MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar seminar internasional yang dengan topik penegakan hak perempuan. Utamanya terhadap pelanggaran hukum yang menimpa mereka. Lantaran hingga saat ini hukum internasional dinilai masih lemah dalam penegakan hukum tersebut.
Hal itu disampaikan, Dr. Muhammad Helmi Md. Said, sebagai pemateri dalam seminar tersebut. Dosen University of Kebangsaan Malaysia itu mengatakan bahwa usaha untuk memasukkan penanganan kekerasan rumah tangga di bawah hukum internasional telah dilakukan selama beberapa dekade belakangan. Utamanya untuk melindungi hak perempuan.
Banyak aktivis yang turut memperjuangkan hal tersebut, bahkan di berbagai belahan dunia. “Harapannya, dengan adanya hukum yang mengatur, kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah dan bisa memberikan hukum bagi pelaku,” ujarnya dalam seminar yang digelar pada (17/12) tersebut.
Dia memaparkan, ada beberapa hak perempuan yang terkandung dalam hukum internasional. Hak pertama adalah memperoleh martabat sebagai manusia. Kedua ada hak untuk hidup, bebas, dan aman. Selanjutnya adalah hak untuk mendapat kesetaraan dan terhindar dari hal diskriminatif.
Keempat adalah akses yang adil dan setara untuk memperoleh perlindungan hukum. Kelima adalah hak dalam pernikahan, memperoleh kebangsaan, pelatihan, kesehatan, dan reproduksi. Terakhir adalah hak dalam kesejahteraan ekonomi dan sosial.
Dalam menjalankan peranan untuk melindungi hak perempuan, Helmi mengatakan bahwa negara memiliki beberapa kewajiban di Undang-Undang (UU) internasional. Kewajiban tersebut meliputi pelarangan tindakan kekerasan privat, pelarangan diskriminasi, penghapusan adat, tradisi, atau agama yang menumbuhkan kekerasan terhadap perempuan. Pun dengan menjaga keamanan dan kesehatan kerja untuk perempuan.
Sayangnya, hal itu masih terkendala oleh anggapan bahwa hak perempuan merupakan masalah pribadi di luar perlindungan negara. Namun, Helmi menjelaskan bahwa pemerintah Malaysia telah menyetujui untuk memperkuat The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) tahun 1995. Terbaru, dilakukan pembaharuan pada pasal 16 (2) tentang pernikahan di bawah umur. “Kapasitas penegakan hukum internasional ini harus diperkuat dengan adanya adopsi standar hukum global ke hukum masing-masing negara,” tegas Helmi.
Sementara Wakil Rektor III UMM Dr. Nur Subeki, ST. MT menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan latihan bagi para mahasiswa untuk meningkatkan diri dan memperoleh rekognisi ke jenjang internasional. Apalagi sudah banyak teknologi yang membantu dan mempercepat agenda akademik.
“Pemahaman tentang hukum internasional sangat penting untuk menjalin kerja sama dari satu negara ke negara lain. Datangnya dua pemateri dari University of Kebangsaan Malaysia ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa terkait hukum internasional,” tandasnya. (imm/bua)