.
Friday, December 13, 2024

TADARUS MUNAKAHAT

Larangan Menikahi Ibu Mertua, Meski Sudah Menjadi Mantan Mertua

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Beberapa pekan lalu kita dihebohkan dengan ramainya pemberitaan di media sosial, bahkan di salah satu akun tiktok video podcast seorang istri menceritakan bagaimana suami yang baru menikahinya beberapa bulan berselingkuh dengan ibu kandungnya, hingga suatu hari di gerebek oleh masyarakat sekitar.

Dari kejadian tersebut akhirnya istri ini menggungat cerai suaminya dan bapaknya juga menceraikan istri (ibu kandung dari anak perempuan yang baru menikah). Lebih heboh lagi dalam berita terakhir si menantu yang berselingkuh dengan ibu mertuanya ini, untuk menebus kesalahamnya dia mau menikahi ibu mertuanya (entah berita itu benar atau tidak) yang jelas ini bertentangan dengan ajaran Islam.

Carut-marut kehidupan rumah tangga yang dialami setiap pasangan suami-istri, mertua dan menantu tidak lepas dari kurangnya pengetahuan dan pemahaman agama yang benar terutama tentang hukum–hukum perkawinan dalam Islam.

Dalam Alqur’an Surat An- Nisa ‘ ayat 23 Allah berfirman : “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Dari ayat tersebut para jumhur Ulama’ mengklasifikasikan, bahwa keharaman menikahi wanita karena tiga (3) hal yaitu :1. Adanya hubungan nasab, nasab merupakan pertalian kekeluargaan, golongan yang masuk haram dinikahi karena nasab adalah ibu, anak perempuan kandung, saudara perempuan kandung, bibi dari pihak ayah, ibu, anak perempuan saudara laki-laki, dan anak perempuan saudara perempuan. 2. Hubungan persusuan:
Posisi ibu menyusui disamakan dengan ibu kandung. Golongan yang tidak dibolehkan menikah karena hubungan persusuan adalah ibu dan saudara perempuan sepersusuan. Dengan posisi ibu susu seperti ibu kandung, maka saudara sepersusuan sama dengan kakak atau adik kandung. 3. Adanya hubungan pernikahan sebelumnya: 

Dikutip dari tafsir  Ayat al Ahkam Min Alqur’an karya Muhammad Ali al-Shobuni ada empat golongan yang masuk kriteria ini. Mereka adalah mertua, anak tiri, menantu, dan mengumpulkan dua orang wanita yang bersaudara untuk dinikahi.

Jadi sangat jelas menantu laki-laki haram menikahi ibu mertua, begitu juga menantu perempuan haram menikah dengan bapak mertuanya. Anak tiri (anak perempuan istri ) haram menikah dengan bapak tiri (suami dari ibunya) begitu juga sebaliknya (hal ini jika suami istri telah melakukan hubungan wath’i/jimak).

Keharaman menikahi wanita-wanita yang telah di sebutkan dalam Surat An nisa’ ayat 23 terbagi menjadi dua (2) adakalanya haram untuk selama-lamanya meski telah terjadi perceraian atau kematian atau di sebut mahram muabbad dan ada kalanya keharamanya bersifat sementara mahram ghoiru muabbad /mahram muaqqot (terbatas waktu tertentu). Seperti haramnya menikahi dua (2) perempuan bersaudara sekaligus. Saudara ipar, atau saudara wanita dari isteri. Tidak boleh dinikahi sekaligus juga tidak boleh berkhalwat atau melihat sebagian auratnya. Kalau isteri sudah dicerai atau meninggal maka mereka halal untuk dinikahi. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari isteri.

Melihat pada kejadian banyaknya terjadi perselingkuhan bahkan dengan wanita yang menjadi mahramnya maka penting bagi suami –  istri yang hidup serumah dengan mertua,saudara ipar atau orang tua tiri (orang tua sambung) untuk senantiasa memperhatikan pakaian dalam keseharian dalam bergaul agar tidak menimbulkan fitnah atau memancing nafsu dari orang yang melihatnya. Wallahu a’lam bishowab. (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img