MALANG POSCO MEDIA – Beberapa waktu terakhir publik dikejutkan dengan release data dari BPJS Kesehatan RI yang mereka mengklaim bahwa sepanjang tahun 2020 kemarin neraca keuangannya mengalami surplus Rp 18,7 Trilliun, sebuah angka yang cukup fantastis. Padahal menurut data BPJS sendiri di tahun 2018 dan 2019 berturut-turut BPJS kesehatan gagal bayar klaim kepada Rumah Sakit sebesar Rp 9,16 Trilliun dan 15,5 trilliun.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, ARSSI (Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia) dan PB-IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia) juga melayangkan somasi kepada BPJS Kesehatan karena menurut mereka BPJS Kesehatan menunggak tagihan layanan “Bayi lahir dengan tindakan”, dan somasi ini dilayangkan tidak lama setelah setelah BPJS kesehatan merelease surplus neraca keuangannya.
Di satu sisi pemerintah melalui perpres no 64/2020 telah menyetujui kenaikan harga premi bagi peserta kelas 3 pada kelompok bukan pekerja (BP) dan pekerja bukan penerima upah (PBPU). Tentu ini kondisi yang sangat paradoks.
Beberapa waktu yang lalu Badan Pusat Statistik (BPS) juga merelase sebuah data bahwa ternyata di tahun 2020 angka kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan. Jika di tahun 2019 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 24, 79 juta jiwa kondisinya justru naik di tahun 2020 menjadi 27,55 juta jiwa atau ada kenaikan sekitar 2,76 juta jiwa.
Kenaikan angka kemiskinan ini terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jika di perkotaan ada kenaikan dari 9,86 juta jiwa di tahun 2019 menjadi 12,04 juta jiwa di tahun 2020, sedangkan di pedesaan ada kenaikan angka kemiskinan dari 14,96 juta jiwa di tahun 2019 menjadi 15,51 juta jiwa di tahun 2020.
Yang menjadi kekhawatiran adalah adanya ledakan angka kemiskinan di tahun 2021 dan tahun-tahun selanjutnya. Kemungkinan ini bisa saja terjadi karena pandemi belum selesai dan ekonomi belum membaik. Dibutuhkan langkah tegas dari pemerintah untuk mengantisipasi ledakan angka kemiskinan ini.
Menarik lagi data yang direlease oleh Transparency Internasional tahun 2020, mereka menyebutkan bahwa angka korupsi di Indonesia mengalami peningkatan. Menurut data yang direleasenya skor korupsi di Indonesia semakin kecil yang itu artinya angka korupsi di Indonesia semakin tinggi. Karena semakin kecil skornya berarti angka korupsinya semakin tinggi dan sebaliknya.
Berturut-turut negara yang memiliki skor korupsi berdekatan antara lain Indonesia dengan skor 37, Ethiopia dengan skor 38, Timor Leste dengan skor 40 dan Malaysia dengan Skor 51. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kalah “Good Governence”nya dengan Timor Leste sebuah negara baru, dan Indonesia tertinggal jauh dengan Malaysia negara yang dipimpin oleh seorang pria berusia 95 tahun dalam memberantas atau menekan angka korupsinya.
Saya jadi teringat akan sebuah penggalan Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 90, tentang perintah kepada kita sebagai manusia untuk senantiasa “menegakkan keadilan dan merawat kebajikan.” Bahwa memang benar jika seluruh manusia di muka bumi ini yang diberikan amanah kepemimpinan di segala level bisa memiliki mindset untuk menegakkan keadilan dan merawat kebajikan maka bisa dipastikan negara yang kita cintai ini akan tumbuh dengan makmur, aman, sejahtera dan setosa.(*)