Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si
MALANG POSCO MEDIA – Wanita merupakan makhluk yang dikodratkan oleh Sang Khalik sebagai perantara lahirnya manusia di bumi. Wanita diberi kelebihan untuk mengandung, melahirkan, mengasuh dan mendidiknya. Tugas kaum ibu, sungguh suatu tugas yang mulia namun tidak ringan. Allah SWT telah menentukan kodrat wanitayang berat itu, namun kadangkala kaum Adam kurang memahami.
Wanita sebagai ibu adalah pendidik paling utama bagi manusia. Kaum ibu yang ideal tidak sekadar dapat mengandung, namun seorang ibu harus berkualitas. Anak-anak mereka tidak cukup dijamin kebutuhan jasmaninya tetapi juga rohaninya.
Di dalam rumah, siapakah yang mempunyai banyak waktu untuk anak-anak? Siapakah yang lebih mempunyai pengaruh terhadap anak-anak? Siapakah yang lebih dekat kepada anak-anak? Tidak lain adalah ibu-ibu mereka. Seorang ibu merupakan seseorang yang senantiasa diharapkan kehadirannya bagi anak-anaknya.
Di sini letak peranan wanita sebagai ibu, cukup berat menuntut rasa tanggung jawab yang tidak ringan. Berhasil tidaknya generasi yang ideal ada di tangan kaum wanita. Tidaklah berlebihan apabila Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam memberi penghargaan terhadap kaum ibu, sebagaimana dalam Hadits Riwayat Imam Ahmad, bahwa Rasulullah bersabda: “Surga itu berada di bawah telapak kaki para ibu.’’
Madrasah Pertama dan Utama
Orang tua adalah rumah pertama bagi anak-anak dan sahabat berbagi cerita bagi anak, terutama seorang ibu yang memiliki peran teramat penting dalam sebuah keluarga, dikarenakan keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh bagaimana cara orang tua mendidik anak-anaknya dalam kehidupan mereka.
Seorang ibu harus memberikan atau memenuhi kebutuhan anak secara wajar, tidak berlebihan, dan tidak kurang. Pemenuhan kebutuhan anak tidak lain yaitu pemenuhan kebutuhan psikis anak, seorang ibu harus mampu menciptakan situasi yang aman bagi putra-putrinya. Ibu diharapkan dapat membantu anak apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman tersebut akan menjadikan pengaruh positif bagi kepribadian anak dalam hubungan orang tua dan anak.
Ibu harus mampu menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya, mengingat bahwa perilaku orang tua, khususnya ibu, akan ditiru yang kemudian dijadikan panduan dalam perilaku anak. Kini anak cenderung menjadikan ibu sebagai orang yang dapat memenuhi segala kebutuhannya atau orang yang paling dekat dengan dirinya, kemudian anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan orang tuanya, baik secara sadar maupun tidak. Sehingga dalam hal ini orang tua hendaknya menjadi contoh yang positif bagi anak-anaknya.
Makna pendidikan keluarga menurut M. Tholhah Hasan (2017) adalah proses pemberian positif bagi tumbuh kembangnya anak sebagai pondasi pendidikan selanjutnya. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Abdullah (2003) bahwa pendidikan keluarga adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua berupa pembiasaan dan improvisasi untuk membantu perkembangan pribadi anak.
Sedangkan Ki-Hajar Dewantara (1961) salah seorang tokoh pendidikan Indonesia, menyatakan bahwa alam keluarga bagi setiap orang (anak) adalah alam pendidikan permulaan. Di situ untuk pertama kalinya orang tua (ayah maupun ibu) berkedudukan sebagai penuntun (guru), sebagai pengajar, sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai pendidik yang utama diperoleh anak.
Jadi Keluarga adalah lembaga yang utama dan pertama bagi proses awal pendidikan anak-anak. Dan keluarga juga adalah wahana untuk mengembangkan potensi yang dimiliki seorang anak ke arah pengembangan kepribadian diri yang positif dan baik. Dan bila diterjemahkan bahwasannya peranan ibu dalam keluarga merupakan sentral sebagai suri teladan bagi anaknya untuk melahirkan jati diri anak yang cerdas dan berkualitas di masyarakat.
Mendaki di Tangga Kehidupan
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan suatu hadits dari Abu Hurairahra., bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kemuliaan nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah wanita yang baik agamanya niscaya kamu beruntung.”
