Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si
MALANG POSCO MEDIA – Perubahan global saat ini terjadi secara drastis, ke depan bisa tidak terbayangkan bagaimana kehidupan kita karena adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih dan instan. Keberadaan teknologi ini sebagian pendapat menunjukkan adanya peluang untuk membawa banyak manfaat, meski ada juga pendapat yang menyatakan bahwa teknologi akan membawa kemunduran bagi manusia.
Selain itu, adanya inovasi yang datang dengan kecepatan ekponensial, bermunculan dalam kehidupan keseharian kita. Perubahan ini mengajak kita semua untuk bertransformasi di berbagai aspek kehidupan. Fakta lain yang ke depan dihadapi Indonesia adalah bonus demografi.
Pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sudah tentu menjadi hal yang krusial dalam menekan ketimpangan dan memanfaatkan momentum bonus demografi salah satunya melalui kewirausahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl Menger bahwa perubahan ekonomi bukan terjadi karena keadaan yang sedang berlaku, melainkan dari kesadaran dan pemahaman individu tentang kondisi yang ada.
Perkembangan konsep tersebut, penting untuk dikontekskan dengan situasi Indonesia saat ini yang membutuhkan entrepreneurial skill untuk bisa menekan sekecil mungkin tingkat kemiskinan serta membuka peluang kerja baru sebagai solusi atas masalah sosial pengangguran.
Kewirausahaan di Indonesia masih belum berkembang yang dapat dilihat dari data minat menjadi wirausaha baru 3,10 persen yang berwirausaha. Data tersebut sangat kecil dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 7 persen serta China dan Jepang yang sudah di atas 10 persen.
Sementara itu, data Kementerian Koperasi dan UKM bahwa jumlah pengusaha Indonesia di tahun 2021 menunjukkan kisaran angka 1,7 persen atau sekitar 3,9 juta orang. Tentunya dari kedua data di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya upaya peningkatan minat dan membangun mindset wirausaha secara kontinu.
Salah satunya adalah peran penting dari munculnya wirausaha sosial diharapkan dapat turut berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan, menghasilkan ide, dan inovasi dalam menjawab masalah sosial di masyarakat.
Agent of Social Change
Keberadaan wirausaha sosial (social entrepreneur) memiliki peran dalam pembangunan ekonomi karena mampu memberikan daya cipta nilai-nilai sosial maupun ekonomi yaitu: (a) menciptakan kesempatan kerja; (b) melakukan inovasi dan kreasi baru terhadap produksi barang ataupun jasa yang dibutuhkan masyarakat; (c) menjadi modal sosial, dan (d) peningkatan kesetaraan (equity promotion).
Selain itu, wirausaha sosial juga merupakan agen perubahan yang diharapkan mampu untuk: (a) melaksanakan cita-cita mengubah dan memperbaiki nilai-nilai sosial; (b) menemukenali berbagai peluang untuk melakukan perbaikan; (c) selalu melibatkan diri dalam proses inovasi, adaptasi, pembelajaran yang terus menerus; (d) bertindak tanpa menghiraukan berbagai hambatan atau keterbatasan yang dihadapinya, serta (e) memiliki akuntabilitas dalam mempertanggungjawabkan hasil yang dicapainya kepada masyarakat.
Wirausaha sosial menjadikan masyarakat sebagai bagian terpenting dari pemecahan masalah, bukan menganggap mereka semata-mata penerima bantuan yang pasif. Selain itu, wirausaha sosial bekerja dengan asumsi dasar bahwa masyarakat memiliki potensi dan sumber daya yang mumpuni untuk memberdayakan diri mereka sendiri. Dalam hal ini, perlu melacak lebih lanjut dari sociopreneur muda khususnya perempuan yang mampu menciptakan dan bertindak sebagai agent of social change sehingga dapat melakukan terobosan-terobosan untuk menyelesaikan masalah sosial.
Di Indonesia, seperti halnya di negara-negara sedang berkembang lainnya, perkembangan wanita pengusaha atau kewirausahaan di dalam kelompok wanita sangat berpotensi menjadi motor utama pendorong proses pemberdayaan wanita dan transformasi sosial yang pada akhirnya bisa sangat berdampak positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
Kondisi dan partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi di berbagai tingkatan menurut jenjang pendapatan maupun pendidikan masih terdapat kesenjangan dengan laki-laki. Tujuan peningkatan peranan perempuan dalam kehidupan ekonomi adalah keadilan yang merupakan inti dari prinsip kesetaraan gender. Masalah ketidaksetaraan atau ketidakadilan gender perlu dipecahkan melalui pemberdayaan perempuan terutama di bidang ekonomi. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa adanya keterbukaan akses terhadap peluang-peluang ekonomi menjadikan perempuan menjadi punya kesempatan sama untuk menjadi sukses sebagai wirausaha termasuk sebagai wirausaha sosial (sociopreneur).
Sukses atau tidaknya seorang wirausaha sosial dapat dilihat dari dampak yang mereka ciptakan di masyarakat. Adanya kemampuan memahami suatu permasalahan sosial serta menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan untuk mengorganisasi, menciptakan serta mengelola suatu usaha untuk menggerakkan perubahan sosial.
Ada sebuah studi dari Nasution & Hermawan menunjukkan bahwa inovasi menjadi salah satu kunci untuk pengembangan organisasi. Inovasi lahir sebagai kelanjutan dari kreativitas serta mentalitas wirausaha yang perlu melihat peluang dan mengambil risiko yang telah terkalkulasi sebelumnya. Selain itu, aspek kepemimpinan menjadi suatu penggerak, mulai dari individu pribadi dan tumbuh menjadi kebiasaan organisasi.
Keberadaan leader inovatif menjadi penting dengan didasari kultur inovatif yang mendorong dirinya dan orang lain menjadi inovatif dan mempertahankan inovasi. Selanjutnya, strategi pertumbuhan inovasi di Indonesia memerlukan pengelolaan yang tepat dan cepat sehingga mampu menghasilkan generasi yang memiliki kompetensi utama, antara lain; complex thinking, berpikir kritis, kreatif dan lain-lain sehingga diharapkan dapat menjadi pengungkit (leverage) penguatan daya saing bangsa.
Secara khusus, kajian tentang pemuda dan wirausaha sosial dapat dimulai dari Carvalho dengan latar studi di sektor sosial wilayah Porto bahwa model bisnis sosial dari kewirausahaan sosial ini didasarkan pada berbagi sumber daya dengan mitra dan menciptakan cara menghasilkan banyak nilai.
Tim kerja tersebut berusaha untuk membebaskan kaum muda, meningkatkan kemampuan kerja dan pelatihan mereka, mencegah putus sekolah, mempromosikan kewirausahaan, wirausaha, dan dukungan lain untuk kreativitas. (*)