Oleh: Fiasriel Lundy, Farida Halis DK & Siti Asiyah
(Dosen Program Studi Promosi Kesehatan Poltekkes Malang)
Malang Posco Media-Puasa Ramadan merupakan salah satu ibadah dilaksanakan secara rutin setiap tahun oleh umat Muslim di seluruh dunia. Seorang Muslim diwajibkan bepuasa apabila telah mencapai pubertas dan tidak memiliki kondisi lain yang menyebabkan dirinya tidak mampu atau tidak boleh berpuasa, seperti sakit atau menstruasi.
Selama berpuasa, tidak boleh ada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh, termasuk obat yang dikonsumsi melalui mulut atau suntik, selama periode subuh hingga petang.
Penyandang diabetes mellitus adalah sekelompok klien dengan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia, yaitu level glukosa darah lebih tinggi dari normal.
Klien diabetes diizinkan untuk tidak menjalankan puasa apabila khawatir puasa dapat membahayakan dirinya karena berbagai komplikasi seperti hiperglikemia, hipoglikemia, dehidrasi, dan ketoasidosis diabetik.
Meskipun demikian banyak penderita diabetes memilih untuk berpuasa selama setidaknya mengganggu kesehatannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pasien diabetes untuk mencegah terjadinya komplikasi selama menjalankan puasa Ramadan adalah sebagai berikut:
Pertama mengenali kondisi diri sendiri. Pasien diabetes dengan risiko tinggi dan risiko sangat tinggi disarankan untuk tidak berpuasa. Namun, apabila pasien memiliki keinginan besar untuk berpuasa, maka dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
Kedua memantau glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah tidak membatalkan puasa karena tidak ada zat yang dimasukkan ke dalam tubuh. Penting bagi pasien dengan diabetes untuk mengukur kadar glukosa darah setelah berbuka puasa untuk mendeteksi hiperglikemia postprandial (hiperglikemia yang terjadi setelah makan). Selain itu, pasien juga harus memeriksa kadar glukosa darah apabila mengalami gejala hipoglikemia, hiperglikemia atau merasa tidak sehat.
Ketiga memilih jenis makanan dan minuman yang sesuai untuk sahur dan berbuka
Berbuka puasa sering kali dijadikan sebagai ajang ‘balas dendam’ dan dapat memicu terjadinya komplikasi pada pasien diabetes. Maka dari itu, pasien diabetes disarankan mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah dan tinggi serat saat sahur dan berbuka, mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak jenuh, menggunakan sedikit minyak saat memasak, menghindari minuman berkafein, dan meminum banyak air putih sepanjang periode berbuka hingga sahur.
Keempat tetap aktif bergerak. Aktivitas fisik yang disarankan adalah intensitas rendah-sedang. Contoh sederhana yang dapat dilakukan adalah salat tarawih karena mencakup gerakan membungkuk, berlutut, dan berdiri secara berkala.
Berkonsultasi kepada dokter untuk melakukan penyesuaian obat-obatan. Penyesuaian dosis dan/atau waktu pemberian beberapa obat mungkin diperlukan selama bulan Ramadan untuk meminimalkan risiko hipoglikemia pada pasien diabetes yang berpuasa. Diskusikanlah hal ini dengan dokter.
Mengetahui kapan harus membatalkan puasa. Pasien harus mengenali gejala-gejala hipoglikemia dan hiperglikemia, dan disarankan untuk memeriksa glukosa darah apabila mengalami gejala-gejala tersebut.
Pasien harus membatalkan puasa dengan mengonsumsi karbohidrat sederhana jika glukosa darahnya kurang dari 70mg/dL. Pasien juga disarankan mempertimbangkan untuk membatalkan puasa dengan obat penurun gula darah jika glukosa darahnya lebih dari 200mg/dL.
Bulan Ramadan merupakan bulan yang dinantikan oleh umat Muslim. Bagi pasien diabetes, penting untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat puasa melalui cara-cara di atas. Jangan sampai puasa yang seharusnya membawa berkah justru menimbulkan komplikasi bagi penyandang diabetes.
Kunci keberhasilan manajemen diabetes di bulan Ramadan tidak berbeda dibandingkan pada bulan lainnya. Tujuannya adalah adalah mengontrol gejala, mencegah penurunan kontrol glikemik, dan pencegahan komplikasi akut. Rekomendasi American Diabetes Association/European Association for the Study of Diabetes (ADA/EASD) yang dapat membantu klinisi membuat keputusan untuk membantu pasien diabetes melitus tipe 2 yang ingin berpuasa di bulan Ramadan.
Pertama, risiko sangat tinggi: puasa tidak dianjurkan:
a. Hipoglikemia berulang dalam 3 bulan sebelum Ramadhan.
b. Hiperglikemia berat dengan glukosa plasma puasa atau premeal rata-rata >16,7mmol / L (300 mg/dL) atau hemoglobin terglikasi (HbA1c) > 86 mmol/mol (10%).
c. Riwayat hipoglikemia berulang atau ketidaksadaran hipoglikemia.
d. Ketoasidosis diabetik/keadaan hiperglikemik hiperosmolar di dalam 3 bulan sebelum Ramadhan.
e. Penyakit akut.
f. Melakukan kerja fisik yang berat.
g. Kehamilan.
h. Dialisis kronis.
i. Pasien dengan demensia atau defisit kognitif yang signifikan.
Kedua, risiko tinggi: boleh memilih untuk tidak berpuasa:
a. Hiperglikemia sedang (glukosa darah rata-rata 8,3-16,7 mmol / L (150-300 mg / dL) atau HbA1c 64-86 mmol / mol (8% -10%)).
b. Komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular yang signifikan.
c. Hidup sendiri dan diobati dengan insulin atau sulfonylurea.
d. Pasien dengan kondisi komorbid, seperti gagal jantung, stroke, keganasan, gangguan ginjal.
e. Lansia> 75 tahun.
Ketiga, risiko sedang: dapat memilih untuk berpuasa dengan hati-hati:
Orang dengan diabetes melitus tipe 2 tanpa komplikasi dan HbA1c <64mmol / mol (8%) yang mendapat terapi intervensi gaya hidup, metformin, thiazolidinedione (TZD), terapi berbasis incretin, sodium-glucose cotransporter-2 inhibitors dan atau short-acting insulin secretagogues
Keempat, risiko rendah: boleh memilih berpuasa:
Orang dengan diabetes melits tipe 2 tanpa komplikasi dan HbA1c <53mmol / mol (7%) terapi dengan intervensi gaya hidup
Hal Lain yang Perlu Diperhatikan. Yaitu ada beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan pengidap diabetes yang memutuskan untuk ikut berpuasa, salah satunya terkait asupan makanan untuk tubuh. Pengidap diabetes dianjurkan untuk lebih banyak mengonsumsi makanan yang menghasilkan energi secara lambat, seperti gandum, kacang-kacangan, dan nasi saat sahur atau berbuka puasa. Porsi makan juga harus disesuaikan, yaitu 50 persen saat sahur, 40 persen saat berbuka puasa, dan 10 persen pada malam hari atau setelah tarawih.
Pengidap diabetes yang menjalani puasa juga harus selalu memantau kondisi tubuh dan kesehatan. Jika membutuhkan saran dokter terkait hal ini, jangan ragu untuk berdiskusi dengan dokter atau layanan kesehatan terdekat. (*)