.
Monday, December 16, 2024

Mewarisi Etika Politik Cak Nur

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nurcholish Madjid atau Cak Nur, salah seorang tokoh pemikir Islam Indonesia sejak puluhan tahun lalu sudah menerangkan tentang etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang disebut etika politik. Tetapi, apa yang diterangkan tidak kunjung membuahkan hasil memuaskan. Dengan kata lain, keterangan tersebut terjatuh jauh dari pohonnya.

Parahnya, sekarang pemikiran Cak Nur harus berhadapan dengan malapetaka berlipat dan penyakit sosial-politik yang lahir dari perselingkungan agama dan negara. Nilai-nilai tersebut dianggap oleh pelakunya (segelintir elit politik) sebagai kotoran yang harus dikeluarkan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir, yang entah arah mengalirnya ke mana.

Etika politik, kata Cak Nur, adalah nilai-nilai asasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan konstitusi negara (Pancasila dan UUD ‘45). Dalam fiqh siyasah etika politik Cak Nur memiliki kesamaan konsep. Prinsip demokrasi (dalam konsep Islam disebut syura/musyawarah) dan keadilan sosial (al-‘Adillah), yang mencakup ketaatan hukum, pemberantasan korupsi, dan ketaatan kepada pemimpin adalah kesamaan konsep yang dimaksud.

Demikian dalam beberapa ayat yang membahas tentang demokrasi dan keadilan sosial, yaitu surat al-Maidah: 8, an-Nisa’: 58, al-Hujurat 10-13, asy-Syura: 36-39, dan lain sebagainya.

Cak Nur menegaskan demokrasi sebagai cara, bukan tujuan. Suatu tujuan yang dicapai secara demokratis akan memiliki kualitas keabsahan lebih tinggi daripada yang dicapai secara tidak demokratis. Seperti istilah filosof eksistensialis Albert Camus—yang pikirannya seing menjadi kutipan Cak Nur—menegaskan bahwa tidak boleh ada pertentangan antara cara dan tujuan. Apabila tujuan membenarkan cara yang digunakan, maka cara yang digunakan itu sendiri ikut membenarkan tujuan yang dicapai.

Itulah salah satu sendi pandangan hidup menurut Cak Nur. “Pandangan hidup demokratis bertumpu dengan teguh di atas asumsi bahwa cara harus bersesuaian dengan tujuan.” Ketentuan inilah, menurut Cak Nur, jika dipraktikkan akan memancarkan tingkah laku demokratis dan membentuk moralitas demokratis. Dalam mengelaborasi Pancasila, menurut Cak Nur, prinsip demokrasi sebagai cara itu terungkap dalam sila keempat.

Penyakit Sosial-Politik

Mengenai kebangsaan, yang memprihatinkan Cak Nur adalah keadaan negara Indonesia sebagai soft state. Menurut Cak Nur, Indonesia adalah “negara lunak”, negara yang pemerintahan dan warganya tidak memiliki ketegaran moral, khususnya moral sosial-politik.

Cak Nur sering menegaskan mengenai penyakit sosial-politik bangsa Indonesia yang disebutnya penyakit “kelembekan” (leniency), “sikap serba memudahkan” (easy going), sehingga tidak memiliki kepekaan terhadap masalah penyelewengan dan kejahatan seperti korupsi.

Kasus korupsi yang semakin merajalela, dan tidak kunjung segera menemukan pemecahan masalah kendati telah didirikannya KPK, adalah salah satu hal yang membuat rakyat dan masyarakat tidak berdaya dan tidak mampu berbuat apa-apa gara-gara ulah penguasanya. Mereka bahkan harus memberikan upeti atau kontribusi kepada penguasa untuk mendapat favor dari penguasa.

Semua itu yang kemudian disebut sosiolog Jerman Max Weber sebagai sumber dari munculnya karakter kekuasaan politik Muslim yaitu soft state atau “negara lembek.” Seolah-olah tidak terdapat etika politik yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara; sehingga menghasilkan distorsi di berbagai aspek kehidupan.

Sisi Universal Pemikiran Cak Nur

Campur aduk kepentingan agama dan negara menjadikan agama ikut campur dalam urusan negara. Sebaliknya, negara juga ikut campur dalam urusan agama. “Perselingkuhan” ini—begitu istilah yang kini sering dipakai—mengakibatkan dampak pada ruang kebebasan beragama yang menyempit, dan terasa sesak di Indonesia.

Tahun 2005-2006 pernah menjadi tahun yang paling mundur dalam perlindungan kebebasan beragama di Indonesia. Keadaan itu menyuburkan kekhawatiran Cak Nur sejak lama, yaitu menguatnya fenomena radikalisme Islam di Indonesia, yang dikhawatirkan akan merusak wajah Islam moderat dalam kehidupan masyarakat.

Cak Nur, dengan pikiran jernih, menjelaskan hubungan tak langsung antara agama dan negara, yaitu pada level etika politik. Sebab agama memberi dukungan keabsahan nilai-nilai politik yang membawa kepada kemaslahatan bersama.         Adapun tiga nilai etika politik yang amat kompatibel dengan agama yang selalu dielaborasi oleh Cak Nur adalah: keadilan, keterbukaan, dan demokrasi. Persis di sini, Cak Nur menegaskan arti Pancasila sebagai common platform atau titik temu nilai-nilai dari semua suku, ras, golongan, dan khususnya agama-agama yang ada di Indonesia.

Meski dalam mengelaborasi Pancasila, Cak Nur sering mengaitkan dengan Alqur’an, misalnya, tetapi pikiran-pikirannya bisa diamini siapa pun, tidak tergantung agamanya apa. Inilah sisi universal pemikiran Cak Nur, jenis pemikiran Islam yang disebut haniffîyat al-samhah—kecenderungan beragama yang terbuka dan penuh kelapangan. Pemikiran ini yang terus ditegaskan, dan kini kita warisi.

Malapetaka Berlipat

Dalam pemikiran Cak Nur Pancasila dapat dilihat dari sila pertama sebagai sila dasar, sila kedua sebagai pancaran sila pertama, sila ketiga sebagai wahana, sila keempat sebagai cara, dan sila kelima sebagai tujuan. Kita telah diberi inspirasi oleh para pendiri bangsa untuk memandang seluruh sila itu sebagai kesatuan yang utuh, yang tidak bisa dipisahkan.

Cak Nur selalu menegaskan, peran agama dalam politik ada pada level moralitas, bukan politik. Khusus soal moralitas, Cak Nur amat prihatin pada keadaan masyarakat Indonesia. Ada hukum yang dikemukakan yaitu coruptio optimi pessima (dalam bahasa Latin), atau “kejahatan oleh orang terbaik adalah kejahatan yang terburuk.”

Maka dari itu, pelanggaran prinsip keadilan dan keseimbangan—yang merupakan salah satu pikiran etika politik yang selalu ditekankan Cak Nur kepada kaum Muslim—akan mendatangkan malapetaka berlipat. Hukum yang sama sebenarnya berlaku atas para penganut setiap agama, sebab setiap agama juga mengajarkan prinsip keadilan dan keseimbangan.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img