MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Tingkat partisipasi sekolah di lingkungan masyarakat Kabupaten Malang masih timpang. Data BPS Kabupaten Malang, angka putus sekolah masih cukup tinggi, khususnya pada tingkatan SMA sederajat dengan capaian baru 54 persen. Disusul SMP dengan 87 persen yang dinyatakan lulus.
Data tersebut merupakan angka partisipasi murni atau yang tercatat merampungkan pendidikan di jenjang tersebut. Dari data tersebut, artinya 32,15 persen siswa SMP di Kabupaten Malang tidak melanjutkan pendidikan SMA atau dapat dipastikan putus sekolah.
Dari segi usia, penduduk Kabupaten Malang yang berumur 16 – 18 tahun tengah menempuh pendidikan sebanyak 64,5 persen. Sementara dalam hal ijazah sekolah, pada usia 15 tahun keatas juga masih belum maksimal. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Suwadji tak menampik bila indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Malang terbilang jeblok.
Tepatnya peringkat 28 dari 38 Kota/Kabupaten di Jatim. Permasalahan partisipasi pendidikan menjadi salah satu penyebabnya. “Memang di Kabupaten Malang ini indeks pembangunan manusianya masih kurang, dalam artian di tingkat provinsi angka indeks pembangunan manusianya masih pada posisi rangking 28,” tutur Suwadji saat dikonfirmasi kemarin.
Dikatakannya, beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya siswa yang tidak melanjutkan sekolah di Kabupaten Malang adalah masalah sosial ekonomi, kenakalan remaja, lingkungan yang mendukung serta rendahnya minat orang tua maupun siswa untuk mengenyam pendidikan. Suwadji menyebut, Pemkab Malang tengah mencanangkan program pendidikan kesetaraan.
Pendidikan kesetaraan yang kerap disebut dengan pendidikan kejar paket ini bertujuan untuk menekan angka tersebut. Kini program tersebut sedang disosialisasikan ke siswa – siswa yang putus sekolah. “Ini pendidikan kesetaraan yang kita harapkan. Ada kerjasama dengan kepala sekolah. Kalau tidak mau, bisa ikut kejar paket,” ungkapnya.
Selain program pendidikan kesetaraan, kata Suwadji, akses ke sekolah juga diupayakan ada kemudahan. Pemkab Malang akan menyiapkan fasilitas pendukung untuk pendidikan, seperti menambahkan angkutan sekolah, untuk mempermudah siswa – siswi berangkat sekolah. Terlebih jika sekolahnya terimbas sistem merger seperti yang direncanakan. (tyo/mar)