Kurikulum yang dimaknai sebagai seperangkat dokumen mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu memerlukan desain khusus sehingga mampu mewujudkan pembelajaran yang komperhensif. Pentingnya kurikulum sebagai upaya optimalisasi berbagai potensi siswa dapat disikapi dengan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswa yang tertuang dalam beban belajar siswa.
Kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Kemendikbud dan mulai diterapkan pada beberapa sekolah pada tahun 2021 memiliki beberapa karakteristik: (1) Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila; (2) Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi; (3) fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.(http://kurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka/).
Di sisi lain madrasah sebagai satuan pendidikan yang memiliki mata pelajaran tambahan (Al-Qur’an hadist, akidah akhlaq, fiqih dan sejarah kebudayaan Islam) membutuhkan struktur kurikulum yang berbeda dengan sekolah lain yang setingkat. Sehingga perbedaan ini memerlukan diferensiasi kurikulum khusus yang dimodifikasi isi, proses, produk dan lingkungan belajarnya. Hal ini selaras dengan salah satu kekuatan dari kurikulum merdeka yaitu adanya diferensiasi. Kurikulum berdiferensiasi sendiri dimaknai sebagai sinergitas kurikulum nasional dan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi esensial dan dikembangkan melalui sistem eskalasi dan enrichment yang dapat memacu dan mewadahi secara terintegrasi pengembangan spiritual, logika, etika dan estetika, kreatif, sistematik linier dan konvergen guna menumbuhkan pencapaian yang maksimum bagi siswa.
Diferensiasi
Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di madrasah selain berpedoman pada Kepmendikbudristek Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya, juga berpedoman pada Keputusan Menteri Agama No. 347 Tahun 2022 menjadikan proses pelaksanaan pembelajaran di madrasah menjadi khas. Hal ini sejalan dengan madrasah yang memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri, oleh karena itu perumusan dan pengembangan kurikulum madrasah menjadi suatu hal yang sangat penting.
Kurikulum madrasah harus memiliki relevansi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Di lain pihak madrasah harus mencerminkan jati dirinya sebagai satuan pendidikan yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang memiliki ciri khusus pada penekanan ilmu-ilmu keagamaan. Kompleksitas madrasah tercermin pada mata pelajaran yang diprogramkan di madrasah meliputi aspek spiritual (keagamaan), kemasyarakatan, budaya, seni dan teknologi.
Perbedaannya yang tampak pada Pendidikan di madrasah adalah adanya pengembangan pendidikan agama Islam yang terkait dengan mata pelajaran Al-qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih dan sejarah Islam. Dengan demikian jumlah jam pelajaran di madrasah ada perbedaan dengan tingkat sekolah pada umumnya.
Selain itu terdapat aspek penguatan pada internalisasi nilai-nilai keislaman di madrasah. Internalisasi yang dipandang sebagai sebuah proses penanaman sikap kepada siswa dengan penghayatan, penguasaan, dan pendalaman sehingga diharapkan dapat terwujud pada perilaku sehari-hari.
Tidak jarang pada madrasah tertentu hal ini dimasukkan ke dalam struktur kurikulum seperti kegiatan tahfidz dan beberapa kegiatan kepanduan. Atas kondisi inilah madrasah perlu memiliki kurikulum tersendiri yang mampu merepresentasikan kondisi secara riil di madrasah.
Prosedur Diferensiasi
Secara teoritik fokus pengembangan kurikulum berdiferensiasi menggunakan prinsip: (1) proses yang menekankan pada penyampaian konsep berpikir kreatif, (2) mampu mewadahi serta mewakili karakteristik siswa, yang diwujudkan dalam setiap proses kegiatan belajar mengajarnya, (3) Assesment yang berbeda dibutuhkan untuk kelas yang berbeda pula dan didasarkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. Penekanan diferensiasi kurikulum adalah terciptanya keragaman dan karakteristik antar lembaga pendidikan yang mampu menunjukkan corak tertentu. Sehingga antar Lembaga Pendidikan bias muncul karakteristik tersendiri.
Walaupun proses ini tidak mudah baik secara teoritis maupun praktis namun perlu dilakukan agar layanan terhadap anak bisa proporsional sehingga tumbuh berkembang sesuai dengan fitrahnya. Hal yang bisa dilakukan guru selaku pelaksana kurikulum secara mikro adalah mereorganisasi konten kurikulum yang ada. Hal ini dilakukan agar guru lebih fleksibel dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Secara umum, prosedur diferensiasi kurikulum untuk tingkatan internal madrasah dapat dilakukan dengan: Pertama, memetakan Capaian Pembelajaran (CP) sesuai dengan Kepmendikbudristek Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Merdeka dan KMA No. 347 Tahun 2022 pedoman implementasi kurikulum merdeka pada madrasah.
Kedua, Menetapkan Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP). Ketiga, Merestrukturisasi materi ajar berdasarkan kebutuhan bagi satuan madrasah yang tertuang dalam Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Keempat, Mengorganisasi kurikukum khusus bagi madrasah. Kelima, Membuat Modul Ajar; dan Keenam, Mendistribusi alokasi waktu berdasarkan kedalaman materi yang ada (materi prasyarat dan sebagai syarat materi apa pada tahap selanjutnya).
Pengembangan ini bisa dilakukan untuk satu mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran tertentu, pengembangan terhadap metode dan strategi pembelajaran, pengembangan visi dan misi serta tujuan, dan lain sebagainya.
Dalam prosesnya, guru-guru diharapkan mampu melakukan kerja operasional dalam pengembangan kurikulum secara kooperatif sehingga dapat menghasilkan suatu kurikulum yang sistemik. Sedangkan pemerintah atau administrator cukup memberikan arahan, bimbingan serta dorongan saja. Model bisa berangkat dari sekelompok guru yang mengadakan pengembangan kurikulum.
Pada akhirnya kita juga harus memberikan ruang yang proporsional kepada guru untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan bakat, kemampuan dan kemauan yang memiliki kesadaran identitas diri dan tidak boleh keluar dari kondisi dimana mereka berada karena pendidikan harus terlibat dalam kehidupan sosio-kultural tertentu. Sebagaimana yang diungkap oleh John Dewey dalam My Pedagogic bahwa pendidikan adalah […] a process of living and not preparing for further living.(*)