Momentum peringatan hari santri setiap tanggal 22 Oktober merupakan momentum yang tepat untuk menggolakkan kembali semangat santri sebagai aset pembangunan negeri. Berdasarkan data Kemenag, tercatat pada akhir April 2022 terdapat 26.975 unit Pesantren di Indonesia yang mendidik sebanyak 2,65 juta santri.
Ini yang menjadi alasan santri merupakan bagian aset SDM potensial karena santri memiliki kecerdasan intelektual emosial dan spiritual sebagai bekal penerus bangsa kelak ke depannya yang lebih baik lagi.
Secara historis, momentum peringatan hari santri tidak lepas dengan peristiwa di masa lalu. Lahirnya peringatan hari santri berawal dari fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ketika Indonesia dihadapkan dengan para penjajah. Resolusi jihad menjadi gelora semangat motivasi para pejuang muslim dahulu untuk melawan para penjajah dalam rangka mempertahankan keutuhan NKRI.
Berdasarkan catatan sejarah di atas, dapat dipahami bahwa sepak terjang santri di masa lalu bukan hanya sekadar menimba ilmu agama saja. Namun mereka juga ikut berpartisipasi dalam mengusir penjajah dari nusantara. Sikap itulah yang harus tetap diwariskan kepada pendidikan pesantren saat ini. Tujuannya adalah agar generasi santri masa kini tidak hanya paham agama, namun juga memiliki karakter cinta tanah air dan bela negara.
Telah terjadi pergeseran makna terhadap terminologi resolusi jihad di era saat ini. Pemahaman resolusi jihad tidak bisa hanya diartikan dengan tendensi peperangan seperti era Nabi dahulu. Apalagi saat ini kondisi Indonesia sudah merdeka dari penjajah, pemahaman konsep realisasi jihad dengan peperangan sudah tidak relevan.
Hal tersebut yang mengakibatkan makna resolusi jihad mengalami pergeseran makna. Sebagaimana mengutip pendapat Abdul Moqsith Ghazali selaku Dosen Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, orientasi resolusi jihad yang tepat saat ini adalah meniatkan jihad untuk hidup secara bersungguh-sungguh di jalan Allah dengan membantu mereka yang fakir dan miskin.
Orientasi baru resolusi jihad saat ini perlu diresapi oleh setiap masyarakat muslim agar bisa terwujud dalam setiap sendi kehidupan dan menghindari aliran radikal ekstrimisme yang berdalih Agama. Misalnya realisasi resolusi jihad dapat dijewantahkan pada penyelenggaraan ketatanegaraan.
Abstraksi resolusi jihad pada sektor ini dapat dimaknai sebagai motivasi penyelenggaraan negara berdasarkan nilai Ketuhanan dalam menyelesaikan segala momok masalah yang menimpa negeri ini, misalnya jihad melawan korupsi.
Jihad seperti itulah yang saat ini diperlukan dalam menyelesaikan masalah korupsi di setiap negara. Artinya korupsi itu bukan soal masalah moral. Akan tetapi korupsi bagian dari masalah agama yang juga perlu dihindari. Sebagaimana dalam Fiqih Jinayah, tindakan korupsi sama dengan beberapa perbuatan yang dilarang dalam Islam. Seperti Ghulul (Penggelapan), Risywah (Gratifikasi), Gashab (Mengambil paksa hak/ harta orang lain), khiyânat al-amanah (pengkhianatan), maksu (pungutan liar), ikhtilâs (pencopetan), intihâb (perampasan), sariqah (pencurian), dan hirâbah (perampokan). Sehingga jihad melawan korupsi bukan hanya sekadar menyelesaikan masalah negara namun juga bagian dari perjuangan keagamaan.
Pembahasan soal jihad anti korupsi merupakan instrumen yang dibutuhkan dalam menyelesaikan badai korupsi yang menimpa Indonesia. Hal ini penting karena berdasarkan survei litbang Kompas (2017), korupsi telah menjadi masalah terbesar di tanah air ini yang belum juga terselesaikan.
Artinya, korupsi telah benar-benar menjadi penyakit yang menggerogoti daya tahan bangsa. Tidak heran indeks persepsi korupsi Indonesia tergolong buruk. Tahun 2021 tercatat Indonesia menempati posisi 96 dengan skor 38 dari skala 100 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021.
Alasan lain mengapa korupsi wajib diperangi karena perbuatan tersebut melanggar prinsip kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pahlawan-pahlawan dahulu. Dalam perspektif K.H. Hasyim Asy’ari, perjuangan kemerdekaan merupakan bagian upaya menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Sedangkan perbuatan korupsi bertolak belakang dalam prinsip kemerdekaan karena memanfaatkan jabatan untuk mengalihkan aset negara ke kantong pribadi yang seharusnya untuk kepentingan sosial masyarakat. Tidak heran ada yang menyebut bahwa perbuatan korupsi merupakan bentuk penghianatan terhadap Khittah kenegaraan yang berakibat mendeligitimasi negara dan moral birokrasi.
Atas dasar itulah urgensi mengapa santri perlu ditanamkan pemahaman resolusi jihad sebagai doktrin melawan korupsi ketika memikul pelayanan publik di masa mendatang. Pesantren memiliki peran penting dalam membina iman dan moral santri agar ke depannya dapat berkhidmat kepada bangsa dan negara di masa mendatang.
Agar resolusi jihad saat ini dapat tertanam dalam jiwa santri, perlu beberapa asupan pendidikan multidisiplin antara Islam yang berorientasi anti korupsi. Pertama, perlu Pembinaan sikap tawasuth (moderat) & I’tidal (lurus). Dengan sikap ini, santri akan memiliki prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus terhadap aturan yang berlaku.
Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Maidah (8): “Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil.” Santri yang memiliki prinsip adil dan lurus, tentu tidak akan merintangi hukum apalagi melanggar perbuatan korupsi.
Kedua, perlu Pembinaan sikap Tasamuh (Toleran). Dengan pembinaan sikap ini, santri akan memiliki pedoman hidup dengan menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki, asal, prinsip, keyakinan dan pemikiran yang berbeda. Sikap ini akan sangat membantu santri jika kelak mendapat amanat kepemimpinan pelayanan publik dalam menghindari diskriminasi yang menjurus korupsi.
Ketiga, perlu pembinaan sikap Tawazun (seimbang). Sikap ini perlu diberikan kepada santri agar memiliki prinsip seimbang dalam berkhidmat, yakni berkhidmat kepada Allah, khidmat kepada manusia serta khidmat kepada lingkungan. Selain takut akan kebesaran Allah, santri juga perlu menjaga keharmonisan antar manusia serta menjaga kelestarian lingkungan hidup yang sangat berpengaruh dalam taraf kehidupan sesama.
Keempat, perlu Pembinaan sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Sikap ini perlu diberikan kepada santri agar memiliki kepekaan mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama; serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan umat manusia.
Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Ali-Imran: (110) “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”
Akhirnya, resolusi jihad perlu dinalarkan pada pendidikan pesantren sebagai doktrin santri melawan korupsi. Dengan bekal resolusi jihad, santri yang akan memikul pekerjaan kenegaraan di masa depan akan memiliki benteng moral untuk menahan nafsu berbuat tindakan koruptif. Sebagaimana Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh ibnu Najjar: “Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya.” (*)