Berdasarkan survei Institute of Public Policy (2019), Politisasi Agama menjadi salah satu indikator utama yang memperburuk citra demokrasi Indonesia. Ancaman tersebut sangat berpotensi hadir kembali pada tahun 2023 ini sebagai tahun politik menyongsong pemilu tahun 2024.
Apabila tidak ada upaya penangkalan, Politisasi Agama akan kembali dimanfaatkan sebagai kendaraan politik. Propaganda akan bertebaran untuk mempolarisasi masyarakat demi meraup suara sebanyak-banyaknya. Dampaknya, masyarakat akan menjadi korban adu domba akibat hasutan politik dengan dalih Agama sebagai dasar pembenaran yang menyesatkan.
Politisasi Agama dalam beberapa tahun ke belakang memang menjadi sorotan karena kerap hadir menghiasi dunia demokrasi di berbagai negara. Banyak publik figur dunia fenomenal justru menggunakan politisasi agama sebagai senjata utama untuk memenangkan kontestasi pesta demokrasi di negaranya. Misalnya seperti Donald Trump saat memenangi Pilpres Amerika Serikat (AS) tahun 2017. Berdasarkan Penelitian David E. Campbell (2020) yang berjudul “The Perils of Politicized,” kemenangan Trump merebut kursi Presiden AS ternyata tidak lepas dari Politisasi Agama dari kampanyenya, terutama politik Anti-Islam (Islamofobia) dan anti-imigran. Demikian pula kemenangan Partai sayap kanan Prancis National Front Party dengan tokohnya Marine Le Pen juga tidak lepas dari balutan Politisasi Agama saat melakukan agenda-agenda kampanye partai tersebut.
Politisasi Agama dalam dunia demokrasi tidak boleh dibiarkan berkembang tanpa kendali. Kita tidak ingin keharmonisan bangsa menjadi terkikis akibat politik praktis yang dibaluti bumbu-bumbu Agama. Akan tetapi bukan berarti Agama harus dipisahkan dengan Politik.
Agama harus tetap menjadi bagian politik tapi tidak dengan cara mempolitisasi. Maksudnya Agama harus menjadi pedoman berpolitik dalam mempererat persatuan di tengah perbedaan pilihan. Sedangkan Politisasi Agama hanya menjadikan Agama sebagai alat untuk memenuhi hasrat politk sesat secara pragmatis yang dapat menciptakan intoleransi di masyarakat.
Itulah yang menjadi alasan mengapa Moderasi Beragama perlu diinternalisasi dalam mengintegrasi Agama dan demokrasi. Ajaran kerukunan dari Moderasi Beragama dapat menjadi dasar penyelenggaraan demokrasi yang harmonis. Hal ini penting agar agenda-agenda pesta demokrasi yang akan dihadapi oleh Indonesia dapat terhindar dari pengaruh politisasi Agama dalam menghindari permusuhan di masyarakat.
Politisasi Agama Mereduksi Integrasi Bangsa
Terjalinnya persatuan Indonesia hingga sekarang tidak lepas dari ruang demokrasi sebagai instrumen untuk bersosialisasi antar sesama. Dinamika demokrasi di Indonesia dipengaruhi oleh sosio-kultur yang menginternalisasi Agama sebagai pembangunan demokrasi untuk kemaslahatan umat.
Akan tetapi spirit Agama dalam demokrasi justru sangat berpotensi diintervensi oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuan dengan segala cara.
Upaya tersebut merupakan bentuk politisasi Agama yang sangat mereduksi keharmonisan demokrasi. Agama yang harusnya diinternalisasi sebagai pedoman moral demokrasi, justru dirusak oleh oknum yang menjadikan agama sebagai alat untuk mencapai kepentingan dengan cara menyalahkan perbedaan keyakinan melalui agenda politik dengan dalih agama sebagai pembenaran secara paksa.
Fenomena politisasi Agama di Indonesia tidak boleh dibiarkan berkembang terus-menerus. Hal tersebut penting apabila peredarannya tidak dapat diputus, menurut Martin V. Bruinessen (2013) dapat berpengaruh terhadap munculnya kembali gerakan Islam Konservaif. Kemudian Al-Makin (2015) menerangkan politisasi Agama dapat menciptakan populisme konservatif yang dikenal sebagai homogenisasi Islam.
Pertumbuhan paham tersebut dapat memunculkan pemahaman dan sikap intoleransi serta kekerasan dari Islam terhadap perbedaan keyakinan Agama. Hal tersebut yang dapat menyulut konflik antar multireligi masyarakat akibat perbedaan politik karena propaganda agama yang dapat mengancam resistensi integrasi bangsa.
Internalisasi Moderasi Beragama
Kita semua sepakat bahwa tindakan intoleransi akibat Politisasi Agama perlu dihapuskan di Indonesia. Hal ini penting untuk mempertahankan citra Indonesia sebagai contoh negara yang baik dalam pelaksanaan demokrasi daripada negara-negara mayoritas muslim lain di bumi ini yang banyak tidak demokratis (N.H. Susanto: 2019).
Maka, sudah seharusnya Moderasi Beragama harus mengambil bagian dalam dunia demokrasi untuk memberikan kriteria ideal terhadap cara berdemokrasi tanpa bumbu-bumbu politisasi agama yang menjadi faktor pemecah persatuan bangsa.
Sebagaimana dalam Surah Al-Mumtahanah: 8 dijelaskan bahwa “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Dalil Al-Quran tersebut menjelaskan mengenai ajaran Moderasi Bergama untuk hidup rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Agar demokrasi terhindari dari politisasi Agama, perlu internalisasi 4 (empat) pilar Moderasi Beragama. Pertama, Komitmen Kebangsaan. Prinsip ini perlu ditanamkan dalam diri bahwa cara berdemokrasi harus mempertahankan keutuhan bangsa. Dengan begitu cara berdemokrasi akan menghindari hal-hal yang dapat berpengaruh pada perpecahan yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Kedua Toleransi. Pemahaman prinsip ini secara komprehensif akan membentukan karakter berdemokrasi dengan menghormati perbedaan dan memberikan ruang bagi orang lain untuk berekspresi tanpa harus menyerang keyakinan-keyakinan yang dimiliki masyarakat.
Ketiga anti kekerasan. Prinsip ini perlu diinternalisasi agar cara berdemokrasi dapat dilakukan dengan santun tanpa ada unsur intimidasi secara fisik maupun verbal terhadap perbedaan pemikiran di masyarakat.
Keempat Penerimaan tradisi. Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki tradisi keramahan dan kesopanan. Implementasi setiap prinsip pada moderasi beragama akan menciptakan demokrasi yang ramah tanpa perpecahan. Sehingga iklim demokrasi di Indonesia yang berjalan secara harmonis telah merepresentasikan jati diri dari tradisi yang dimiliki oleh Indonesia.
Akhirnya, Politisasi Agama perlu ditangkal dalam mencegah potensi-potensi yang dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa untuk menciptakan demokrasi yang sehat. Moderasi Beragama menjadi salah satu entitas penting untuk memperkuat pemahaman Agama Islam dalam menciptakan demokrasi yang harmonis di tengah perbedaan pilihan politik. Penguatan pemahaman moderasi agama sangat penting agar masyarakat tidak mudah terjebak terhadap propaganda Agama sebagai alat politik. Sebagaimana menurut Zuquete (2013), Agama merupakan objek yang paling mudah untuk menciptakan aksi populisme sebagai basis pergerakan dalam menyerang pihak lain yang dianggap berseberangan/ musuh karena keyakinan yang berbeda.(*)