spot_img
Friday, July 4, 2025
spot_img

Puasa dan Fitrah Manusia

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M.Si

MALANG POSCO MEDIA – Fitrah merupakan bekal kesucian jiwa dan rohani manusia, yang dimiliki sejak lahir dalam keadaan suci tidak memiliki dosa. Fitrah disebut al-khilqah (naluri, pembawaan) dan althabȋ’ah (tabiat, watak, karakter) yang diciptakan Allah SWT. Fitrah merupakan potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah.

Fitrah manusia merupakan potensi awal di mana proses manusia sebelum mendapatkan ilmu pengetahuan, manusia pada tahap ini diibaratkan seperti kertas putih (teori tabularasa) yang kosong yang belum tergores dengan goresan apapun, maka lingkungan dan keluarga yang membentuk anak. Manusia juga dapat dipengaruhi oleh keyakinan orang tuanya akan diarahkan kemana keyakinan itu.

Dalam pembagiannya, fitrah manusia ada empat yaitu; pertama, fitrah al-munazzalah, fitrah luar yang masuk dalam diri manusia berupa petunjuk Al Qur’an dan as-sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbingfitrah al khilqah;  fitrah al gharizah, yaitu fitrah inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.

Ketiga, fitrah suci yang pada hakikatnya manusia itu suci dari fitrahnya, tetapi sebenarnya hati mereka telah tertutup dengan dosa-dosa yang mereka perbuat ketika bergabung dengan dunia fana. Dan keempat, fitrah intelektual (aqliyah), potensi ini terdiri dari panca indera dan akal pikiran (pendengaran, penglihatan, dan hati). Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang kekuasaan Allah.

Di sini fitrah manusia merupakan potensi yang ada dalam diri manusia yang mampu mengarah pada fitrah baik maupun buruk. Potensi yang sudah menjadi bawaan manusia sejak lahir ini terus mengalami perkembangan seiring dengan semakin berkembangnya akal pikiran manusia dan pada akhirnya manusia akan mengakui bahwa Tuhan itu ada sehingga mereka akan kembali kepada Tuhannya.

Fitrah dalam Perspektif Islam

Menurut pandangan Islam setiap manusia yang lahir di muka bumi ini dalam keadaan fitrah yakni asal kejadian yang suci dan murni. Manusia terlahir dalam keadaan bersih tanpa mempunyai dosa, walaupun orangtua yang melahirkannya mungkin telah berbuat dosa.

Dalam Islam tidak dikenal adanya dosa warisan, sehingga orangtua yang telah berdosa kemudian membagikan dosanya kepada anak keturunannya sebagai ahli waris. Atau seseorang merasa telah mendapatkan warisan dosa yang banyak dari orangtuanya sehingga menjadikan dirinya berputus asa dari rahmat Allah.

Kata fitrah berarti penciptaan atau kejadian, sehingga fitrah manusia adalah kejadian sejak awal atau bawaan sejak lahir. Kata fitrah ini terdapat dalam Al Qur’an surat Ar Rum ayat 30: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (pilihlah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Kata ‘fitrah Allah’ pada ayat ini maksudnya adalah ciptaan Allah. Melalui ayat ini dapat dipahami pula bahwa manusia dilahirkan dengan naluri keimanan kepada Allah dan siap menerima Islam dalam penciptaannya.

Manusia menurut fitrahnya telah beragama, mengakui dan bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya. Maka kalau ada orang yang tidak beragama tauhid, sesungguhnya itu tidak wajar. Biasanya hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan sekitarnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi” (H.R. Muslim).

Manusia dengan tabiat penciptaannya yang merupakan pencampuran antara tanah dari bumi dan peniupan ruh, maka manusia dibekali potensi-potensi yang sama untuk berbuat baik dan buruk. Seseorang mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, sebagaimana ia juga mampu mengarahkan jiwanya kepada kebaikan atau keburukan. Kemampuan ini dalam Al Qur’an diungkapkan dengan kata ilham, sebagaimana dalam Q.S. Asy-Syam, 7-8: “Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilham kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.”  Sedangkan pada Q.S. al Balad, 10, kemampuan ini diungkapkan dengan petunjuk. Maka ilham atau petunjuk itu sudah tersimpan di dalam diri manusia dalam bentuk potensi-potensi.

Manusia adalah makhluk yang istimewa dan unik karena memiliki potensi untuk berbuat baik dan buruk. Selain itu Allah juga telah memberi kemampuan akal yang berada dalam hati manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Oleh karenanya baik atau buruknya amal seseorang tergantung pada hatinya, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhori-Muslim).

Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa akal atau kemampuan memahami bersumber pada hati bukan otak (kepala). Hal ini juga selaras dengan penjelasan dari Al Qur’an, bahwa QS. Al Hajj, 46 menjelasan; “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Hati memegang peranan penting dalam menggerakkan seseorang untuk berbuat baik (amal sholeh), ataupun berbuat jelek/jahat (dosa). Menurut Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah hati manusia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: hati yang sehat (qolbun salim), hati yang sakit (qolbun maridh) dan hati yang mati (qolbun mayyit).

Bagi orang yang memiliki hati yang sehat sungguh sangat beruntung karena ia akan banyak melakukan amal kebaikan yang mendatangkan pahala. Sebaliknya sangat merugilah orang yang hatinya sakit atau hatinya mati karena ia akan terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan jelek dan tercela yang mendatangkan dosa.

Puasa Menghapus Dosa

Pepatah Arab mengatakan, manusia itu tempat lupa dan salah. Pepatah ini bukan berarti manusia dibiarkan untuk berbuat salah dan dosa. Allah sangat mencintai hambanya maka diutuslah para Nabi dan Rasul sebagai juru pengingat serta diturunkanlah kitab suci Al Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia. Oleh karenanya agar manusia terhindar dari berbuat salah dan dosa haruslah berpegang teguh kepada Al Qur’an dan al Hadits.

Untuk menjaga fitrah manusia agar senantiasa terbebas dari dosa, Allah telah menjanjikan akan menghapus dosa yang telah dilakukan hambanya. Sebagaimana berita gembira yang disampaikan Rasulullah Muhammad SAW, “Barangsiapa berpuasa Ramadan dengan keimanan dan mengharapkan ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. (HR. Bukhari).

Mudah-mudahan ibadah puasa ramadan yang baru saja kita awali dan akan berakhir satu bulan ke depan, kita diberi kesabaran, kekuatan, dan ketulusan dalam menjalankan ibadah puasa dan berbagai amalan ibadah sunnah lainnya karena Allah SWT, pada akhirnya dapat membentuk pribadi yang shaleh ritual dan sosial dan puasa kita diterima oleh Allah SWT, sehingga menjadikan terhapusnya dosa-dosa yang pernah kita lakukan dan mengantarkan kita kembali kedalam fitrah kesucian.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img