spot_img
Wednesday, June 18, 2025
spot_img

Arif

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Kita banyak melihat bahwa seorang yang arif merasa malu meminta hajatnya kepada Tuhan karena puas dengan kehendak-Nya. Bagaimana ia tidak akan malu meminta hajatnya kepada makhluk-Nya? Dalam pergaulan sehari-hari, penggunaan kata “arif” sering digabung dengan kata “bijaksana.” Boleh jadi, penggabungan itu, di antaranya, bertujuan untuk saling menguatkan makna masing-masing kata.

Seseorang dapat disebut arif jika bisa bersikap bijak dan atau bijaksana. Memang, agak musykil jika kita mesti memisahkan kedua kata tersebut dalam makna berbeda. Dua kata ini berpasangan seperti penggabungan kata pada jamaknya, bijak dan bestari, misalnya. Dua kata penuh makna ini menyertai sebuah sikap, sifat, serta karakter seseorang. Karena kandungan maknanya yang agung, tidak setiap kita dalam menyelesaikan bisa bersikap arif dalam segala hal dan dalam semua keadaan, karena ada kepentingan atau interes.

Orang yang mampu menjadikan sifat arif sebagai pelengkap kepribadiannya, ia termasuk orang beruntung. Mengapa? Karena, ia telah berada di jalan yang benar untuk mengenal dirinya dan sekaligus bisa menempatkan dirinya di tengah-tengan masyarakat. Bukankah orang yang kenal dirinya akan kenal Tuhannya? “Man`arofa nafsahu faqod `arofa Robbahuu (siapa mengenal dirinya maka ia telah mengenal Tuhannya).” Deretan kata ini mengandung konsekuensi transendental.

Penggunaannya bisa saling melengkapi. Menyusunnya bisa secara terbalik sehingga berbunyi, siapa kenal Tuhannya maka ia akan kenal dirinya. Tuhan mesti tetap berada dalam maqom sebagai “sebab” dari segalanya. Tuhan pulalah yang menyebabkan seseorang kenal dirinya dan kenal Tuhannya.

Namun kalau orang tidak mengenal dirinya juga tidak akan mengenal Tuhannya, orang yang seperti ini menuhankan nafsunya ketimbang muncul kearifannya, dan selalu terpenjara hidupnya dari sikap dan perilaku egois yang dibuatnya, karena nafsu yang tergembalakan, sudah tidak berpikir kemaslahatan umat.

Mengenal Diri

Dalam konteks inilah, kita ingin meletakkan kata-kata arif dan bijak dari seorang bijak bestari, Ibnu `Athoillah As Sakandary. Sifat kenal diri atau tahu diri adalah sifat dasar yang harus dimiliki jika seseorang ingin bersifat arif. Sifat ini pulalah yang diajarkan Allah kepada semua makhluk-Nya. Sebagai bukti bahwa Dia Maha Pencipta, Allah “hadir” dalam semua ciptaan-Nya.

Setiap ciptaan pasti ada penciptanya. Semua makhluk mesti butuh Khalik. Semua kita mesti tahu diri. Tahu diri bahwa kita tak lebih dari ciptaan yang akan selalu butuh kehadiran Sang Pencipta. Sikap tahu diri sangat dibutuhkan dalam setiap keadaan dan dalam semua persoalan.

Seorang pemimpin mesti tahu dari mana ia berasal. Ia berasal dari rakyat. Rakyat berasal dari Tuhan. Rakyat yang memberinya kepercayaan menjalankan amanat kepemimpinan. Maka, tersebutlah adagium suara rakyat suara Tuhan. Pemimpin disebut tak tahu diri kalau ia lupa dari mana ia berasal.

Celakalah pemimpin yang lupa dirinya siapa, apalagi menciptakan ketegangan dan disharmoni dalam kepemimpinannya. Rakyat akan jadi korban dari sikap lupa dirinya. Seseorang yang lupa diri dan tak tahu diri akan mengabaikan semua nilai dan norma, hal ini sangat fatal dalam sebuah organisasi.

Seseorang yang tak tahu diri, bahkan bisa melakukan apa saja. Kata Rasulullah SAW, “Idzaa lam tastahi fashna’ maa syi’ta (kalau kau tak malu, lakukan apa yang kau mau).” Karena tidak tahu diri, tidak kenal diri, lupa diri, dan tidak malu, Fir’aun mengaku dirinya Tuhan. Karena sifat dan sikap yang sama, Musailamah al-Kadzdzab mengaku dirinya nabi.

Karena sifat dan sikap itu pula, sering dalam kehidupan sehari-hari kita temukan orang mengaku dirinya pemimpin, ulama, kiai, wakil rakyat, guru bangsa, moralis, asketis, ustadz, guru agama, ahli, spritualis dan sebagainya. Tetapi, karena sifat dan sikap tak tahu diri, tak kenal diri, lupa diri, dan tidak malu. Maka tidak jarang diberitakan seorang terpandang diadili karena perilakunya, seorang guru mencabuli muridnya, dan juga spiritualis menipu anggotanya.

