Belum lepas dalam ingatan para Wajib Pajak mengenai Program Pengungkapan Pajak Sukarela atau PPS yang sering disebut masyarakat sebagai Tax Amnesty Jilid II, kebijakan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memudahkan Wajib Pajak untuk memperbaiki kewajiban perpajakan yang belum sepenuhnya terpenuhi, dengan menyampaikan harta yang dimiliki atau sepenuhnya dikuasai tapi belum dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Kanwil DJP di Jawa Timur yang terdiri dari Kanwil DJP Jatim I (Surabaya), Kanwil DJP Jatim II (Sidoarjo) dan Kanwil DJP Jatim III (Malang) kembali mengeluarkan program kebijakan pajak berupa Pengurangan Sanksi Administrasi Pajak atau lebih dikenal Quick Win sebagai dukungan dalam program pemulihan ekonomi.
Program ini merupakan wujud respon atas kondisi pasca pandemi Covid-19 dan ketidakstabilan ekonomi global yang berdampak pada ekonomi regional Jawa Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur pertumbuhan ekonomi Jawa Timur Triwulan II tahun 2022 tumbuh sebesar 5,74 dibandingkan tahun 2021, namun demikian inflasi periode Juli 2022 dibanding Juli 2021 tercatat 5,39 persen.
Wajib pajak yang tidak patuh pajak, seperti terlambat membayar pajak atau melaporkan pajak, dapat dikenakan sanksi pajak, salah satunya berupa sanksi administrasi. Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan, dapat dikenakan sanksi administrasi pajak ketika dianggap tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Contoh hal yang dapat menimbulkan sanksi pajak yaitu lupa tanggal pembayaran dan/atau pelaporan pajak sehingga terlambat dalam pembayaran dan/atau pelaporan pajak, menunda pembayaran dan/ atau pelaporan pajak.
Pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak ini harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Yaitu permohonan ditulisdalam bahasa Indonesia, satu surat permohonan untuk satu Surat Ketetapan Pajak (SKP)/ Surat Tagihan Pajak (STP), mengemukakan jumlah sanksi menurut wajib pajak disertai alasan, dan ditandatangani oleh wajib pajak atau oleh kuasa wajib pajak (dilampiri surat kuasa khusus).
Jangka waktu pelaksanaan program kebijakan Pengurangan Sanksi Administrasi ini berlaku sejak 22 Agustus 2022 sampai dengan 31 Desember 2022. Untuk ketetapan (SKP/STP) akibat dari kegiatan pengawasan yang diterbitkan di tahun 2022 sampai dengan 31 Januari 2023, dapat diajukan paling lambat tanggal 28 Februari 2023 sepanjang pokok pajaknya telah dilunasi di tahun 2022.
Untuk ketetapan (SKP/STP) yang diterbitkan sebelum tahun 2022, dapat diajukan paling lambat tanggal 31 Desember 2022 sepanjang pokok pajaknya telah dilunasi sebelum permohonan disampaikan.
Kebijakan Pengurangan Sanksi Administrasi ini terbagi menjadi dua. Pertama atas sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sebagai akibat dari kegiatan pengawasan, dan kedua atas sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang terbit sejak 1 Januari 2020 dan setelahnya, sebagai hasil dari pemeriksaan.
Atas sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak sebagai akibat dari kegiatan pengawasan, besarnya pengurangan dibagi menjadi dua. Pertama atas Surat Tagihan Pajak yang terbit sejak 1 Januari 2022 dan setelahnya diberikan pengurangan sanksi administrasi mulai 50 persen (pokok pajak senilai sampai dengan Rp 500.000.000,-) sampai dengan 75 persen (pokok pajak senilai lebih dari Rp 5.000.000.000,-).
Kedua atas Surat Tagihan Pajak yang terbit sejak 1 Januari 2020 sampai dengan 31 Desember 2021 diberikan pengurangan sanksi administrasi mulai 40 persen (pokok pajak senilai sampai dengan Rp 500.000.000,-) sampai dengan 65 persen (pokok pajak senilai lebih dari Rp 5.000.000.000,-).
Atas sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak dan/ atau Surat Tagihan Pajak yang terbit sejak 1 Januari 2020 dan setelahnya, sebagai hasil dari pemeriksaan, besarnya pengurangan sanksi administrasi dibagi menjadi dua. Pertama jika Pelunasan dilakukan sebelum Jatuh Tempo diberikan pengurangan sanksi administrasi mulai 35 persen (pokok pajak senilai sampai dengan Rp 500.000.000,-) sampai dengan 60 persen (pokok pajak senilai lebih dari Rp 5.000.000.000,).
Kedua jika pelunasan dilakukan setelah Jatuh Tempo diberikan pengurangan sanksi administrasi mulai 30 persen (pokok pajak senilai sampai dengan Rp 500.000.000,- sampai dengan 55 persen (pokok pajak senilai lebih dari Rp 5.000.000.000,-).
Skema kebijakan pengurangan sanksi ini tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi telah menyampaikan Surat Pemberitahunan Pengungkapan Harta (SPPH) atas harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2020 dan memperoleh Surat Keterangan mengikuti PPS, untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan Tahun Pajak 2020.
Tujuan Kebijakan Pengurangan Sanksi Administrasi ini diharapkan memberikan outcome berupa peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan mengurangi beban Wajib Pajak dengan semangat gotong royong untuk bangkit bersama pajak; Wajib pajak memahami ketentuan perpajakan sehingga pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan menjadi lebih baik, mendorong tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dan PPnBM, serta mendorong agar Wajib Pajak melakukan pelunasan tunggakan pajak.
Program pengurangan sanksi ini menggambarkan bahwa hal ini merupakan salah satu upaya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melakukan reformasi perpajakan. Wajib Pajak diposisikan sebagai mitra yang ingin melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
Wajib pajak yang semula mempunyai perilaku tidak patuh akan berubah menjadi menjadi wajib pajak yang patuh. Dengan demikian maka kepatuhan sukarela yang menjadi tujuan utama program ini akan meningkat.
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu faktor penentu tercapainya penerimaaan pajak sehingga DJP terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak maka penerimaan pajak akan semakin meningkat pula.
Kita semua tahu bahwa pajak adalah sumber utama dalam APBN, tanpa pajak maka negara kesulitan untuk membiayai semua keperluan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan Penerimaan yang meningkat, maka Pemulihan Ekonomi Nasional akan terlaksana dengan baik. Maka mari membayar pajak dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap dan jelas, karena Pajak Kuat Indonesia Maju. (*)