berasal dari lapangan hijau.
Patriot itulah yang semestinya terlahir dalam kehidupan yang sesungguhnya. Para patriot itu pula kemanapun langkahnya adalah untuk menebarkan mimpi besar bagi lingkungan di sekitarnya.
Hadir dan lahirnya para patriot cukup dirasakan imbasnya takkala Arema menulis sejarah dan jejak perlawanannya. Tidak hanya saat kompetisi sepak bola dilangsungkan. Denyut sosial, ekonomi, budaya dan politik tentang spiral effect Arema terus berlangsung hingga kini.
Tiap kali kompetisi berlangsung, imbas ekonomi biru Arema melonjak drastis. Cerita sukses ekonomi mampu diraih. Pendapatan kotor hasil pertandingan mampu meraih angka Rp 2,5 miliar. Bila pertandingan besar dan klasik. Bisnis turunan dari sepak bola terbangun. Pedagang asongan lebih dari 370 pelaku beredar. Belum lagi usaha parkir. Usaha transportasi pun memperoleh imbasnya.
Ekonomi biru Arema memberikan efek positif bagi daerah, korporat, masyarakat dan pihak lainnya. Hanya saja, fenomena ekonomi biru belum mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Khususnya, pemerintah daerah. Ekonomi biru Arema bagi daerah hanya dilihat dari kepentingan jangka pendek.
Sejarah tertulis dan jejak perlawanan, ada dan terlahirnya Arema memang telah mengundang perhatian para penulis, peneliti asing dan dalam negeri yang melahirkan sejumlah kajian dan penelitian yang lebih banyak dari sisi sosiologi, antropologi, sejarah, politik. Sedangkan kajian dan penelitian yang berlatar belakang ekonomi biru masih langka. Perkembagangan terbaru, kajian dan penelitian tentang Arema dari sisi ekonomi media mulai muncul.
Sepak bola diakui selalu dipenuhi dengan teka-teki. Namun, siapa sebenarnya yang dapat merebut hati publik bola? Skuad Arema, sekarang ini dihuni oleh para pemain dari berbagai tempat asal geografis dan bangsa. Namun, hampir semua skuad Arema telah demikian menyatu dengan watak orang Malang. Seolah melebihi orang Malang itu sendiri. Keras dalam berprinsip dan berkeyakinan. Terbuka dan bersahaja. Penuh semangat dan pasti rasa gembira itu selalu terurai. Itu yang menjadi watak orang Malang. Dari dulu, pemain manapun jika berada di skuad Arema, watak dan karakternya sangat khas.
Wajah dan watak itu membuat langit itu makin menjadi biru. Langitnya harapan. Birunya semangat. Birunya sebagai jiwa yang menyatu ke seluruh kehidupan masyarakat. Hati publik bola disatukan dengan birunya harapan: prestasi.
Tiap kali, bulan Agustus, kesadaran lokal terbangun. Secara serempak Peme-rintahan Daerah di Malang Raya memberikan himbauan khususnya di instansinya seluruh aparat pemerintahannya untuk menggunakan jersey Arema saat bekerja. Tiba-tiba, setiap perkantoran berubah ujudnya menjadi biru.
Namun, semua publik sadar bahwa Arema tidak mungkin bisa menjadi seperti sekarang ini jika Arema belum atau tidak mampu merebut hati publik bola di Malang.
Publik bola tentunya tidak ingin langit yang membiru ini berubah menjadi kelam. Publik bola telah berusaha sekuat mungkin menjaga langit itu tetap berwarna biru dengan caranya masing-masing. Karena, birunya harapan telah menyatu padu untuk satu keinginan dan harapan. Birunya langit itu akan menjadi sejarah baru yang kini sedang dinantikan.
Sepak bola mengajarkan Kita Bersaudara. Kita Indonesia. Lafal kalimat itu penuh makna. Karena itu, intonasi kalimat itu bukan sekadar pekikan biasa. Lafal itu layak untuk dipekikkan bersama dalam suasana perayaan kemerdekaan bangsa ini. Seperti umumnya, setiap warga melakukan selebrasi kultural, yakni perayaan Agustusan setiap jelang 17 Agustus sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Selamat Ulang Tahun Arema….(*)