Suatu hari, saya sedang bertemu dengan beberapa kawan lama saya ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Sudah sangat lama, tentu lebih dari 30 tahun jika dihitung dari tahun 2022, semua seakan berlalu sangat cepat. Ketika melihat bangunan sekolah dasar tempat saya belajar tahun 1985, seakan saya masih mengingat bagaimana saya dulu bersekolah.
Terbersit ingatan ketika melihat beberapa pohon yang masih tersisa seakan dapat memulai cerita dalam memori saya, bercelana pendek, bersenda gurau dan nyaris tidak ada beban, yang ada hanya senang ceria bersama teman, ada cerita baru setiap bertemu di sekolah. Bersergam merah dan putih, berdasi dengan lingkaran karet, berompi warna merah, sering membaca buku di perpustakaan dengan dongeng-dongeng masa lalu yang penuh pesan moral dan makna kehidupan.
Saya baru menyadari, ternyata peristiwa puluhan tahun itu adalah sebuah proses bagaimana saya dan teman-teman berliterasi mencatatkan cerita kehidupan anak kampung yang ingin belajar, bersekolah yang waktu itu belum paham akan kemana dan memperoleh apa saat sekolah, kecuali menangis dan merasa bersalah jika melihat nilai di raport berwarna merah.
Saat ini satu persatu guru guru saya sudah banyak yang meninggalkan dunia, beberapa masih dapat bersama dengan keluarga, meskipun mungkin sudah lupa dengan saya. Dari sekolah di desa tersebut saya tumbuh dan terus berkembang, perlahan saya menjadi paham, literasi adalah bukan hanya sekadar membaca dan menulis buku atau sekadar mampu menghitung, literasi bukan hanya sekadar berada di perpustakaan untuk merangkum catatan dari buku yang dibaca.
Memahami Literasi di Era Industri 4.0 dan Social 5.0
Sebagaimana para ahli mendefinisikan literasi dalam berbagai buku, riset dan yang lainnya. Menurut Elizabeth Sulzby 1986, literasi merupakan kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam berkomunikasi, berbicara, menyimak dan menulis, dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya. Sementara menurut Harvey J Graft, 2006 Literasi adalah suatu kemampuan dalam diri sesorang untuk menulis dan membaca, dan mengacu dari beberapa pakar dan ahli, literasi memang erat kaitannya dengan kegiatan membaca, menulis, menyimak dan menyampaikan suatu pesan dengan Bahasa yang dipahami dan dimengerti.(https://barki.uma.ac.id/2021/12/08)
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat diambil sebuah persepsi secara sederhana bahwa, literasi tidak dapat dilakukan dengan tergesa gesa, dan tidak dapat pula datang secara tiba-tiba. Memerlukan sebuah kebiasaan, yang dapat menselaraskan kemampuan membaca, menulis, mengingat, mengungkapkan, dan menyampaikan pesan kepada orang lain.
Literasi yang didominasi oleh kemampuan membaca, menulis, menghitung disebut dengan istilah literasi lama. Literasi yang dikembangkan sampai abad 20 akhir dan 21 awal, biasanya disebut kemampuan calistung yang dibeberapa Lembaga Pendidikan dasar digunakan sebagai syarat untuk dapat menjadi peserta didik, tetapi dalam perkembangan saat ini sudah mulai dihilangkan karena dianggap memaksa pertumbuhan dan perkembangan anak tidak sesuai masanya.
Literasi sebelum abad 21 tidak jauh berbeda dengan literasi era digital saat ini, memasuki abad 21 era industry 4.0 dan Society 5.0 muncul pemahaman dan paradigma baru tentang literasi. Hamidulloh Ibda, dalam sebuah penelitian menyatakan, tantangan pada masa saat ini adalah sangat kompleks, dan mengharuskan masyarakat dapat mengimplementasikan literasi baru sebagai pelengkap dan penyempurna literasi lama, membaca, menulis, menghitung. Literasi baru yang dimaksud adalah literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia. Munculnya literasi baru tidak dapat dilepaskan dari pengaruh revolusi industry 4.0, yaitu kondisi yang mengedepankan dunia industry digital sehingga menjadi sebuah paradigma dan acuan bagaimana menata kehidupan saat ini.(Ibda, Hamidulloh, 2019).
