.
Friday, December 13, 2024

Perdata di PN Malang, Pidana di PN Surabaya

Sehari Dua Sidang Tragedi Kanjuruhan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Sidang lanjutan  perkara pidana dan perdata Tragedi Kanjuruhan digelar Selasa (24/1) kemarin di tempat terpisah. Sidang pidana berlangsung di PN Surabaya. Sedangkan sidang perkara perdata diadakan di PN Malang.

Khusus sidang perdata, kali ini kuasa hukum  manajemen Arema FC, mantan ketua Panpel Arema FC serta Security Officer Arema FC sebagai pihak tergugat hadir dalam sidang.

Kuasa hukum ketiga pihak tersebut, Agus Sugianto mengatakan saat ini pihaknya masih mempelajari gugatan perdata yang dilayangkan. Ia mengaku sudah memahami sedikit tentang isi gugatan. Saat ini masih proses pendalaman.

“Kami dari Arema FC sudah membuka crisis center, sejak saat itu (Tragedi Kanjuruhan). Pihak manajemen Arema FC hingga saat ini sudah memberikan santunan kepada keluarga 135 korban jiwa, dan Aremania yang mengalami luka-luka,” ungkapnya kepada awak media.

Ia menyampaikan pihaknya tetap menghormati setiap jalannya persidangan perdata. Hal ini untuk menghargai hak hukum warga negara Indonesia, yang merasa dirugikan dalam insiden di Stadion Kanjuruhan Kepanjen itu.

“Kami nanti akan melihat seperti apa putusannya. Apabila memang nanti sekiranya memberatkan kami, maka kami akan berupaya untuk mengajukan banding,” jelasnya.

Sementara itu di hari yang sama sidang lanjutan perkara pidana Tragedi Kanjuruhan juga berlanjut di PN Surabaya. Kali ini, dua orang saksi dihadirkan dalam sidang tersebut, dengan terdakwa mantan Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, dan mantan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno.

Dua orang saksi yang dihadirkan yakni, Devi Athok. Ia keluarga korban meninggal Tragedi Kanjuruhan. Serta satu saksi lagi yakni mantan Dirut PT LIB Akhmad Hadian Lukita yang saat ini statusnya sebagai tersangka.

Penasihat hukum Devi Athok dari Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) Imam Hidayat mengatakan kepada majelis hakim kliennya menekankan satu hal. Yakni terkait penyebab kematian kedua putrinya yang bukan karena patah tulang atau bekas benturan benda keras lainnya.

“Dia menyampaikan kepada majelis hakim, bahwa putrinya ini meninggal karena ada indikasi keracunan gas air mata. Bahkan saat dimandikan, tidak ada bekas lebam di bagian tubuh putrinya yang meninggal dalam kejadian Tragedi Kanjuruhan,” jelasnya.

Dalam kesaksiannya, ia menegaskan menolak hasil autopsi yang dikeluarkan oleh tim Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) wilayah Jawa Timur. Hasil yang menyatakan bahwa penyebab utama kematian dua putri Devi Athok adalah trauma (luka) di beberapa titik, serta adanya pecahan tulang yang remuk di beberapa organ vital seperti paru-paru.

“Klien kami itu menyampaikan bahwa ia menolak secara tegas hasil autopsi tersebut. Karena hasilnya tidak seperti fakta yang ada dan diketahui oleh Devi Athok,” lanjutnya.

Imam  bersama TATAK dan beberapa kliennya sudah melakukan penolakan atas laporan Tragedi Kanjuruhan model A. Laporan ini dibuat berdasarkan fakta hukum yang dibuat oleh kepolisian sendiri.

“Dan dalam laporan itu hanya menggunakan pasal 359 dan 360 KUHP. Padahal sudah jatuh korban meninggal sampai 135 orang, seharusnya ini terkait kesengajaan. Yakni pasal 338 dan/atau pasal 340 KUHP, dan pasal dengan unsur kesengajaan,” tegasnya.

Hadirnya Devi Athok dan TATAK dikatakannya sebagai bentuk menghormati proses hukum. Kendati menolak secara tegas, namun dalam kewajiban sebagai saksi kasus pidana tetap harus dipenuhi. Apalagi berkasnya telah disertakan dalam berkas perkara yang ada di pengadilan.

“Sejak awal kami sudah menolak. Berbagai kejanggalan seperti digelar di PN Surabaya dengan terbuka terbatas, dengan alasan khawatir gesekan supporter Aremania dan Bonek. Berarti seharusnya bisa dilakukan di PN Kabupaten Malang (PN Kepanjen), dan kejanggalan lain yang sudah kita ketahui bersama selama ini,” kata dia.

“Oleh sebab itu, kami tetap akan mengawal kasus ini sampai mencapai keadilan bagi seluruh korban Tragedi Kanjuruhan, khususnya yang menjadi bagian TATAK,” sambungnya. (rex/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img