MALANG POSCO MEDIA- Sie Djin Kwie sangat dikenal saat awal Dinasti Tang. Dalam dialek Hokkian disebut dengan Xue Ren Gui. Ia jenderal perang yang ditakuti kerajaan lain. Sukses menjadi pelindung kerajaannya, Kerajaan Tong.
Cerita itu diangkat dalam pementasan wayang Potehi yang digelar oleh Klenteng Eng An Kiong, Jumat (27/1) kemarin sore. Pementasan dalam rangka Imlek ini mulai Kamis (26/1) sampai selesai, sekitar satu bulan.
Kembali ke cerita Sie Djin Kwie dan Kerajaan Tong. Sang raja, Lie Sie Pin suatu saat bermimpi ketika plesir. Dalam mimpinya ia bertemu jenderal perang yang bengis. Dia merasa ketakutan karena akan dihabisi. Tiba-tiba muncul pendekar yang memakai baju serba putih.
Ia pun bingung apa arti mimpi tersebut. Ada satu penashet, dia tahu ilmu perbintangan dan memberi penjelasan suatu saat pasti jadi kenyataan. Untuk memenangkan peperangan, Kerajaan Tong harus mencari pendekar baju putih. Kelak pendekar itu yang melindungi kerajaan. Dia adalah Sie Djin Kwie.
“Cerita ini terus bersambung. Intinya Kerajaan Tong menyerang kerajaan di Timur Kho Lek Ko (Korea). Seorang pahlawan penyelamat kerajaan mulai berangkat dari seorang pasukan hingga menjadi jenderal perang,” cerita Widodo Santoso, sang dalang ketika pentas wayang Potehi, Jumat (27/1).
Pentas berjudul “Sie Djin Kwie Tjen Tang (Sie Djin Kwie Menyerang ke Timur) ini mengangkat perjalanan Sie Djin Kwie yang dikenal sebatang kara dan tidak punya pekerjaan pasti kemudian berkelana hingga menemukan pendaftaran pasukan kerajaan.
Di situlah awal dia ditempa, berperang melawan kerajaan Kho Lek Ko dan kemudian menjadi jenderal perang. Menurut Widodo, kisah Sie Djin Kwie ini punya banyak hikmah dan pelajaran yang berharga.
“Orang kalau punya keinginan atau cita-cita tidak mau menyerah. Meski dengan keadaan berat, berangkat dari bawah tetap semangat. Jadi pelajarannya harus sabar, jangan minder kondisi seperti apa walaupun tidak punya. Itulah hikmahnya. Perjuangan dengan penuh keyakinan pasti akan mendapatkan keberhasilan,” urainya.
Pertunjukan wayang Potehi dipentaskan kurang lebih selama satu bulan penuh. Tiap hari ada dua sesi. Yakni pertama dipentaskan pukul 15.30 WIB sampai 17.00 WIB. Kemudian sesi kedua pukul 19.00 WIB hingga 21.00 WIB.
“Penonton dibuka untuk umum, para pengunjung silakan menonton,” tukasnya.
Untuk diketahui wayang Potehi merupakan seni pertunjukan berupa boneka mini yang dimainkan seorang dalang. Terkadang juga dua orang dalang, tergantung cerita yang diangkat.
Sedikit berbeda dengan wayang golek yang sekilas sama, wayang Potehi ini kebanyakan dibuat dari semacam kantong kain dan kayu. Selain itu, panggung pentasnya juga sepenuhnya bernuansa China, sesuai daerah asalnya. Juga berbeda dengan wayang kulit, wayang Potehi dimainkan hanya beberapa jam saja, tidak sampai semalam suntuk seperti wayang kulit.
Lebih lanjut Widodo mengatakan selama pandemi memang pentas wayang Potehi ditiadakan di Klenteng Eng An Kiong. Meski cukup berpengaruh, namun grup Potehinya tetap berkeliling mementaskan wayang Potehi.
“Grup Potehi saya keliling pakai mobil. Bukan di klenteng saja, misalnya di pabrik plastik, rumah makan, perusahaan, rumah pribadi, yang penting saat pandemi bisa tetap aktif,” sebut Widodo.
“Kalau Potehi walaupun pandemi atau setelah pandemi ini, penonton memang lebih kurang dibandingkan sebelum pandemi. Mulai sejak tahun 2000 keatas penonton berkurang. Lain dengan era tahun 70- 80an, itu memang luar biasa digemari,” sambungnya.
Wayang Potehi ini pun dikatakan Widodo cocok untuk semua kalangan usia. Sehingga ia berharap wayang Potehi ini bisa terus eksis
“Harapan saya Potehi nantinya makin lama bisa makin diterima masyarakat. Jadi tontonan dan tuntunan. Saya harap pemerintah dan klenteng bisa ikut ambil bagian melestarikan potehi,” harapnya.
Salah satu penonton wayang Potehi, Candra Purnomo mengaku datang menonton pentas itu karena penasaran bagaimana pertunjukan wayang Potehi. Ia sengaja datang bersama pasangannya, Kristina, ketika berkunjung di Malang.
“Saya kelahiran Malang tapi sejak SMA saya ke Surabaya. Nah kebetulan sejak Minggu kemarin saya liburan dan ke Malang ini mau ke rumah orang tua. Sekaligus nonton ini karena pas kecil saya pernah diajak orang tua. Tetap bagus seperti dulu,” kata Candra.
Candra merasa sangat beruntung sebab wayang Potehi menjadi kenangan tersendiri baginya dan masih eksis sampai sekarang. Ia berharap wayang Potehi ini bisa dikenal oleh generasi mendatang.(ian/van)