Tak Ada Satu Pun Alasan Meringankan Sambo
MALANG POSCO MEDIA- Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi divonis hukuman lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Senin (13/2) kemarin. Sambo divonis hukuman mati, Putri Candrawathi penjara 20 tahun. Pasutri ini langsung pikir-pikir ajukan banding.
Hukuman dua terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu diputuskan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sebelumnya JPU menuntut hukuman seumur hidup terhadap Ferdy Sambo. Sedangkan tuntutan hukuman untuk Putri Candrawathi hukumandelapan tahun penjara.
Namun keputusan majelis hakim PN Jakarta Selatan berbeda. Jauh lebih berat. Seketika Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso diapresiasi berbagai kalangan. Di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. “Hakimnya bagus, independen dan tanpa beban. Makanya vonisnya sesuai dengan rasa keadilan publik. Sambo dijatuhi hukuman mati,” tulis Mahfud di akun akun Twitternya @mohmahfudmd, Senin (13/2) kemarin. Kejaksaan Agung hingga warganet pun mengapresiasi majelis hakim.
Sementara itu sidang Sambo dan istrinya Putri Candrawathi di PN Jakarta Selatan kemarin berlangsung nyaris sepanjang hari. Dimulai sekitar pukul 09.30 WIB, sidang vonis pertama terhadap Fredy Sambo berlangsung sampai pukul 15.00 WIB. Hanya rehat sejenak, sidang vonis berlanjut untuk Putri Candrawati yang berlangsung sampai sekitar pukul 19.45 WIB.
Pantauan Malang Posco Media, lokasi sidang dijaga ketat Polres Metro Jakarta Selatan. Sementara, ratusan jurnalis dari berbagai awak media memenuhi PN Jakarta Selatan. Begitu pula keluarga dan pendukung, baik dari pihak korban maupun terdakwa.
Dalam sidang kemarin,putusan hukuman mati dibacakan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso. Ketika membacakan amar putusan, Majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.
Sebelum membacakan putusan tersebut, suara Wahyu Iman Santoso sempat terdengar bergetar. Ia juga sempat terhenti beberapa detik sebelum bagian akhir pembacaan vonis.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat (Brigadir J) yang direncanakan terlebih dahulu.
Mantan Kadiv Propam Polri berpangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Selain itu, Ferdy Sambo terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam pembacaan putusannya, hakim menyebutkan tujuh poin yang memberatkan Sambo. Di antaranya perbuatan Sambo dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun. Perbuatan itu mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban Yosua.
Kemudian perbuatan Sambo menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat luas. Hakim menilai perbuatan Sambo tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kadiv Propam Polri.
Dalam poin kelima, disebutkan perbuatan Sambo telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia, bahkan dunia internasional. Kemudian, Sambo menyeret banyak anggota Polri untuk terlibat dalam tindak pidana. Poin terakhir, yakni ketujuh, Sambo dinilai hakim berbelit-belit memberi keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya.
“Hal meringankan tidak ditemukan adanya hal meringankan dalam hal ini,” ucap hakim.
Sementara pada malam harinya vonis lebih berat atau ultra petita dari tuntutan JPU juga diberikan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan terhadap Putri Candrawathi. Dia divonis 20 tahun penjara karena dinyatakan dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
“Menjatuhkan vonis 20 tahun penjara,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan vonis terhadap Putri dalam persidangan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Dalam vonis itu, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan Putri Candrawathi. Sesuai dengan tuntutan JPU, Putri dinilai tidak menyesali perbuatannya. Selain itu berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, dan tidak mengakui perbuatannya.
Dalam amar putusannya, Putri Candrawathi terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Putri dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana,” ujar Wahyu.
Selepas mendapatkan vonis tersebut, tak ada komentar dari keduanya. Ferdy Sambo setelah sejenak berbincang dengan penasihat hukumnya kemudian meninggalkan ruang sidang. Teriakan pertanyaan dari awak media yang mengikuti jalannya persidangan juga tak dikomentarinya.
Keluarga Brigadir J yang sepanjang jalannya persidangan memeluk foto almarhum putranya mengakui bersyukur. Terutama setelah putusan hakim bagi kedua terdakwa yang lebih berat dari tuntutan JPU.
“Sangat-sangat bersyukur kepada Tuhan dengan kasih kuasanya, akhirnya Putri telah menerima vonis ketua hakim. Terima kasih vonisnya telah dinyatakan saat ini. Kami telah menerima,” kata Rosti Simanjuntak, ibunda almarhum Brigadir J.
Dia menegaskan kelegaannya, karena akhirnya tidak terbukti adanya pelecehan yang dilakukan almarhum anaknya. Menurut dia, apa yang disampaikan ketika jalannya persidangan selama ini adalah skenario untuk berdalih dan lari dari tuduhan pembunuhan berencana.
“Dengan putusan ini, kami sebagai keluarga dan ibu, berharap biar jangan ada fitnah, jangan ada Yosua-Yosua lagi yang terbunuh. Yosua telah melihat dan hadir bersama ibunya, sejak kemarin ziarah juga, dan saat ini bersama tim pengacara, Yosua melihat,” kata dia yang tak bisa menahan meneteskan air mata.
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamarudin Simanjuntak mengakui, putusan hakim kemarin adalah kemenangan untuk seluruh rakyat Indonesia. Sebab menurutnya, selama ini ada pandangan di masyarakat bahwa orang kecil tak mungkin bisa melawan pejabat dan mafia.
“Tapi kalau rakyat bersatu melawan kedzoliman, sekali lagi saya katakan kami tidak dibayar malah mengeluarkan biaya besar. Tapi rakyat jangan sampai tak memperoleh keadilan karena tak punya rupiah. Lawan kedzoliman, mafia hukum, tolong menolong bahu membahu, tak boleh lagi ada mafia,” tegasnya.
Dia menambahkan, menanggapi putusan kemarin sejatinya hatinya sedih dan menangis. Pasalnya, dia tidak berharap hukuman seberat itu bila tahun lalu Ferdy Sambo mau mengakui dan menyesali perbuatannya kepada keluarga Brigadir J.
“Pertama saya sedih dan menangis karena saya tahun lalu sudah menawarkan ke FS (Ferdy Sambo) supaya menyesali dan mengakui ke keluarganya, daripada dia menawarkan uang ke orang-orang. Tapi hanya RE (Richard Eliezer) yang merespon apa yang saya minta,” tambahnya.
Di sisi pengacara terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengakui, putusan kemarin sangat memberatkan. Bahkan bisa disebut mencabut nyawa terdakwa.
“Kami cukup tidak menduga juga, karena memang putusan ini juga apa betul peristiwa dan tindakan itu sebegitu luar biasa sampai kemudian harus mencabut nyawa terdakwa, putusan ini mencabut nyawa terdakwa,” kata salah satu perwakilan pengaraca, Rasamala Aritonang di PN Jaksel.
Menurutnya, tim pengacara akan mempelajari keputusan hakim. Namun dia belum menjelaskan apakah pihaknya akan mengajukan banding atas vonis Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
“Kami pelajari putusannya dengan baik, nanti akan diambil keputusan apakah ada langkah lebih lanjut,” ujarnya
Saat sore hari selepas sidang putusan untuk Ferdy Sambo, majelis hakim dinilai memutuskan vonis mati hanya berdasarkan asumsi. Akan tetapi, untuk sementara masih menghormati putusan majelis hakim.
“Iya pada intinya kami melihat apa yang disampaikan majelis hakim tetapi kami hormati ini menurut kami itu tidak berdasarkan fakta persidangan hanya berdasarkan asumsi,” kata dia kepada wartawan. (ley/van)