MALANG POSCO MEDIA- Barang bekas tidak berharga seperti kresek, botol plastik, sachet minuman hingga gelas plastik sudah akrab bagi Ernik Yustiana selama 10 tahun terakhir. Warga Kelurahan Bunulrejo Kota Malang ini termasuk salah satu warga yang pertama dan getol menggeluti masalah lingkungan di daerahnya.
Srikandi lingkungan ini mendaur ulang berbagai bahan bekas menjadi hasil kerajinan bernilai tinggi.
“Saat bikin produk daur ulang bahannya apa saja, bahan bekas yang penting bukan logam. Jadi daur ulang non logam. Bisa sampah plastik, botol, kertas, mika, kresek, sampai kaset CD,” terang wanita yang akrab disapa Yustin ini.
Sejak 10 tahun lalu, ia berjibaku merangkai dan menghias ragam jenis sampah menjadi berbagai produk menarik. Misalnya seperti hiasan dinding, topeng, tas, kostum, keranjang, wadah dan berbagai kostum. Aktivitas ini tepatnya mulai ditekuni Yustin sejak 2013, diawali dengan adanya sebuah acara 17 Agustus. “Waktu itu ada semacam pameran kecil-kecilan. Ada produk macam-macam. Terus iseng saja sama Bu RW, saya bilang; bisa bikin seperti itu (salah satu produk) bahkan lebih rumit. Kemudian ternyata beliau beri kesempatan untuk saya membuktikan,” kenangnya.
Akhirnya saat itu ia mencoba menggunakan sekitar 10 bahan bekas untuk diolah. Kemudian berusaha mengubahnya menjadi taplak, tas, tempat pensil dan mangkok. Tidak disangka oleh RW setempat dibawa ke tingkat kelurahan dan ditunjuk mewakili kelurahan dalam suatu lomba tingkat kota.
Dari situ ternyata ia mendapatkan keuntungan secara ekonomi dan kemudian berlanjut hingga sekarang. “Awalnya memang untuk mengurangi sampah dan untuk lomba. Tapi kok ternyata menghasilkan dan banyak yang beli akhirnya keterusan,” kata wanita kelahiran 1976 ini.
Ia pun mencontohkan, misalnya dari bahan koran bekas, bisa disulap menjadi sebuah tas yang cantik. Dari produk olahan daur ulang koran bekas itu, ia bisa meraup untung sedikitnya 50 persen, bahkan biasanya mencapai 100 persen.
“Anggap satu kilo (koran bekas) Rp 10 ribu itu aku ubah menjadi tas yang harganya Rp 200 ribu. Memang ada aksesoris penunjang lain dan sebagainya tapi keuntungannya berlipat-lipat. Itu seimbang dengan waktu dan tenaga serta keterampilan untuk produk yang kita buat,” jelasnya.
Dari usaha daur ulang itu, ia pun mengajak kerjasama kepada ibu-ibu rumah tangga di sekitarnya. Bahkan dalam satu gang rumahnya Yustin ajak untuk membantu membuat karya daur ulangnya.
“Saya tidak menyebut karyawan, tapi saya minta bantuan dan mereka mau bantu. Tapi diakui juga, begitu pandemi kemarin saya kembali ke awal, saya sendiri lagi sekarang,” tukasnya.
Karena pandemi, tentu juga berpengaruh pada produksinya. Namun ia mengakalinya dengan membuat produk masker menggunakan bahan kain perca. Dari situ, Yustin bangkit saat terpuruk pandemi.
“Apalagi di Bunulrejo itu dulu terkenal lockdown di mana-mana. Ya Alhamdulillah lumayanlah dari masker kain perca menghasilkan, artinya tidak sampai banting setir seperti lainnya,” syukur Yustin.
Dengan daur ulang, dikatakannya, bisa mengurangi jumlah sampah yang ada di daerah sekitar rumahnya. Selain menjual produk daur ulangnya, ia juga bisa menyewakan karyanya sehingga makin terasa manfaat ekonominya. Penyewanya pun banyak, seperti perorangan, anak sekolah hingga pejabat.
“Saya cita-cita ingin bikin kampung tematik seperti Kampung Warna Warni. Cuma kampung daur ulang itu saya ingin kerjasama dengan Karang Taruna dan nanti ada jalur keterampilan daur ulang. Tiap RT bisa menampilkan berbeda-beda jenis dan bahannya biar menarik,” ungkap Yustin yang gemar membaca ini.
Untuk mencapai impiannya itu, sejak beberapa tahun terakhir, ia gencar memberi pelatihan kepada warga di Bunulrejo. Berkeliling ke tiap RT dan perkembangannya selalu dipantaunya.
Hal ini agar semakin banyak warga yang bisa merasakan manfaatnya, tidak hanya secara ekonomi tapi juga secara dampak lingkungan. Sebab karya daur ulang saat ini peminatnya terus meningkat.
“Kalau selama ini karya saya yang paling jauh ada di Aceh, Kalimantan, dan Jawa yang paling banyak. Tahun kemarin diajak Bank Sampah ke Kalimantan untuk melatih keterampilan daur ulang bagi pemerhati lingkungan atau penyuplai bahan dari pihak swasta,” beber Yustin.
“Kalau luar negeri, saya tidak langsung. Ada teman yang tinggal di Lombok misalnya, itu bawa hasil keterampilan saya kemudian dibawakan jadi oleh-oleh untuk yang di luar negeri,” sambungnya.
Tidak berhenti di situ, hasil karya Yustin juga dipercaya oleh salah satu agency ternama, yakni Red Models. Praktis, karya-karyanya yang berupa fashion dipamerkan dalam sebuah fashion show Red Models.
“Selain fashion show itu juga ada acara di Jakarta, itu hasil karya saya dapat penghargaan kostum favorit. Terus dibawa ke Bali acara Jambore Sampah Nasional 2019 dapat The Best Costume,” katanya.(ian/van)