MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi dalam tragedi Kanjuruhan mungkin saja kebetulan, tapi tak menutup kemungkinan tersekenariokan. Pengusutan tragedi yang memilukan ini harus dituntaskan. Berikut catatan terakhir wartawan Malang Posco Media, Buari dari hasil pandangan mata dan pengamatannya usai pertandingan 1 Oktober lalu.
Pada kesempatan ini, saya secara pribadi maupun mewakili Malang Posco Media mengucapkan turut berbela sungkawa atas tragedi Kanjuruhan yang telah merenggut sedikitnya 132 nyawa. Semoga almarhum almarhumah korban tragedi Kanjuruhan diterima disisiNya. Keluarga yang ditinggalkan, semoga diberi kekuatan, ketabahan dan kesabaran.
Terkhusus korban selamat, baik yang menjalani perawatan di rumah maupun yang masih di rumah sakit, semoga segera diberi kesembuhan. Terpenting lagi, semoga mereka semua bisa terbebas dari trauma berkepanjangan. Meski rasanya tragedi Kanjuruhan itu tidak akan pernah terlupakan. Termasuk oleh saya yang menyaksikan langsung korban bergelimpangan.
Lanjut tentang kejanggalan, setelah tak ada lagu anthem Arema yang dinyanyikan, masuknya suporter ke lapangan tanpa ada imbauan untuk kembali ke tribun, saya juga melihat ada yang janggal dalam menghalau suporter. Yaitu dalam penggunaan anjing K9 dari kepolisan, saya lihat dari tribun media, sekilas hanya ada satu anjing yang digunakan untuk menghalau.
Info dari Stenly Rehardson (Wartawan Malang Posco Media), ada satu ekor anjing lagi di sisi utara. Bagi saya ini agak janggal, karena untuk laga Arema FC vs Persebaya yang rawan kericuhan, harusnya diperlukan lebih banyak anjing. Selama ini, saya lihat menghalau kerumunan suporter yang masuk lapangan dengan menggunakan anjing ini cukup efektif.
Pada malam itu, saya lihat hanya sekali satu anjing dikeluarkan untuk menghalau suporter, dan berhasil membuat mereka semburat keluar lapangan. Pada kondisi suporter lari keluar lapangan, saya lihat lampu stadion tetap menyala terang seperti saat pertandingan. Padahal sudah tidak ada aktivitas yang terkait dengan pertandingan. Kalau biasanya, lampu sudah dibuat redup.
Seolah penerangan dibuat kita menonton aksi suporter vs aparat keamanan. Kebetulan saya merekam dengan jelas dari tribun VIP kejadian itu. Meski sempat ada yang menghardik saya untuk tidak merekam. Bahkan dia juga memaksa untuk saya menghapus rekaman di HP saya. Entahlah siapa dia, dan apa maksudnya. Padahal kenyataannya, banyak juga yang merekam kejadian di tengah lapangan itu.
Suporter sebenarnya sempat bisa dihalau, saat ada penambahan personel keamanan dan menggunakan anjing K9. Setelah itu, saya tak melihat anjingnya lagi. Terutama saat suporter kembali masuk lapangan dan akhirnya mendapatkan perlawanan keras dari aparat keamanan. Termasuk akhirnya muncul tembakan gas air mata yang sebenarnya dilarang masuk ke dalam stadion.
Ini kejanggalan terbesar, lantaran musibah gas air mata ini sudah pernah terjadi di Stadion Kanjuruhan dan makan korban satu nyawa melayang. Tahun 2018 silam, saat Arema menjamu Persib Bandung. Ternyata masih saja ada gas air mata dalam pertandingan Arema vs Persebaya, 1 Oktober lalu. Anehnya, Kapolres Malang mengaku tak menginstruksikan adanya tembakan gas air mata itu.
Jatuhlah banyak korban nyawa. Terutama dari tribun penonton yang pintu keluarnya dalam kondisi tertutup. Padahal itu sudah selesainya pertandingan. Sangat janggal jika kondisi pintu masih tertutup. Apalagi sampai ada pintu yang kabarnya dikunci dari luar, ini tentu sangat aneh. Jangan-jangan ini memang pembunuhan massal, seperti tudingan Aremania atas kejadian tersebut.
Aneh lagi soal permohonan perubahan kick off laga Arema FC vs Persebaya, dari malam jadi sore, ternyata ditolak PT Liga Indonesia Baru sebagai penyelenggara Liga 1. Terakhir, diantara PT LIB dan pihak Indosiar saling lempar tanggung jawab soal ditolaknya perubahan jadwal kick off. Heboh lagi soal gas air mata yang digunakan ternyata kadaluarsa yang dinilai lebih berbahaya.
Pada titik ini, saya sampai berpikir, mungkinkah semua ini ada dalangnya? Terlepas 132 korban nyawa itu mungkin tak terduga oleh si dalang, namun bisa jadi ada yang mengingingkan terjadinya kericuhan. Meski saya tak paham, apa sebenarnya target yang diinginkan dari kericuhan di stadion Kanjurahan. Dalang memanfaatkan banyak pihak sebagai wayang, yang bisa saja itu tak disadari.
Kalau yang menyadari posisinya sebagai bagian dari kericuhan, memang sengaja ikut sebagai pemicu, maka itulah provokatornya. Ini yang perlu diusut tuntas. Bahkan jika perlu dilakukan investigasi lebih jauh, termasuk penyebab kekalahan Arema. Seperti yang disebutkan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan, tentang adanya indikasi judi. Tentang pengkondisian hasil pertandingan derbi Jatim itu.
Bahkan sebelumnya ada Pengacara Alvin Lim yang ikut angkat bicara terkait tragedi Kanjuruhan. Alvin Lim menduga kuat, tragedi ini ada kaitannya dengan kasus peradilan Ferdy Sambo dan isu mafia judi, Konsorsium 303. Wow, sampai segitukah? Haruskah sampai mengorbankan sekian banyak nyawa? Maka harus disusut sampai tuntas! Ya harus tuntas!. (Buari)