Malang Posco Media-Ekonom dari Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty menganjurkan agar generasi “sandwich” memiliki aset finansial sebagai pemasukan pasif untuk membantu sumber pemasukan sehingga tidak hanya mengandalkan dari pendapatan utama.
“Generasi sandwich lumayan berat, ya, bebannya. Tetapi memang justru dengan kita berpikirnya financial asset itu bisa membantu sumber pemasukan tambahan selain dari income mereka,” kata Telisa saat dihubungi ANTARA, Jumat.
Diibaratkan seperti namanya, “sandwich” atau roti apit, sebutan tersebut merujuk pada orang-orang yang memiliki beban ganda di mana dia tidak hanya berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri melainkan juga menanggung biaya hidup orang tua dan anaknya.
Telisa mengatakan aset finansial yang dimiliki berfungsi sebagai simpanan atau tabungan cadangan yang nantinya dapat bermanfaat jika sewaktu-waktu generasi “sandwich” menghadapi kebutuhan yang mendesak.
“Memang harus dimulai, ya. Dan diberikan edukasi finansial kepada mereka bahwa menabung itu justru akan membantu meringankan nanti beban mereka di masa yang akan datang,” ujar Telisa.
Menurut Telisa, aset finansial yang wajib dimiliki generasi “sandwich” yaitu tabungan. Jenis aset ini merupakan aset finansial yang paling konvensional. Apalagi, imbuh dia, saat ini pemerintah sudah meluncurkan produk “TabunganKu” di beberapa bank dengan syarat mudah dan ringan serta saldo minimal yang cukup ramah untuk lapisan masyarakat kecil. Selain itu, aset konvensional lain yang dapat dipilih yaitu deposito.
“Tapi memang return-nya nggak bisa terlalu tinggi. Tapi mereka harus punya itu (tabungan), walaupun dalam jumlah kecil,” ujar Telisa.
Selain itu, Telisa juga merekomendasikan generasi “sandwich” untuk mulai berinvestasi atau menabung emas dan ini dapat dilakukan dengan menyicilnya dimulai dari jumlah yang kecil. Kemudian, naik ke tingkatan selanjutnya, generasi “sandwich” juga dapat berinvestasi pada saham sambil didampingi oleh pihak profesional.
Jika generasi “sandwich” sudah memiliki beberapa aset finansial tersebut, aset juga dapat dikombinasikan dengan produk lainnya seperti simpanan di koperasi. Beranjak ke tingkatan yang lebih mumpuni lagi jika pemasukan utama sudah meningkat, generasi “sandwich” dapat berinvestasi pada obligasi hingga properti.
Namun, Telisa mengingatkan bahwa setiap produk keuangan memiliki risikonya masing-masing. Oleh sebab itu, generasi “sandwich” didorong untuk meningkatkan kemampuan literasi finansialnya sehingga terhindar dari produk keuangan yang spekulatif dan ilegal. Literasi juga penting untuk dilakukan sejak dini dimulai dari tingkatan sekolah atau perguruan tinggi.
“Program itu (literasi finansial) harus digalakkan untuk memberikan mereka pengetahuan bahwa pentingnya juga financial asset tapi tetap ada risiko yang perlu hati-hati dan bagaimana mengelolanya supaya optimal. Jadi, perencanaan keuangannya harus lebih dimasifkan lagi, dibikinlah semacam simulasi-simulasi,” kata Telisa.
Yang tak kalah penting, menurut Telisa, generasi “sandwich” juga harus tetap meningkatkan keterampilan atau kompetensi (skill) yang dapat mendukung pekerjaan dan kariernya. Dengan begitu, diharapkan pendapatan utama akan membaik serta dana yang disisihkan untuk menabung atau investasi juga bertambah. (ntr/mpm)