Seorang penyair berkata ”Ibu adalah madrasah (tempat belajar) bila kau mempersiapkannya, kau telah menyiapkan bangsa yang hebat.”Allah telah membekali seorang ibu dengan naluri keibuannya yang tidak diberikan kepada seorang ayah. Naluri ini secara fisik merupakan naluri yang paling kuat dari semua naluri fisik lainnya.
Para Ahli ilmu kejiwaan telah melakukan penelitian pada tikus, dan dari percobaan itu mereka telah menemukan bahwa stimulan fisik seorang ibu akan menghasilkan berbagai hal, seperti; keibuan, kehausan, kelaparan, dan seksualitas. Karena itu, seorang ibu siap untuk melindungi anak dan berkorban demi anaknya, baik dalam kondisi istirahat maupun tidur, sedangkan dirinya tetap ridla.
Faktor tersebut dapat membuat ibu kuat untuk bergadang demi kenyamanan anaknya, terutama pada usia dua tahun pertama, di mana peran seorang ayah pada saat seperti itu masih sangat sedikit. Dua tahun pertama memiliki pengaruh sangat besar terhadap kepribadian anak. Ilmu kejiwaan belum bisa mendeteksi di manakah letak rahasianya.
Di antara fenomena itu, bahwa bayi dapat mengenali ibunya dari baunya, kemudian mengenali suaranya. Sebagaimana pula bahwa bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang diikuti oleh anak. Mayoritas emosi seorang anak pada tahun pertama berkaitan dan terpusat pada ibu, atau orang yang menggantikan peran ibu tersebut.
Konsep pendidikan Islam adalah konsep pendidikan yang berlandaskan wahyu, bukan konsep percobaan atau penelitian. Maka bagi seorang muslim harus menyakini, membenarkan dan melaksanakan apa yang Rasulullah sampaikan. Tanpa perlu meneliti dan mengkaji kembali.
Sebagian kaum muslimin baru meyakini konsep Nabi adalah konsep terbaik setelah para peneliti Barat membuktikan kemukjizatan Nabi. Bagi kaum muslimin yang taat pada Allah dan Rasul-Nya hendaknya mendahulukan perkataan keduanya dibandingkan dengan yang lain. Bila kita sudah paham konsep Nabi yang terbaik, maka untuk apa mencari konsep yang lain.
Selanjutnya, bila sudah paham bahwa anak sejak bulan keenam telah mulai terbentuk hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitarnya, maka menjadi jelaslah bagi kita pentingnya peran ibu bagi pendidikan anak. Seorang peneliti, Samiyah Hamam menemukan bahwa dampak ketidak hadiran ibu jauh lebih besar daripada dampak ketidak hadiran ayah bagi anak-anak. Karena ibu yang bijaksana dapat mengisi sebagian kekosongan yang tidak diisi oleh ayah.
Mengingat pentingnya peran ibu dalam pendidikan, kita akan mengisyaratkan keistimewaan syariat Islam yang telah megumpulkan alasan-alasan yang cukup untuk menjadikan seorang ibu berada dalam posisi yang tepat sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya. Sehingga kaum ibu bisa beribadah kepada Allah dalam rumahnya sendiri.
Di antara alasa-alasan tersebut, Pertama, asal dari wanita adalah tinggal di rumah. Allah berfirman: Dan berdiamlah kalian di rumah-rumah kalian (QS. Al-Ahzab 33: 33). Allah juga menjadikan salatnya wanita di rumah lebih utama daripada salat di masjid, Kedua, laki-laki (suami, ayah, anak laki-laki, atau saudara laki-laki) dibebani menafkahi seorang wanita (atau istri), agar dia bisa nyaman di rumah dan fokus terhadap tugas yang sebenarnya.
Mari kita lihat bagaimana Al Qur’an, hadits dan Atsar ulama yang mengisahkan betapa pentingnya peran ibu bagi anak, dan ibu mampu mendidik anaknya tanpa seorang ayah. Di antara kesuksesan seorang ibu adalah Hajar. Ia wanita teladan dalam akhlaknya yang baik dan perilakunya yang indah. Ia mendidik anaknya, Nabi Ismail, dan mengasuhnya sejak kecil hingga dewasa, sehingga akhirnya Nabi Ismail menjadi orang yang mampu mendaki di tangga kehidupan.
Hajar menggadaikan kehidupannya agar anaknya hidup dengan kehidupan yang baik dan anaknya adalah buah ranum yang mendatangkan manfaat dengan izin Allah. Siapa saja yang membuka lembaran kehidupan Nabi Ismail, ia pasti mendapati kehidupannya sarat dengan aroma wangi dan parfum harum.(*)