spot_img
Saturday, July 5, 2025
spot_img

Sembrono

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA – Presiden Joko Widodo suka memakai kutipan dan metafora bahasa Jawa dalam berbagai kesempatan. Ia pernah mempopulerkan frasa ‘’Ojo Kesusu’’ ketika berbicara mengenai calon presiden 2024. Kali ini, dalam kesempatan memberi sambutan pada acara ulang tahun ke-58 Partai Golkar, Jumat (21/10) lalu, Jokowi mengingatkan supaya Golkar tidak sembrono dalam memilih calon presiden.

Sembrono adalah kosa kata bahasa Jawa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya kurang hat-hati, gegabah, dan ceroboh. Seseorang disebut sembrono kalau melakukan sesuatu tanpa pertimbangan yang matang dan tidak cermat dalam pilihannya.

Jokowi mengingatkan bahwa sebagai negara besar Indonesia tidak bisa dipimpin oleh presiden yang dipilih secara sembrono. Jokowi mengutip salah satu konten Youtuber Nas Daily mengenai ‘’pilot demokrasi.’’

Nas Daily adalah seorang vlogger terkenal kelahiran Israel. Pria bernama asli Nuseir Yassin ini dikenal dengan video-video pendek dengan tema-tema yang luas, mulai dari kuliner sampai ke persoalan politik. Pria yang juga berdarah Arab, Palestina ini memiliki 7,95 juta pengikut di Youtube.

Jokowi menceritakan metafora Nas Daily mengenai demokrasi dengan mencontohkan cerita mengenai seorang pilot pesawat terbang. Jokowi berbicara mengenai pemilihan presiden pada 2024 dan meminta Partai Golkar supaya berhati-hati dalam memilih calon presiden.

Jokowi mengibaratkan pemilihan presiden seperti memilih pilot pesawat terbang. Ada dua calon pilot yang akan dipilih secara demokratis dengan sistem pemilihan ‘’one person one vote.’’ Dalam cerita metafora ini, satu penumpang mempunyai satu suara yang sama. Itulah prinsip demokrasi liberal yang sekarang berlaku di banyak negara.

Ada dua kandidat yang berkampanye dengan menyampaikan janji yang berbeda. Calon pilot pertama berjanji akan mematuhi semua peraturan penerbangan internasional dan akan terbang pada ketinggian 30 ribu meter jika nanti terpilih sebagai pemimpin penerbangan. Calon kedua berjanji akan menempatkan semua penumpang pada kelas bisnis eksekutif jika terpilih menjadi pilot yang mengendalikan penerbangan.

Hampir semua penumpang memilih berdasarkan pertimbangan emosional, bukan atas pertimbangan rasional. Karena itu, tawaran program yang disampaikan oleh calon pilot pertama tidak terlalu menarik, meskipun sebenarnya program itu sangat bagus dan bahkan mutlak harus dilakukan oleh seorang pilot.

Sebaliknya, program yang ditawarkan oleh calon pilot kedua sangatlah menarik. Semua penumpang pesawat pasti ingin naik kelas eksekutif atau kelas bisnis yang nyaman. Karena itu tawaran program calon pilot nomor dua sangat menarik, meskipun sebenarnya sang kandidat tidak mempunyai kemampuan kompetensi dasar mengenai penerbangan, dan tidak tahu mengenai aturannya.

Dalam sistem pemilihan demokrasi liberal langsung pilot kedua akan mudah memenangkan pemilihan. Apalagi jika para penumpang mempunyai tingkat pengetahuan dan pendidikan yang tidak terlalu tinggi, janji-janji yang muluk itu pasti jauh lebih menarik ketimbang janji yang lebih rasional.

Singkat cerita, pilot kedua terpilih secara landslide, dengan selisih suara yang sangat besar. Dia terpilih menjadi pilot dan penerbangan akan dimulai. Tapi, mungkinkah semua penumpang akan naik ke kelas eksekutif? Janji-janji kampanye akan tetap menjadi janji kampanye.

Itulah tamsil demokrasi dalam metafora pilot pesawat itu. Dalam sistem pemilihan demokrasi liberal, seringkali terjadi seorang pilot yang tidak kompeten terpilih menjadi pemimpin penerbangan. Calon pemimpin yang berkampanye tidak dilihat dari programnya yang realistis dan rasional, tapi dari janji-janji politik yang lebih mengaduk suasana emosional.

Belum lagi, dalam sistem demokrasi liberal peran uang menjadi faktor yang menentukan. Calon yang tidak kompeten akan lebih mudah mengalahkan calon yang berkualitas, tapi tidak punya uang untuk mensosialisasikan program-programnya.

Sebaliknya, calon yang tidak berkompeten tapi punya beking bohir yang banyak uang akan lebih mudah didandani dengan citra merakyat dan pro wong cilik, sehingga mudah mendapatkan suara rakyat. Dengan dukungan media yang membombardir publik dengan fake news dan hoaks, para pemimpin yang tidak berkompeten tetapi populer akan lebih mudah memenangi kontestasi.

Pidato Jokowi itu menceritakan situasi real yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia sekarang ini. Bahkan, apa yang diungkapkan oleh Jokowi bisa saja mencerminkan kepemimpinan Indonesia sekarang ini. Presiden yang dipilih dalam sistem demokrasi terbuka tidak selalu kompeten meskipun populer.

Para pengritik Jokowi sering membuat metafora mengenai pemerintahan Indonesia yang disamakan dengan sebuah pesawat terbang. Karena inkompetensi dalam kepemimpinan nasional, maka Indonesia disamakan dengan pesawat yang terbang dengan sistem auto-pilot. Indonesia terbang dengan sistem pilot otomatis karena tidak adanya pilot yang berkompeten. Pernyataan dalam pidato Jokowi itu ibarat menepuk air di dulang tepercik muka sendiri.

Para pengamat menduga Jokowi menyindir Partai Nasdem yang sudah mencalonkan Anies Baswedan. Tapi, petinggi Nasdem mengatakan tidak merasa tersindir oleh pernyataan Jokowi. Partai Gerindra juga telah mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden, dan partai itu juga tidak merasa tersindir oleh pernyataan Jokowi.

Indonesia akan menghadapi momen pergantian kepemimpinan nasional pada 2024. Sudah saatnya rakyat memilih pilot yang benar-benar punya kompetensi. Jangan sampai terjadi salah pilih pilot yang tidak kompeten. Indonesia terlalu besar untuk dibiarkan terbang dengan sistem auto-pilot.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img