Usianya tak muda lagi. Namun semangat dan kemampuan menyelam tak kalah dengan mereka yang masih muda. Itulah Soewito Adhireksa. Salah satu prestasi pria 60 tahun ini sebagai peserta Rekor Dunia Selam Guinness World Records tahun 2019. Di balik itu, dia juga kerap ikut operasi SAR.
Rekor itu dipecahkan di Pantai Manado Kawasan Megamas Sulawesi Utara. “Waktu itu kami dari Brimob Diving Club ada 60 orang yang ikut menjadi peserta Rekor Dunia Selam Guinness World Records. Alhamdulillah semuanya bisa menyelesaikan dengan baik,’’ katanya mengawali cerita.
Wito begitu dia akrab disapa mulai aktif di dunia selam, sejak tahun 1983. Saat dia masuk Brimob Diving Club. Wito mengaku ikut klub selam tertua Polri itu tak lain untuk menyalurkan hobi.
“Tadinya saya suka snorkling. Kemudian ingin belajar menyelam, makanya saya masuk Brimob Diving Club saat itu,’’ ungkap bapak satu anak ini.
Berada di kub selam, Wito betul-betul belajar teknik menyelam dengan baik. Dia memulainya di Kelas Open Water Diver. Wito sendiri mulai ketagihan saat kali pertama ikut praktik di Pasir Putih Kabupaten Situbondo. Saat itu dia menyelam dengan kedalaman 18 meter.
“Waktu itu saya didampingi instruktur, dan melihat keindahan bawah laut yang luar biasa,’’ kata Ketua Brimob Diving Club ini.
Dari kelas Open Water Diver, ia melanjutkan jenjang selamnya. Yakni sebagai Advance Diver dilanjutkan pada Rescue Diver, Dive Master sampai instruktur.
“Selam ada jenjangnya. Setiap jenjang memiliki sertifikasi. Saat ini jenjang saya adalah instruktur. Saya punya kapasitas mengajari, menguji dan meluluskan,’’ kata pemilik sertifikat instuktur selam yang dikeluarkan Professional Association of Diving Instructors (PADI) ini.
Selama mengikuti Brimob Diving Club, Wito sendiri kerap melakukan aktivitas selam. Tidak hanya lautan yang ada di Jawa saja yang dijelajahi. Tapi juga lautan di luar Jawa. Dikatakan Suwito dia pernah menyelam di lautan Manado, Ambon, Papua, Raja Ampat, dan banyak lagi.
“Paling jauh di lautan Sulawesi Utara perbatasan dengan Filipina. Di sana pemandangan bagus banget,’’ katanya. Wito mengaku berada di dalam lautan memberikan kepuasan tersendiri. Dia bisa melihat keindahan bawah laut. Mulai dari ikan, tanaman dan lainnya.
“Kalau ada alat yang bisa 10 jam berada di bawah laut, mungkin saya akan menyelam 10 jam. Tapi tidak demikian. Alat yang kita bawa itu terbatas kapasitasnya, sehingga waktu menyelam pun sangat ditentukan,’’ urai alumni Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya ini.
Dia menyebutkan, untuk menyelam dengan kategori Sport Fun Dive kedalaman maksimal 40 meter waktunya hanya tujuh menit. Itu bagi dia yang suka menyelam sangat singkat. “Jadi belum puas kami menyelam waktunya sudah habis. Makanya kami memilih Sport Fun Dive di kedalaman 20 meter. Kami bisa menyelam 50 menit,’’ tambahnya.
Seiring dengan keahliannya menyelam dan bergabung di Brimob Diving Club, Wito pun kerap terlibat operasi SAR. Terutama yang berhubungan dengan air. Dia kerap menyelam di Sungai Brantas, Sungai Bango, Sungai Lesti dan sungai lainnya, untuk mencarian korban tenggelam.
“Kalau ada kecelakaan air, saya dengar langsung berangkat. Bergabung dengan tim SAR lain saya langsung menyelam ke sungai untuk pencarian korban,’’ ungkap Wito.
Kendati memiliki kemampuan selam, bukan berarti dia menyelam sembarangan. Situasi dan kondisi air tetap diperhitungkan. Terlebih dengan air yang terkadang memiliki misteri. “Keselamatan tetap diutamakan. Jangan sampai kita mencari korban kecelakaan air, justru menjadi korban kecelakaan juga,’’ katanya.
Termasuk saat melakukan pencarian korban kecelakaan air di laut. Kekuatan ombak dan kondisi alam lainnya juga diperhitungkan dengan teliti. “Saat di laut pertama sisir awal korban kecelakaan, kemudian ke titik-titik laut sesuai dengan kondisi alam. Ada perkiraannya. Tapi sebelum menyelam kita harus tahu juga kondisi ombak dan kondisi alamnya,’’ tutur dia.
Aktivitas itu dilakukan Suwito sampai sekarang. “Terjauh gabung dengan SAR mencari korban tenggelam di Ponorogo. Ya ini hobi sekaligus untuk aksi kemanusiaan,’’ tambahnya.
Wito mengaku puas saat berhasil menemukan korban kala menyelam. Apapun kondisi korban. Karena dengan menemukan korban, maka dapat memberikan kepastian kepada keluarga korban maupun warga.
Wito pun kerap berbagi ilmu. Sebagai instruktur dia kerap mendapatkan panggilan mengajar. Ia pernah mengajar di tim selam Divisi Infanteri 2 Kostrad dan Universitas Brawijaya. “Tapi saat ini saya lebih banyak mengajar privat. Membuka kursus kilat. Saya bersyukur, ilmu yang saya peroleh bermanfaat,’’ pungkasnya. (ira ravika/van)