spot_img
Friday, July 4, 2025
spot_img

HUTAN KITA (SEHARUSNYA) BISA PULIH NORMAL

Berita Lainnya

Berita Terbaru

          Akhirnya menemukan isi latar belakang serta alasan dari penerbitan buku ‘Tidak Ada yang Tidak Bisa karya Dahlan Iskan cetakan ketiga tahun 2009. Kisah hidup dituntaskan dengan aliran cerita sangat baik dan menginspirasi pastinya. Satu pesan tersemat bahwa keyakinan menjadi hal penting dalam hal ingin mencapai sesuatu. Karmaka menjadi tokoh utama dengan cerita motivasi terbaiknya bahwa tidak ada hal yang tidak bisa dilakukan selama ada niat serta keyakinan yang kuat.

          Cerita Inspiratif mendominasi sangat kental pada buku setebal 279 halaman ini. Salah satunya saat ayah Karmaka terkena musibah saat bekerja dan ia harus keluar dari sekolah untuk melanjutkan tugas ayahnya mencari uang serta menutup kebutuhan ekonomi keluarga. Hal ini harus ia lakukan karena adiknya harus tetap sekolah.

          Karmaka kecil bekerja hampir setahun sebelum ayahnya bisa bekerja kembali. Ia mengobarkan semangat mengejar cita-cita meneruskan pendidikan meski diterima di sekolah yang telah ia tinggalkan selama setahun dengan status menjadi adik kelas dari adiknya. Hal yang ia katakan adalah “Tidak apa-apa. Saya akan kejar nanti.”

          Cerita inspiratif serupa banyak ditemui, jelas bisa datang dari mana saja, teman dekat, tetangga, maupun handai taulan yang jauh. Orang-orang yang mampu memberikan dorongan cerita inspiratif diperlukan untuk senantiasa menjaga asa kita tetap menyala pada berbagai sendi-sendi kehidupan. Berujung pada niat serta keyakinan yang kuat harus dilanjutkan dengan memulai untuk bergerak melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mewujudkan cita-cita yang baik.

          Layaknya keyakinan seperti itu yang harusnya terus dipelihara. Tercengang melihat data kerusakan hutan di Indonesia. Catatan berbagai sumber informasi bahwa kerusakan tersebut mencapai sejuta hektar lebih tiap tahunnya. Jika buku karya Dahlan Iskan menginspirasi siapapun untuk selalu bersikap kuat, tidak muluk-muluk harapan itu kita sebarkan melalui semangat tidak merusak hutan dan melakukan gerakan penananaman satu orang satu pohon kiranya.

          Catatan kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur. Hal ini terjadi akibat perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. 

          Berbeda lagi dengan data milik FAO (organisasi pangan dan pertanian), menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai  1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen. Berbagai LSM peduli lingkungan juga mengungkapkan kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.600.000-2.000.000 ha per tahun.

          Sebagai acuan negara kita saat ini adalah paru-paru dunia dengan luasan hutan sekitar 933.000 Km2. Papua dan Kalimantan mendominasi luasan hutan tersebut. Dengan luasan hutan tersebut, kita menduduki peringkat ke 8 dunia negara yang memiliki luasan hutan. Peringkat pertama dengan luas hutan tertinggi di dunia yakni Rusia dengan 17.000.000 Km2 (goodnewsfromindonesia, 01/08/2021). Menjadi pertanyaan besar perkembangan hutan seperti apakah yang kita inginkan ke depannya?

          Jelas jika berpedoman pada manfaat hutan tidak terbantahkan hutan menjadi filter dari kepekatan udara, berjuta biota alam hidup dan menggantungkan kebutuhannya di kawasan hutan. Sedangkan kita semua juga mengetahui efek dari kerusakan hutan juga memberikan kesan tambahan jika terjadi bencana alam kutukan bahwa alam sedang tidak bersahabat. Apakah budaya seperti ini yang akan terus kita kembangkan dalam rangka menuju kehidupan berdampingan dengan alam?

          Jika jawabannya tidak, berarti butuh langkah nyata untuk menghijaukan kembali kawasan hutan. Langkah kecil dimulai dari diri kita dengan mengikuti program-program penghijauan menjadi salah satu alternatif pengembangan diri kita masing-masing. Berpikir pragmatis sedini mungkin dihindari, karena sejatinya menjaga kawasan hutan lebih sulit dari sifat merusak hutan.

          Terkait kegiatan tersebut tepat sekali disalurkan dalam rangka Hari Menanam Nasional yang jatuh pada 28 November lalu. Dengan niat dan keyakinan yang kuat tidak ada hal yang tidak mungkin untuk bisa tercapai.

          Catatan Kompas.com (21/10/2022) yang memuat rekapitulasi banjir dan longsor yang terjadi di tujuh provinsi di Indonesia mengungkap kondisi hutan yang rusak menambah pilu dari sekian catatan bencana. Bencana tersebut terjadi di Aceh Utara, Malang, Bali, Lebak Banten, Mamuju dan Polewali Mandar, Luwu dan Enrekang dan Banyumas serta Cilacap adalah bencana yang diawali dari rusaknya kawasan hutan.

          Minimnya pepohonan besar sebagai salah satu penahan tanah serta penyerap air hujan menambah kuatnya bencana banjir dan longsor itu terjadi. Potensi bencana seminimal mungkin bisa terjadi ketika kawasan hutan dalam kondisi baik. 

          Hari Menanam Nasional mulanya berpedoman kepada Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa tanggal 28 November ditetapkan sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia yang dimaksudkan untuk memberikan kesadaran dan kepedulian kepada masyarakat tentang pentingnya pemulihan kerusakan sumber daya hutan dan lahan melalui penanaman pohon.

          Bukan tanpa sebab, sebelum tahun tersebut kondisi hutan di Indonesia mulanya memiliki kawasan hutan yang terjaga. Secara masif dikutip dari rimbaindonesia.id (30/4/2020) bahwa kurun waktu empat tahun atau 1999-2003 adalah masa kelam sejarah hutan di Indonesia. Masa tersebut berjuta ha hutan dirusak oleh manusia baik di kawasan hutan di Jawa maupun luar Jawa.

          Tidak terlambat kiranya upaya untuk terus menjaga kondisi hutan diyakini masih terus berkobar di setiap sanubari rakyat Indonesia. Logika sederhana bahwa hutan memberikan banyak manfaat salah satunya kebersihan udara yang kita hirup sehari-hari. Kutipan pada arbor day foundation satu pohon dewasa menyerap 48 pon karbondioksida atau setara dengan emisi karbondioksida yang dikeluarkan mobil untuk menempuh jarak 26 ribu mil.

          Mari mulai dari diri kita masing-masing dengan merubah sikap tidak ikut merusak kondisi hutan. Lestari Alamku, Lestari kawasan hutanku!!! (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img