Padahal, jika mengacu kepada kata-kata Sheikh Atho’, kenal diri akan mengantarkan seseorang bersifat dan bersikap arif. Paling kurang, arif dalam makna harfiahnya, tahu. Tahu bahwa kita tak lebih dari makhluk yang diciptakan sehingga kurang layak jika mesti menuntut banyak kepada penciptanya. Saat nikmat hidup dianugerahkan kepada kita, adakah karunia yang lebih baik dari itu? Bukankah ada yang ingin hidup seribu tahun?

Maka, berhentilah memaksa Tuhan memberikan apa yang kita angankan. Berhentilah mengangankan menjadi pemimpin kalau akhirnya tidak adil, berhentilah mengaku menjadi panutan jika akhirnya menyesatkan umat, berhentilah menebar janji jika hanya akan mengingkarinya, dan berhentilah bersikap tidak arif dan bijak, karena Allah mencintai orang arif dan bijak dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup.

Hanya orang yang arif akan malu menyatakan kebutuhannya kepada Allah dan hanya yang tidak arif yang tidak malu meminta dan terus meminta. Jika seseorang merasa malu menyatakan hajat dan permohonannya kepada Allah, manalah mungkin ia tidak akan malu mengantarkan kebutuhannya kepada sesama makhluk. Ia akan merasa cukup “hanya” dengan kehendak dan keputusan Allah SWT. Apapun kehendak-Nya, orang yang arif akan selalu bersikap ridha dan qona’ah.

Tak Mudah Terhapus

Maka dari itu, arif dan bijaksana adalah dua kata yang berpasangan, memiliki makna menyertai sebuah sikap, sifat, serta karakter seseorang. Bisa jadi, tujuan penggabungan kedua kata tersebut untuk saling menguatkan makna masing-masing kata. Seseorang dapat disebut arif jika bisa bersikap bijaksana. Jadi penggunaan kedua kata ini dalam kehidupan sehari-hari sering kali terlihat saling melengkapi.

Arif dan bijaksana dapat diterapkan pada kondisi apapun, baik itu urusan pribadi maupun urusan umum, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Dus, sikap arif dan bijaksana harus dimiliki setiap orang, jika ingin hidupnya tenteram dan bahagia. Orang yang memiliki sikap arif dan bijaksana tidak akan merasa tersiksa, karena segala yang terjadi akan disikapi secara arif dan bijaksana, serta menyenangkan banyak orang dengan batas-batas yang wajar sesuai syari’at Islam.

Seorang ayah yang arif dan bijaksana, ketika melihat anak-anaknya bertengkar, maka tidak akan memihak kepada salah satunya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, tentu saja dia akan melihat akar dari permasalahannya. Dengan mengetahui sumber masalahnya maka kedua anak yang sedang bertengkar tersebut akan merasa terlindungi dan saling memaafkan, bahkan akan mendapatkan solusi dari masalah yang dipersoalkan.

Anak menjadi tenang, ayah pun menjadi senang, hidup menjadi harmoni. Tetapi jika ayah tersebut menyelesaikan masalah tidak dengan arif dan bijaksana, bisa jadi yang terjadi adalah rasa saling mendendam karena masalahnya tidak akan selesai, karena cara penyelesaiannya yang keliru dan fatal.

Begitu juga yang terjadi di masyarakat, jika seorang yang dianggap pemimpin ketika menyelesaikan masalah anggotanya tidak memiliki sikap arif dan bijaksana, maka yang terjadi adalah kekacauan. Karena boleh jadi ada yang merasa dirugikan. Semua kondisi hanya dapat diselesaikan dengan sikap arif dan bijaksana.

Orang yang memiliki sikap arif dan bijaksana adalah orang yang menyadari bahwa segala sesuatunya akan dipertanggungjawabkan baik kepada sesama manusia maupun dihadapan Yang Maha Kuasa. Sehingga dalam kondisi apapun akan mengembalikan kepada-Nya.

Hal itulah yang menyebabkan ketika penyelesaikan masalah akan menyerahkan kepada yang Maha Kuasa dengan mencari ridla-Nya. Kalau sudah demikian tentu saja permasalahan akan dapat diselesaikan dengan baik, dingin dan menyenangkan. Semua orang hurus memiliki sikap arif dan bijaksana, baik untuk menyelesaikan masalah pribadi maupun masalah orang lain, lebih-lebih masalah yang timbul di masyarakat atau suatu organisasi, karena menyangkut banyak orang, bila salah langkah dalam penyelesaian organisasi, maka hidupnya akan tergores dalam sejarah panjang yang tak mudah tehapus oleh waktu.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img

RP8888