MALANG POSCO MEDIA – Hari ini 40 hari mengenang Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu. 135 nyawa tak berdosa melayang dalam tragedi paling mengerikan dan memilukan dalam sejarah sepakbola. Bahkan tercatat nomor dua di dunia karena jumlah korbannya sangat banyak. Desakan keras USUT TUNTAS pun terus menggelora seiring dengan pengusutan kasus yang terus berjalan.
Polisi sudah menetapkan 6 tersangka. Para tersangka pun sudah ditahan di Polda Jatim. Polisi juga sudah melakukan otopsi dua korban, Sabtu (5/11) lalu. Tapi masyarakat, khususnya keluarga korban, Aremania dan para kuasa hukumnya belum puas. Desakan adanya tersangka baru pun terus digaungkan. Termasuk desakan diubahnya pasal kelalaian yang ditetapkan kepolisian dengan pasal pembunuhan berencana yang mengakibatkan tewasnya ratusan korban.
Jatuhnya ratusan korban jiwa di Stadion Kanjuruhan memang sulit diterima akal sehat dan naluri kemanusiaan. Bagaimana bisa sebuah pertandingan sepakbola yang sudah menjadi hiburan terindah masyarakat pascacovid-19 justru menjadi tempat mengerikan. Gas Air mata yang mengepul dan memenuhi stadion diduga menjadi pemicu kepanikan yang berujung kematian ratusan korban, tak mudah sirna begitu saja dalam ingatan masyarakat serta sejarah Bumi Arema.
Siapapun yang malam itu hadir, baik penonton, pemain serta manajemen Arema FC, termasuk aparat serta masyarakat di Malang Raya, Indonesia dan dunia tak akan pernah bisa melupakan tragedi mengerikan itu. Trauma itu akan terus berjalan, terus terbayang dan akan selalu mengiringi perjalanan sepakbola di Indonesia, khususnya Arema FC di masa depan.
Terkhusus bagi keluarga korban yang kehilangan orang orang paling dicintainya. Istri, suami, anak, saudara, ayah, ibu mereka yang gugur menjadi ‘pahlawan.’ Karena itu, Negara dan Bangsa Indonesia sangat layak menjadikan Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober menjadi hari Berkabung Nasional.
Selain mendesak USUT TUNTAS, para stakeholder terkait harus juga getol memperjuangkan hari berkabung nasional. Ini penting agar Tragedi Kanjuruhan menjadi sejarah kelam dunia olahraga khususnya sepakbola di Indonesia dan menjadi pelajaran berharga agar kasus mengerikan ini tak terulang lagi dan menjadi yang terakhir.
Budayawan Emha Ainun Nadjib menegaskan Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 harus menjadi Hari Berkabung Nasional. Sebab menewaskan 135 orang. Mbah Nun yang hadir, Sabtu (5/11) lalu dan berdoa di Pintu 13 mengatakan, peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan bukanlah tragedi sepakbola atau traagedi suporter. Karena sepak bola berjalan tenang dan lancar. Selain karena tidak ada suporter dari lawan yang datang, yang terjadi adalah Tragedi Negara karena penyelenggaraan yang gagal.
Karena itu, Kiai Mbeling ini mengajak Aremania dan warga Malang mengibarkan bendera setengah tiang untuk mengenang dan terus mengingat apa yang terjadi pada suporter. Dia mengajak memasang sebanyak 135 bendera setengah tiang di sekeliling Stadion sejak 40 hari tragedi hingga 100 hari.
Tidak hanya itu, Mbah Nun juga mengajak Aremania membawa tragedi ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda terkait pelanggaran HAM yang terjadi dan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Ia meminta pengaduan Aremania nantinya akan difasilitasi oleh Yayasan Kalimasada Nusantara.
Edi Junaidi dari Yayasan Kalimasada Nusantara mengatakan, kategori tragedi adalah sesuatu yang tidak harus terjadi, tetapi ini terjadi. Peristiwa ini harusnya diambil alih negara karena merupakan bencana nasional. Di negara lain, korban lebih dari 100 jiwa ada hari berkabung. Tetapi ini tenang-tenang saja, syukur Aremania yang ada di Jakarta masih diberi ketabahan. Semoga apa yang menjadi tuntutan Aremania diijabah oleh Allah SWT.
Apa yang ditegaskan Cak Nun harus disupport, khususnya olehnya Stakeholder di Malang Raya. Saat ini semua pihak harus bahu membahu berjuang. Jangan pernah ada kata menyerah sampai USUT TUNTAS benar benar TUNTAS. Termasuk media harus turut mengawal kasus ini hingga tuntas.
Pascaotopsi diperoleh informasi bahwa hasil otopsi baru bisa diketahui setelah dua bulan. Bila dihitung secara waktu, maka bisa jadi tahun 2023 baru diketahui hasilnya. Bagaimana dengan proses peradilan kasus ini bila bukti pendukung tak kunjung jadi bukti.
Tak boleh ada yang main-main dalam pengusutan dan peradilan kasus ini. Apalagi mempermainkan. Tak boleh ada yang saling mengorbankan yang bukan selayaknya jadi korban. Apalagi dikorbankan. Jangan bermain-main dengan waktu agar masyarakat lupa. Karena tragedi ini terlalu sulit untuk membuat siapa pun lupa. Masyarakat harus menolak Lupa karena peristiwa yang disebut tragedi ini memang bukan tragedi.(*)