Era revolusi industry 4.0 hadir bersama dengan era disrupsi yang sudah mulai disadari dan direspon oleh kalangan masyarakat terdidik. Bahwa literasi lama yang mengedepankan membaca, menulis, menghitung harus dipadukan dengan data, teknologi dan sumber daya manusia. Masih menurut Hamidulloh Ibda, penguatan literasi baru pada guru dan dunia Pendidikan menjadi penting karena sebagai kunci perubahan. Gurur berperan membangun generasi yang berkompeten, berkarakter, memiliki literasi baru, dan berpikir tingkat tinggi. Memiliki daya kritis, komunikatif, inovatif, kreatif sesuai dengan keterampilan abad 21 yang sudah menjadi standar kompetensi yang harus dimiliki manusia modern.
Menurut buku berjudul Konsep dan Aplikasi Literasi Baru di era Industri 4.0 dan Social 5.0 yang ditulis oleh Farid Ahmad dan Hamidulloh Ibda, literasi baru merupakan kemampuan atau sebuah usaha mendapatkan informasi, pengetahuan, tiga jalan yaitu literasi data, teknologi dan sumber daya manusia. Literasi baru sebagai penguat dan penyempurna dari literasi lama yang berbasis pada membaca, menulis dan menghitung. (Ahmadi, Farid, Ibda, Hamidulloh, 2019).
Literasi dan Pendidikan
Kita pasti sering membaca informasi, ada beberapa negara yang masuk dalam predikat rangking tertinggi di dunia perihal literasi, serta kebiasaan gemar membaca buku warga dan masyarakatnya. Sebut saja, Finlandia, Swedia, Belanda, Jepang, Hongkong, Australia, China, Singapura, Mengutip dari berita di harian inews. (https://www.inews.id/senin 12/12/2022).
Sementara jika kita berbicara tentang literasi di negeri kita Indonesia, sekali lagi kita harus menjadi bagian dari manusia dengan tingkat literasi yang sangat rendah. Menurut UNESCO, minat baca masyarakat di Indonesia sangat memprihatinkan. Dengan perbandingan 0,001 persen, artinya 1 orang di antara sekian banyak masyarakat yang rajin membaca (https://utaratimes.pikiran-rakyat.com/7/Sept/2022). Dari data tersebut, sebetulnya masyarakat Indonesia sudah pada posisi masyarakat dengan literasi digital yang sangat tinggi, tetapi seolah menjadi sedikit berbanding terbalik dengan statemen masyarakat Indonesia sebagai masyarakat paling cerewet di media sosial. Mungkin secara bahasa masyarakat Indonesia termasuk masyarakat dengan Literasi Digital yang sangat tinggi, karena dengan mampu menggunakan media sosial masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mampu menguasai digital, data, dan teknologi, hanya saja dari sisi materi yang dibahas dalam bermedia sosial kurang dapat dinilai sebagai sebuah budaya membaca nilai-nilai positif kehidupan.
Dari kondisi yang ada, keberadaan pendidikan menjadi sangat penting dan urgen untuk ditingkatkan kualitasnya secara menyeluruh, dari Sarana Prasarana, Sistem Pendidikan, System Pembelajaran serta Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam Pendidikan tersebut. Dengan pendidikan yang berkualitas, diyakini ada output peserta didik menjadi lebih baik, dan masyarakat menjadi ada kesempatan untuk belajar memahami dan belajar sepanjang hayatnya. Dengan mengambil contoh beberapa negara dengan rangking tertinggi literasinya, mereka telah memiliki system dan kualitas Pendidikan yang sangat baik dari Pra Pendidikan, Pendidikan dasar, Menengah sampai perguruan tinggi.(*)