MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Diskoperindag Kota Batu menindaklanjuti laporan dari Anggota DPRD Kota Batu Khamim Tohari karena banyak warga Kota Batu yang terjerat koperasi. Tak tanggung-tanggung, salah satu warga Bunga (26), ibu rumah tangga asal Kecamatan Bumiaji harus menanggung hutang sejumlah Rp 28 atas pinjamannya ke beberapa bank titil sejumlah Rp 9 juta.
Atas permasalahan itu, Jumat (27/1) pagi ini Diskoperindag Kota Batu turun langsung untuk menggerebek kantor koperasi abal-abal yang berada di komplek perumahan Sumbergondo Asri Permai Dusun Gundu, Desa Sumbergondo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Dalam penggrebekan tersebut Diskoperindag bersama perwakilan DPRD menemukan tiga rumah yang berada di satu perumahan digunakan sebagai kantor bank titil. Setelah dilakukan penggerebekan diketahui tiga tempat tersebut tidak memiliki ijin domisili, ijin keterangan usaha (koperasi.red) simpan pinjam.
Tiga koperasi abal-abal yang berada satu komplek tersebut meliputi Koperasi Lima Jaya, Koperasi Bangun Jaya Mandiri, dan Koperasi Jaya Lestari Abadi. Bank titil tersebut diketahui telah beroperasi belasan tahun di Kota Batu.
Kepala Diskoperindag Kota Batu, Eko Suhartono yang memimpin penggerebekan mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan menindaklanjuti laporan dewan dan pemberitaan media massa. Hasilnya ada banyak bank titil yang berkedok koperasi abal-abal beroperasi di Kota Batu.
“Kami menindaklanjuti laporan dari DPRD dan Media Massa bahwa ada orang Batu yang pinjam ke koperasi dan di situ ada sedikit persoalan karena bunganya terlalu tinggi. Terus berikutnya saya beserta Pak Khamin kami diskusi dan cari tahu dimana tempatnya,” ujar Eko kepada Malang Posco Media.
Selanjutnya pada hari ini bersama bersama-sama dengan perangkat desa menuju lokasi koperasi abal-abal. Ternyata koperasi tersebut tidak ada ijin operasi dan juga ijin keterangan usaha simpan pinjam.
“Bahkan saat kami tanyakan kepada mereka tentang apa itu koperasi, mereka juga nggak tahu arti artinya. Mereka juga tidak punya anggota. Yang ada hanya nasabah. Karena memang dalam kerja meraka memberi hutang dengan bunga 10-30 persen yang harus dibayar setiap minggu,” bebernya.
Anehnya lagi, lanjut Eko, di satu lingkungan perumahan ada tiga koperasi yang menempati. Hasil pantauan Diskoperindag koperasi tersebut rata-rata koperasi yang perijinannya bukan dari Batu, tetapi cabang ada yang dari Surabaya ada yang dari pusat.
“Tetapi secara operasional kalau kita lihat di daftar nama anggota (DNA) dia bekerja itu bukan koperasi. Karena ada kolektornya yang menagih. Serta mereka tidak mengerti anggota, hanya ada bahasa nasabah. Tentunya pergerakan Koperasi ini bukan koperasi simpan pinjam tapi kayak bank yang mana nagih cicilan mingguan,” urainya.
Yang menjadi persoalan lagi, lanjut Eko, bunga cukup tinggi sehingga mencekik pada masyarakat dan membuat persoalan baru bagi masyarakat. Seperti pertengkaran dalam rumah tangga hingga berakhir dengan perceraian.
“Dari kegiatan ini kami akan tindak lanjuti dengan cek untuk legalitasnya. Hari ini saya minta untuk segera operasionalnya ditutup kalau tidak mempunyai ketentuan. Kalau ada legalitasnya kami lakukan pembinaan. Bahkan bisa jadi permasalahan ini masuk ranah pidana jika ada pengancaman kepada nasabah,” ungkapnya.
Diketahui dari papan penagihan di salah satu kantor tersebut, total uang akumulasi uang diputarkan uang pinjaman dari berbagai desa di Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu atau Malang Raya mencapai Rp 1,9 miliar. (eri/jon)