MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Berada di gate 11 tribun Stadion Kanjuruhan, terakhir kalinya Nur Saguanto ingat akan kekacauan hebat sebelum tak sadarkan diri, Sabtu (1/10) malam. Pemuda 19 tahun itu terbangun di rumah sakit dalam kondisi luka lebam di mata dan kaki kirinya mengalami retak. Begitulah Aan, sapaan akrabnya, bercerita tentang kesaksiannya dan selamat dari tragedi Kanjuruhan usai pertandingan Arema FC menjamu Persebaya.
Tak banyak yang dia ingat tentang peristiwa mencekam itu. Sejak duduk di bangku SMP kegemarannya menonton Arema langsung di stadion tak terbendung. Hampir bisa dipastikan setiap laga home Arema FC, Aan selalu menyaksikan langsung melalui tribun. Namun, saat itu lain cerita, kecintaannya itu berbuah tragedi yang menghilangkan nyawa ratusan orang.
Sebab saat itu tak sadarkan diri, Aan tak ingat apapun yang menimpanya ketika tragedi itu juga mengancam jiwanya. Aan menonton bersama dengan seorang kawan satu desa yang juga sempat mengalami luka. “Waktu mau pulang, saat lihat ke atas ada asap langsung sesak,” kata Aan saat ditemui di kediamannya di Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen, Kamis (6/10).
Mengenakan perban plester di kaki kiri dan bekas kulit melepuh yang mulai mengering di pelipis, wajah dan bagian sekitar matanya, Aan masih bisa tersenyum. Secara singkat ia menjelaskan kesaksiannya sebelum ia tumbang dan dibawa ke rumah sakit.
Saat itu baru saja terlihat olehnya beberapa orang turun ke lapangan. Tembakan gas air mata lalu memicu kekacauan di sekitar tribun tempatnya menonton. Seketika asap gas air mata yang meledak di dekatnya terhirup kuat dan terasa menghentak dadanya. Aan yang tak kuasa menahan berat napas dan sesak di dada akhirnya pingsan.
Tak ingat betul, orang mulai panik hingga mungkin ia terinjak-injak. Selain mengalami keretakan pergelangan kaki, juga luka di sekujur tubuh. “Tahu-tahu saya sudah ada di RSUD Kanjuruhan, Kepanjen. Saya sempat nelpon keluarga, tapi enggak bisa melihat HP karena pandangan mata kabur. Pusing,” tuturnya.
Kondisinya cukup memprihatinkan. Kedua matanya kini bengkak, bagian wajahnya juga melepuh seperti ada sisa gas air mata. Namun napasnya mulai terkontrol dengan baik. Ketika pertama terbangun di rumah sakit, Aan sempat hanya bisa menangis.
Alumnus SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi itu akhirnya bisa menghubungi keluarga melalui ponsel miliknya. Kondisi sudah pagi di hari Minggu, 2 Oktober 2022. Kepanikan keluarganya akhirnya terjawab dengan napas lega kabar baik Aan yang selamat.
Rumah sakit penuh sesak oleh korban tragedi yang menewaskan 131 orang itu. Ketika tubuhnya membaik dan kondisi jantung dan paru-parunya normal, Aan dipulangkan. Untuk mencari kesembuhan, akhirnya keluarga Aan mengantarkan ke Rumah Sakit Hasta brata untuk pengobatan lanjut. Setelah semakin membaik dia kembali dipulangkan.
Akan tetapi, Aan masih membutuhkan infus di rumahnya. Biayanya tak murah, hingga kini sudah sekitar Rp 790 ribu dihabiskan untuk rawat jalan. Dengan biaya peibadi dia berupaya mencukupi kebutuhan itu, namun belum cukup, dirinya harus mencari pinjaman ke beberapa orang demi mencukupi biayanya. “Kalau infus sudah dua hari semalam,” tuturnya sembari memperlihatkan hasil rontgen kondisi tulang pergelangan kaki kirinya yang retak.
Ibunya, Dewi Fitriyah, 37 tahun, akhirnya merasa cukup lega. Anaknya kembali ke rumah dengan keadaan selamat. “Pertama kali tahu di RSUD Kanjuruhan, dia (Aan) telfon sendiri baru kami tahu. Dari malam itu tidak bisa tidur mencari cari,” cerita Dewi.
Dewi ingin anaknya bisa kembali sembuh usai menjadi korban tragedi Kanjuruhan. Dia juga berharap bisa mendapat bantuan dari pemerintah untuk pengobatan anaknya. Sebab, hingga saat ini keluarga miskin ini belum dapat bantuan.
“Kalau bantuan sampai hari ini belum dapat bantuan. Kita rawat anak kami semampunya di rumah, waktu pertama kejadian kondisinya mengenaskan mas, matanya bengkak merah, lebah dan melepuh,” tandasnya. (tyo/bua)