MALANG POSCO MEDIA, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menekankan pentingnya menyusun strategi dalam memberikan pendidikan anti kekerasan terhadap anak usia dini. Pasalnya, anak termasuk dalam kelompok yang rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi.
“Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada Januari-November 2022 terdapat 1.664 anak berusia kurang dari 6 tahun yang menjadi korban kekerasan. Melihat data tersebut, hal ini memerlukan dukungan berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pencegahan kekerasan terhadap anak,” ujar Menteri PPPA dalam Webinar dan Workshop Pendidikan Anti Kekerasan di Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), secara online, Minggu (15/1).
Menurut Menteri PPPA, guru dan orang tua dapat mensosialisasikan nilai-nilai anti kekerasan pada anak usia dini dengan berbagai cara, seperti bercerita atau mendongeng, melalui alat permainan, maupun melalui musik. “Menggunakan berbagai metode yang ada dapat membentuk kepribadian maupun perkembangan emosi anak, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak,” kata Menteri PPPA.
Dalam hal penanganan, Menteri PPPA mengatakan, pihaknya telah menyediakan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) sebagai layanan pengaduan dan perlindungan bagi perempuan dan anak. “Bagi Ibu/Bapak sekalian yang mengalami, mendengar, atau mengetahui kasus kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak dapat langsung menghubungi (021) 129 atau melalui Whatsapp 08111-129-129,” tutur Menteri PPPA.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim menegaskan, satuan PAUD harus menjadi lingkungan belajar yang menyenangkan, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. “Sejak pertama kali kami meluncurkan Merdeka Belajar, saya menekankan bahwa sistem kita harus bebas dari tiga dosa besar, meliputi perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual,” kata Nadiem.
Lebih lanjut, Nadiem menerangkan, kekerasan di lingkungan pendidikan menjadi perhatian utama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mengingat hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap proses belajar anak. “Anak-anak yang mengalami kekerasan mengalami trauma berkepanjangan. Akibatnya mereka takut pergi ke sekolah, tidak semangat belajar, dan pada akhirnya kehilangan kesempatan untuk menggapai cita-citanya,” ujar Nadiem
Menurut Nadiem, pihaknya terus mendorong pencegahan dan penanganan tiga dosa besar melalui kampanye edukasi anti kekerasan serta penegakan hukum. “Pada 2022 kami menangani enam kasus tiga dosa besar di sejumlah sekolah. Jumlah ini tentunya masih sangat sedikit dibandingkan dengan kasus kekerasan yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini, saya membutuhkan kolaborasi kita semua untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan,” tutur Nadiem. (*/nda)