Siapa yang tak tahu serial CoComelon di YouTube yang digemari anak- anak? Atau serial superhero Bima yang sering tayang di TV? Nah di balik film favorit itu ada sentuhan tangan animator muda berbakat Kota Malang. Namanya Tatik Setyowati.
=======
Masih ada sejumlah serial animasi lain sentuhan gadis asal Bakalankrajan Sukun Kota Malang ini. Di antaranya Kiko, Ghost Force serial animasi asal Prancis hingga Topwing dan Vampirina dari Disney.
Kebanyakan ia hasilkan ketika freelance animator. Sementara sebagian lagi dia kerjakan bersama sebuah studio. Tatik memutuskan freelance setelah lulus SMK dan sempat merasakan kerja tahun 2019 lalu.
“Sempat kerja di Tangerang Selatan terus waktu itu disuruh pulang. Saya coba mau daftar kuliah, ternyata terlalu mahal akhirnya nyoba freelance,” cerita Tatik.
Dunia animasi diakui Tatik, awalnya dianggap sesuatu yang biasa saja. Kakaknya juga mengambil jurusan yang sama. Namun tak disangka animasi tidak semudah itu.
“Saya dulu sekolah di SMKN 4 Malang Grafika. Ambil jurusan animasi. Waktu itu awalnya cuma ingin sekolah yang jauh dari rumah, karena di daerah saya sekolah dekat. Terus nurut orang tua juga, waktu itu tahu cuma suka gambar. Saya lalu pilih sekolah yang bagus ya di SMKN 4,” lanjut Tatik.
Berbekal gemar menggambar, ternyata dirasakan Tatik tidak cukup. Ia mengaku sangat kesulitan pada awal menggeluti dunia animasi. Karena terlanjur nyemplung dunia animasi, ia tidak pernah putus asa.
Singkat cerita, Tatik kemudian akhirnya menjajal untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Lagi-lagi karena faktor keterbatasan biaya, ia memutuskan berhenti kuliah pada semester satu dan bekerja secara freelance. Beberapa saat kemudian ia bergabung di salah satu studio animasi. Suka duka dirasakan selama jadi animator.
“Bagi saya mental jadi kesulitan dan tantangannya. Karena animator cewek itu jarang. Di kelas saja saat sekolah dulu yang cewek sedikit apalagi yang lanjut menekuni animasi,” katanya.
Kesulitan lainnya, animasi butuh sentuhan yang komprehensif. Tidak sekadar gambar bergerak, tapi bagaimana caranya agar sebuah gambar bisa menghasilkan pergerakan yang hidup.
“Karena ada yang cuma gerak tapi tidak ada feelsnya. Kurang real, malah jadi seperti robot. Prinsip animasi tidak semua dimasukkan jadinya asal gerak tapi waktu dan spasinya tidak ada,” jelas alumnus SMPN 17 Malang ini.
Normalnya Tatik mampu membuat sekitar 250 frame per hari. Jumlah frame itu mampu menciptakan animasi dengan durasi sekitar 10 detik. Satu menit animasi butuh sekitar 1.500 frame. Paling cepat ia bisa membuat sebanyak 1.269 frame selama tiga hari. Tentu hal ini butuh kemampuan yang mumpuni.
Menjadi seorang animator, juga wajib menyesuaikan dengan jam kerja yang ketat. Apalagi dituntut deadline.
“Saya sering begadang dan itu sudah makanan sehari-hari. Pernah tiga hari saya tidak tidur karena keteteran banyak kerjaan. Keteterannya mungkin pas lagi down karena masalah di luar pekerjaan atau masalah deadlinenya yang memang ketat,” ungkap wanita berusia 23 tahun ini.
Akan tetapi perjuangan seperti itu akhirnya tidak mengkhianati hasil. Karyanya dipercaya banyak pihak, baik lokal maupun internasional. Salah satu karya yang berkesan baginya adalah animasi Vampirina.
Ketika magang beberapa tahun lalu, Tatik menggarap Vampirina season 1 saat magang di Batam. Tidak disangka, pada season kedua ketika bergabung dengan sebuah studio, ia juga dipercaya mengerjakan Vampirina season 2.
“Berkesan karena Vampirina itu juga susah. Waktu itu awal masuk industri animasi ternyata levelnya sudah tinggi. Susah tapi bisa menyelesaikan. Sama Osiji, karena deadline minta cepat durasi panjang. Padahal yang mengerjakan dua orang tapi bisa selesai. Hasilnya puas,” terang Tatik.
Saat ini Tatik masih punya sederet impian besar. Misalnya menggarap animasi kelas dunia lain hingga kuliah di luar negeri. Ia ingin mengerjakan animasi Frozen hingga menggarap game animasi yang animasinya mencapai 360 derajat.
“Game animasi sebenarnya sudah ada yang nawari hari Minggu kemarin dari Finlandia, tapi saya belum berani. Belum percaya diri. Kalau kuliah, juga impian saya bisa kuliah di luar negeri di bidang animasi. Mungkin kuliah di Australia. Sekaligus ingin kerja di luar negeri agar tahu perbedaannya, terus kerja sambil liburan,” beber Tatik.
“Kalau kerja mungkin ke Jepang karena di sana induknya animasi. Kalau nggak gitu, mungkin bisa ke produksi studio Ghibli karena animasinya bagus, semua referensi 2D yang kualitas bagus selain Disney kan Ghibli,” sambungnya.
Ia mengimpikan kerja di luar negeri juga dikarenakan masyarakat Indonesia belum terlalu mengapresiasi karya animasi seperti di luar negeri. Padahal potensi dari generasi muda animator di Indonesia tidak kalah dengan lainnya. Meski demikian, saat ini dia bersyukur bisa terus berkarya dan memberikan yang terbaik bersama studio barunya saat ini.
Ia berharap kepada semua animator muda, terutama animator perempuan agar tidak minder dan bisa bersaing serta memberikan yang terbaik. Menurut Tatik, dunia animasi merupakan dunia yang penuh kejutan, baik suka maupun dukanya.
“Harapan saya, lebih banyak lagi animator yang kualitasnya sesuai dengan industri. Jangan hanya sekadar lulus jurusan animasi,” pungkas Tatik yang jhobi membaca novel dan dongeng ini. (ian nurmajidi/van)