Dari hobi makro fotografi, kini Zainul Ansor sukarela mengajar santri dan masyarakat umum. Tidak hanya dari kalangan pelajar, lanjut usia (lansia) pun jadi murid pria 41 tahun itu.
====
Pria yang akrab disapa Ancha ini mulai seriusi hobi fotografi sejak tahun 2015. Baginya objek sederhana bisa didokumentasikan menjadi karya yang sangat indah.
Ancha sudah mengkesplor berbagai kawasan. Mulai dari pekarangan sekitar masyarakat di wilayah Ki Ageng Gribig Kecamatan Kedungkandang hingga berbagai tempat alami. Seperti pemandian air panas Cangar hingga Sumber Brantas di Kota Batu.
Dari ribuan hasil jepretannya, Ancha selalu berupaya mengoptimalkan foto melalui handphone (HP). Alat komunikasi yang dilengkapi kamera itu bisa digunakan siapa pun untuk memotret.
Namun terkadang pengguna HP belum bisa memaksimalkan kelebihan alat yang selalu dalam genggaman itu.
Ancha bercerita untuk mendapatkan hasil foto yang bagus harus memerhatikan banyak aspek. Khsususnya kala menggunakan HP. Seperti mencari waktu dan tempat dengan intensitas cahaya terang. Menunggu momen serta mempelajari objek yang akan difoto.
“Fotografi menggunakan HP harus memahami spesifikasi alat yang digunakan. Kemudian belajar aktivitas keseharian. Seperti jam aktivitas, jam makan, jam istirahat. Karena fotografi makro memvisualisasikan benda kecil tampak jelas tanpa bantuan alat pembesar (mikroskop),” tuturnya.
Objek yang kerap kali difoto Ancha cukup beragam. Seperti hewan jenis serangga, mulai dari Asilidae (robber fly), Mecoptera (scorpion fly), siput hingga bunga dan benda-benda mati berukuran kecil.
Hasil jepretannya penah dipamerkan di Aerial Event 2019 tingkat nasional yang digelar di Kota Malang. Namun sampai saat ini ia belum memutuskan masuk dalam kompetisi maupun transaksi berbayar untuk hasil karyanya.
Ancha lebih ingin mencurahkan kemampuannya untuk hal bermanfaat. Sejak 2020 lalu, oleh seorang pengurus pondok pesantren di wilayah Kecamatan Tajinan, ia dimintai bantuan berbagi pengalaman soal fotografi.
“Santri yang ikut itu lebih kurang 30 orang. Baik dari santri dan santriwati. Hasil-hasil fotonya bisa dikembangkan ke berbagai hal. Termasuk salah satunya bisa menjadi foto untuk kalender, dari buah tangan sendiri,” beber pria asal Kendalpayak itu.
Setiap pertemuan ia tak menarik uang sepeser pun. Karena Ancha merasa sampai saat ini juga masih terus belajar.
Ia menyebutkan dengan fotografi bisa mendorong anak memiliki banyak softskill. Seperti kesabaran, ketelitian dan mengatur proporsional. Dari hasil pengalamannya hal itu sangat berpengaruh di kehidupan keseharian seorang fotografer.
Foto realistik yang ia hasilkan juga akhirnya menarik minat lansia. Kini ada lansia yang berguru kepadanya. Ia adalah Mustofa. Pria 60 tahun ini sangat tertarik mendokumentasikan yang terjadi di sekitarnya.
“Untuk mengajari fotografi saya sangat terbuka. Sudah banyak yang saya ajak berbagi ilmu, karena terkadang di lingkungan sekitar kita juga banyak objek yang bisa dieksplor. Setiap orang bisa memotret tapi tidak mengetahui trik dan cara agar memiliki nilai seni,” beber alumnus SMAN 1 Lawang itu.
Pengetahuan tentang fotografi makro ia bagikan bersama komunitas Phonegrafi. Banyak hal yang dibagikan, termasuk trik mendapatkan foto terbaik melalui HP.
“Jangan biarkan memori penuh, karena ini bisa membuat kamera terlambat (delay) dalam menangkap gambar. Kemudian ukuran piksel maksimal kamera juga penting diperhatikan. Serta teknik yang selaras dengan performa terbaik HP. Tentu kami berharap bisa terus berbagi, karena selain seni masih banyak hal positif di balik fotografi,” pungkasnya. (rexy qolbi/van)