MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kebijakan Pemkot Malang untuk mengakhiri Perjanjian Kerjasama (PKS) Pasar Besar Malang (PBM) dengan PT Matahari Putra Prima, Tbk (MPP) dianggap yang terbaik menurut pakar kebijakan publik Universitas Negeri Malang (UM) Muhammad Mujtaba Habibi S.Pd M.AP.
Pasalnya nasib Pasar Besar Malang selama ini terkatung-katung. Pemkot Malang tidak bisa melakukan perbaikan atau pemeliharaan karena tersandera PKS pengelolaan PBM dengan PT MPP yang harusnya berakhir pada 2034 mendatang. PT. MPP juga tidak melakukan perbaikan sejak Pasar Besar terbakar pada 2016 lalu.
“Dengan adanya kebijakan baru ini perlu perhatian khusus ke depan yang dilakukan Pemkot Malang. Apalagi nanti menggunakan anggaran pusat untuk pembangunan Pasar Besar nantinya. Nilai positif dari penggunaan anggaran dari pusat, pengelolaan PBM ke depan bisa dilakukan Pemkot Malang secara mandiri,” jelas Mujtaba kepada Malang Posco Media, kemarin.
Selanjutnya proses pelaksanaan revitalisasi yang akan diajukan ke pemerintah pusat harus dipercepat agar bisa segera direalisasikan. Tidak adanya campur tangan pihak swasta akan menguntungkan Pemda mengatur lebih maksimal dan lebih baik pengelolaan PBM ke depannya. Untuk itu konsep pengelolaan yang harus disiapkan secara matang sejak dini.
Revitalisasi PBM diyakininya akan berpengaruh pada sektor lain di tingkat sosial masyarakat. Terkhusus dampak pertumbuhan ekonomi pasar-pasar rakyat. Karena PBM menjadi pusat bisnis di Kota Malang.
“Karena Pasar Besar pasti akan lebih nyaman untuk didatangi. Warga pasti lebih memilih kesana karena itu sentra pasar. Dampaknya juga ke pasar-pasar rakyat lain, karena orang akan lebih nyaman belanja di pasar rakyat,” jelasnya.
Meski begitu ia menyarankan Pemkot Malang juga melakukan revitalisasi ke pasar-pasar rakyat lainnya yang belum tersentuh revitalisasi. Dengan ini, konsep pasar akan berubah signifikan, tidak lagi kotor, kumuh dan warga akan cepat berpindah dari pasar modern.
Mujtaba berharap Pemkot langsung merealisasikan rencana revitalisasi dengan mengajukannya ke pusat. Mengingat ada berbagai kebijakan prioritas yang masih menjadi perhatian seperti anggaran untuk IKN (Ibu Kota Negara).
“Memang harus pro aktif untuk mengajukan anggaran itu ke pusat karena pasti ada program prioritas nasional lainnya. Lalu nanti perlu diperhatikan untuk tarif sewa di pasar. Harus proposional dan pro rakyat. Jangan sampai gedung sudah bagus tapi biaya sewa tinggi tidak ada yang mau,” pungkasnya. (ica/aim/kr)